Istilah bekerja di rumah dilontarkan pertama kali oleh Jack Nilles asal Amerika, pada tahun 1973. Pengalamannya membangun sistem komunikasi untuk US Air Force dan NASA memberinya ide tentang telecommuting atau bekerja dari rumah. Artinya, Anda masih terikat pada sebuah perusahaan, tetapi bisa bekerja dari rumah tanpa wajib pergi ke kantor setiap hari. Anda tetap bisa terhubung dengan perusahaan dan rekan kerja lainnya lewat jaringan internet.
Sistem ini sangat memberikan keleluasaan bagi Anda untuk memilih tempat dan waktu bekerja; bisa saja di suatu saat Anda ingin 'nongkrong' di kafe yang nyaman dan memiliki fasilitas free Wi Fi. Hanya saja, setidaknya Anda harus pergi ke kantor minimal sekali dalam seminggu secara teratur, misalnya untuk mengikuti rapat perencanaan, koordinasi, atau evaluasi. Tergantung pada kebutuhan dan kesepakatan dengan perusahaan tempat Anda bekerha.
Polling yang pernah dilakukan oleh kantor berita Reuter menyebut, 1 dari 5 orang di seluruh dunia bekerja dari rumah. Terutama karyawan di Timur Asia, sebesar 10% karyawan bekerja di rumah setiap harinya. Tahun 2012, di Amerika, diperkirakan lebih dari 50 juta pekerja (40% dari populasi pekerja) dapat bekerja dari rumah. Reuter memprediksi, telecommuting akan menjadi tren di masyarakat dunia di masa mendatang, termasuk di Indonesia.
Namun, telecommuting ini juga ada plus-minusnya. Telecommuting dapat menguntungkan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan. Hidden cost perusahaan dalam bentuk stres bekerja dan tingginya angka absensi karyawan akibat kemacetan dapat dikurangi. Tetapi untuk menjalankan sistem ini diperkukan kerjasama yang baik antara kedua belah pihak. Perusahaan perlu memberikan fasilitas mobile gadget dan jaringan internet khusus agar dapat tetap terhubung dengan karyawan. Jika kedua fasilitas ini terganggu, tentu dapat mengurangi produktivitas karyawan. Di sisi lain, dibutuhkan pula mental karyawan yang bertanggung jawab, disiplin, loyal, dan dapat dipercaya.
Sistem ini sangat memberikan keleluasaan bagi Anda untuk memilih tempat dan waktu bekerja; bisa saja di suatu saat Anda ingin 'nongkrong' di kafe yang nyaman dan memiliki fasilitas free Wi Fi. Hanya saja, setidaknya Anda harus pergi ke kantor minimal sekali dalam seminggu secara teratur, misalnya untuk mengikuti rapat perencanaan, koordinasi, atau evaluasi. Tergantung pada kebutuhan dan kesepakatan dengan perusahaan tempat Anda bekerha.
Polling yang pernah dilakukan oleh kantor berita Reuter menyebut, 1 dari 5 orang di seluruh dunia bekerja dari rumah. Terutama karyawan di Timur Asia, sebesar 10% karyawan bekerja di rumah setiap harinya. Tahun 2012, di Amerika, diperkirakan lebih dari 50 juta pekerja (40% dari populasi pekerja) dapat bekerja dari rumah. Reuter memprediksi, telecommuting akan menjadi tren di masyarakat dunia di masa mendatang, termasuk di Indonesia.
Namun, telecommuting ini juga ada plus-minusnya. Telecommuting dapat menguntungkan kedua belah pihak, baik perusahaan maupun karyawan. Hidden cost perusahaan dalam bentuk stres bekerja dan tingginya angka absensi karyawan akibat kemacetan dapat dikurangi. Tetapi untuk menjalankan sistem ini diperkukan kerjasama yang baik antara kedua belah pihak. Perusahaan perlu memberikan fasilitas mobile gadget dan jaringan internet khusus agar dapat tetap terhubung dengan karyawan. Jika kedua fasilitas ini terganggu, tentu dapat mengurangi produktivitas karyawan. Di sisi lain, dibutuhkan pula mental karyawan yang bertanggung jawab, disiplin, loyal, dan dapat dipercaya.
IR