Natal tahun 2007 dan Tahun Baru 2008 adalah kali terakhir saya merayakan bersama keluarga. Karena, sejak Desember 2008, saya mulai bekerja di kapal pesiar Holland America Line, yang membuat saya harus terus menerus berkeliling dunia. Kapal pertama saya bernama Ms. Zaandam dan saya bekerja sebagai florist manager. Tentu saja awalnya tidak mudah menjalani pekerjaan ini, karena saya sering diganggu rasa rindu pada keluarga di Tanah Air. Namun perlahan-lahan saya mulai beradaptasi dengan kehidupan baru yang sangat berbeda dengan keseharian saya sebelumnya. Sampai saat ini saya sudah bekerja selama 5 tahun di atas kapal pesiar dan sudah mengunjungi lebih dari 250 kota di seluruh dunia. Mulai dari daerah terpencil di pedalaman Sungai Amazon, sampai metropolitan seperti New York. Dari puncak dunia di Kutub Utara sampai Antartika di Kutub Selatan.
Sayangnya, sejak itu saya malah tidak bisa merayakan Natal secara khusus, Karena, menjelang akhir tahun justru merupakan masa-masa paling sibuk karena kami semua harus menyiapkan banyak acara untuk para tamu yang berpesiar. Salah satunya adalah menyiapkan paduan suara Natal yang dibawakan oleh para awak kapal yang terdiri dari berbagai bangsa. Saya sendiri selalu berpartisipasi dalam koor tersebut. Koor dibagi menjadi 3 bagian, yaitu International Choir, Filipino Choir, dan Indonesia Choir. Lagu andalan Indonesian Choir adalah Holy Night yang dinyanyikan dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Anggota International Choir berjumlah paling besar, karena merupakan gabungan kru yang berasal dari Amerika, Inggris, Australia, dan sebagainya. Sedangkan terbesar kedua adalah Filipino yang jumlahnya mencapai 30-40 orang. Yang terkecil adalah Indonesia, kadang hanya 10-15 orang. Uniknya, justru penampilan Indonesian Choir yang sering kali mendapat sambutan paling hangat dari para tamu. Tak heran bila selama 4 tahun berturut-turut kami selalu mendapat standing ovation. Selain senang dan bangga, hal ini juga menjadi beban bagi kami. Karena itu, sejak 3 bulan sebelum Natal, biasanya kami sudah mulai berlatih di sela-sela kesibukan pekerjaan. Kadang kami baru bisa berlatih mulai pukul 23.00 sampai pukul 1 dini hari. Untunglah sejauh ini hasilnya tidak pernah mengecewakan.
Untuk seluruh kru, Natal dirayakan bersama-sama, biasanya dengan makan malam bersama atau berpesta sampai larut malam. Namun, pada pukul 23.00, saya selalu menyempatkan diri untuk mengikuti misa ekaristi bersama teman-teman dan para tamu. Setelah itu, biasanya saya meluangkan waktu sejenak untuk duduk bengong di sky deck sambil memandang lautan. Itulah rutinitas saya selama 4 tahun setiap kali Natal tiba. Yang paling berkesan, lautan yang saya pandang selalu berbeda-beda setiap tahunnya. Kadang Lautan Pasifik, Atlantik, atau Laut Tengah. Baru setelah itu baru saya menelepon orang tua di Indonesia untuk mengucapkan selamat Natal.
Terbiasa merayakan Natal bersama keluarga di gereja dekat rumah dan keesokan harinya berkumpul di rumah kakak tertua dari ayah, membuat saya kerap disergap rasa rindu. Tapi di sisi lain, saya juga merasa beruntung karena bisa menikmati pengalaman berkeliling dunia di atas kapal pesiar yang tidak semua orang bisa menikmatinya.
Sayangnya, sejak itu saya malah tidak bisa merayakan Natal secara khusus, Karena, menjelang akhir tahun justru merupakan masa-masa paling sibuk karena kami semua harus menyiapkan banyak acara untuk para tamu yang berpesiar. Salah satunya adalah menyiapkan paduan suara Natal yang dibawakan oleh para awak kapal yang terdiri dari berbagai bangsa. Saya sendiri selalu berpartisipasi dalam koor tersebut. Koor dibagi menjadi 3 bagian, yaitu International Choir, Filipino Choir, dan Indonesia Choir. Lagu andalan Indonesian Choir adalah Holy Night yang dinyanyikan dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Anggota International Choir berjumlah paling besar, karena merupakan gabungan kru yang berasal dari Amerika, Inggris, Australia, dan sebagainya. Sedangkan terbesar kedua adalah Filipino yang jumlahnya mencapai 30-40 orang. Yang terkecil adalah Indonesia, kadang hanya 10-15 orang. Uniknya, justru penampilan Indonesian Choir yang sering kali mendapat sambutan paling hangat dari para tamu. Tak heran bila selama 4 tahun berturut-turut kami selalu mendapat standing ovation. Selain senang dan bangga, hal ini juga menjadi beban bagi kami. Karena itu, sejak 3 bulan sebelum Natal, biasanya kami sudah mulai berlatih di sela-sela kesibukan pekerjaan. Kadang kami baru bisa berlatih mulai pukul 23.00 sampai pukul 1 dini hari. Untunglah sejauh ini hasilnya tidak pernah mengecewakan.
Untuk seluruh kru, Natal dirayakan bersama-sama, biasanya dengan makan malam bersama atau berpesta sampai larut malam. Namun, pada pukul 23.00, saya selalu menyempatkan diri untuk mengikuti misa ekaristi bersama teman-teman dan para tamu. Setelah itu, biasanya saya meluangkan waktu sejenak untuk duduk bengong di sky deck sambil memandang lautan. Itulah rutinitas saya selama 4 tahun setiap kali Natal tiba. Yang paling berkesan, lautan yang saya pandang selalu berbeda-beda setiap tahunnya. Kadang Lautan Pasifik, Atlantik, atau Laut Tengah. Baru setelah itu baru saya menelepon orang tua di Indonesia untuk mengucapkan selamat Natal.
Terbiasa merayakan Natal bersama keluarga di gereja dekat rumah dan keesokan harinya berkumpul di rumah kakak tertua dari ayah, membuat saya kerap disergap rasa rindu. Tapi di sisi lain, saya juga merasa beruntung karena bisa menikmati pengalaman berkeliling dunia di atas kapal pesiar yang tidak semua orang bisa menikmatinya.
Arthur Francis, seperti diceritakan kepada Monika Erika