Ketika masih sama-sama bekerja, aku sering berselisih paham dengan suami masalah keuangan keluarga. Sebabnya, tidak pernah ada batasan tentang pos-pos keuangan. Aku menggunakan penghasilanku untuk kebutuhan sehari-hari dan setiap bulan habis begitu saja. Hanya sedikit yang tersisa untuk kebutuhanku pribadi, seperti baju dan sepatu kerja. Karena itu, aku merasa suamiku tidak adil dalam hal keuangan.
Ketika akhirnya aku memutuskan berhenti bekerja, sempat terlintas kekhawatiran, apakah aku sanggup tiap hari harus minta uang kepada suami untuk semua kebutuhanku? Namun kecemasan itu ternyata tak beralasan.
Suatu hari iseng aku minta dibelikan perhiasan yang selama ini tidak bisa kubeli dengan gajiku. Waktu itu sempat terpikir, pasti suamiku menolak. Aku sangat terkejut ketika dia mengabulkan permintaanku. Dan, apa yang dia katakan? “Kalau ditanya orang, bilang lho, kalau perhiasan ini aku yang beliin.”
Saat itu aku baru menyadari, ternyata suamiku merasa lebih dihargai bila dia bisa memenuhi semua kebutuhan keluarga tanpa dibantu istri.
Ketika akhirnya aku memutuskan berhenti bekerja, sempat terlintas kekhawatiran, apakah aku sanggup tiap hari harus minta uang kepada suami untuk semua kebutuhanku? Namun kecemasan itu ternyata tak beralasan.
Suatu hari iseng aku minta dibelikan perhiasan yang selama ini tidak bisa kubeli dengan gajiku. Waktu itu sempat terpikir, pasti suamiku menolak. Aku sangat terkejut ketika dia mengabulkan permintaanku. Dan, apa yang dia katakan? “Kalau ditanya orang, bilang lho, kalau perhiasan ini aku yang beliin.”
Saat itu aku baru menyadari, ternyata suamiku merasa lebih dihargai bila dia bisa memenuhi semua kebutuhan keluarga tanpa dibantu istri.
Anna – Bekasi