Kate Grussing (42), pemilik perusahaan pencari tenaga kerja di London, Inggris, dalam suatu wawancara mengungkapkan, pertanyaan pertama yang biasa dilontarkan klien pria ketika ditawari pekerjaan adalah, ‘Berapa gajinya?’ atau ‘jabatannya apa?’ Sebaliknya klien wanita mengajukan pertanyaan, ‘Di mana lokasi kantor?’ Dari situ Grussing menyimpulkan, wanita selalu mengira-ngira, apakah dengan bekerja mereka masih sempat menjalani aktivitas lain, selaku istri dan ibu.
Grussing, ibu empat anak, memahami benar perasaan mereka. Dia sendiri, ketika berada di jajaran tertinggi di JP Morgans di London, merasa ‘beruntung’ kalau bisa mengantar anaknya ke sekolah sekali seminggu saja. Dan, dia menyesal karena jarang bisa menemani anak-anaknya membuat pe-er pada hari-hari kerja. Tak jauh berbeda dari Dian, ia mencoba mencari keseimbangan yang lebih baik dengan meninggalkan JP Morgans pada tahun 2004. Yang artinya, untuk pertama kalinya dia berhenti bekerja di kantor setelah 18 tahun lamanya bekerja tanpa jeda.
Tak sampai setahun kemudian, dia mendirikan Sapphire Partners, perusahaan rekrutmen dengan suatu keunikan: mempertemukan para wanita profesional yang mencari posisi fleksibel dengan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga mereka.
Ia mempunyai database klien 400 eksekutif dengan latar belakang kuat di berbagai bidang, dari marketing sampai sumber daya manusia dan jasa finansial. Grussing beruntung, karena klien korporatnya mengetahui, bahwa wanita senior yang berpengalaman tertarik pada perusahaan yang menawari mereka pekerjaan yang fleksibel, yang memberi mereka lebih banyak kendali atas waktu mereka.
“Wanita masa kini butuh jadwal yang memberi mereka keleluasaan untuk menyeimbangkan kehidupan profesional dan pribadi,” kata Aude Zieseniss de Thuin, Presiden dan pendiri Women’s Forum untuk Ekonomi dan Masyarakat di Paris. “Menurutku bisnis harus berubah dan menyesuaikan diri bila ingin mempekerjakan wanita profesional yang terbaik.”
Grussing, seorang master di bidang Business Administration, semula bekerja di perusahaan konsultan di negaranya, Amerika Serikat, lalu bergabung dengan JP Morgans di London tahun 1933. Pada akhir masa kerjanya ia menjabat sebagai kepala operasional di bisnis ekuiti bank ini untuk Eropa. Pengumuman pada tahun 2004 bahwa JP Morgans akan bergabung dengan Bank One membuat Grussing berada di simpang jalan: apakah akan mengerahkan seluruh waktu, tenaga, dan pikirannya agar merger ini sukses, atau berhenti bekerja.
Dengan empat anak di bawah 11 tahun dan suami yang tak kalah sibuknya berkarier, kepentingan keluarga menang. Grussing memutuskan untuk keluar pada musim panas 2004, dan, untuk pertama kalinya, bebas melakukan ‘tugas sekolah’. Saat menunggu anaknya pulang di gerbang sekolah, muncul ide mendirikan Sapphire.
“Aku kenal begitu banyak wanita berbakat yang selama ini bekerja penuh tapi kini ingin bekerja dengan cara lain demi anak-anak mereka,” katanya. Di sisi lain, ia pun yakin, ada banyak perusahaan yang mencari sesuatu yang berbeda di antara para karyawannya. “Bekerja fleksibel bisa saja berarti macam-macam, dari bekerja per proyek sampai bekerja paruh waktu. Apa saja, asal bukan bekerja penuh,” ujarnya.
Kalau saja di Indonesia ada perusahaan pencari tenaga kerja yang sepaham dengan Sapphire, mungkin wanita-wanita seperti Dian di awal tulisan ini bisa dengan mudah menemukan kerja fleksibel juga. Kerja, yang memberinya lebih banyak kendali waktu, tanpa perlu kehilangan pemasukan dan melepaskan cintanya pada bidang kerjanya!
Grussing, ibu empat anak, memahami benar perasaan mereka. Dia sendiri, ketika berada di jajaran tertinggi di JP Morgans di London, merasa ‘beruntung’ kalau bisa mengantar anaknya ke sekolah sekali seminggu saja. Dan, dia menyesal karena jarang bisa menemani anak-anaknya membuat pe-er pada hari-hari kerja. Tak jauh berbeda dari Dian, ia mencoba mencari keseimbangan yang lebih baik dengan meninggalkan JP Morgans pada tahun 2004. Yang artinya, untuk pertama kalinya dia berhenti bekerja di kantor setelah 18 tahun lamanya bekerja tanpa jeda.
Tak sampai setahun kemudian, dia mendirikan Sapphire Partners, perusahaan rekrutmen dengan suatu keunikan: mempertemukan para wanita profesional yang mencari posisi fleksibel dengan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga mereka.
Ia mempunyai database klien 400 eksekutif dengan latar belakang kuat di berbagai bidang, dari marketing sampai sumber daya manusia dan jasa finansial. Grussing beruntung, karena klien korporatnya mengetahui, bahwa wanita senior yang berpengalaman tertarik pada perusahaan yang menawari mereka pekerjaan yang fleksibel, yang memberi mereka lebih banyak kendali atas waktu mereka.
“Wanita masa kini butuh jadwal yang memberi mereka keleluasaan untuk menyeimbangkan kehidupan profesional dan pribadi,” kata Aude Zieseniss de Thuin, Presiden dan pendiri Women’s Forum untuk Ekonomi dan Masyarakat di Paris. “Menurutku bisnis harus berubah dan menyesuaikan diri bila ingin mempekerjakan wanita profesional yang terbaik.”
Grussing, seorang master di bidang Business Administration, semula bekerja di perusahaan konsultan di negaranya, Amerika Serikat, lalu bergabung dengan JP Morgans di London tahun 1933. Pada akhir masa kerjanya ia menjabat sebagai kepala operasional di bisnis ekuiti bank ini untuk Eropa. Pengumuman pada tahun 2004 bahwa JP Morgans akan bergabung dengan Bank One membuat Grussing berada di simpang jalan: apakah akan mengerahkan seluruh waktu, tenaga, dan pikirannya agar merger ini sukses, atau berhenti bekerja.
Dengan empat anak di bawah 11 tahun dan suami yang tak kalah sibuknya berkarier, kepentingan keluarga menang. Grussing memutuskan untuk keluar pada musim panas 2004, dan, untuk pertama kalinya, bebas melakukan ‘tugas sekolah’. Saat menunggu anaknya pulang di gerbang sekolah, muncul ide mendirikan Sapphire.
“Aku kenal begitu banyak wanita berbakat yang selama ini bekerja penuh tapi kini ingin bekerja dengan cara lain demi anak-anak mereka,” katanya. Di sisi lain, ia pun yakin, ada banyak perusahaan yang mencari sesuatu yang berbeda di antara para karyawannya. “Bekerja fleksibel bisa saja berarti macam-macam, dari bekerja per proyek sampai bekerja paruh waktu. Apa saja, asal bukan bekerja penuh,” ujarnya.
Kalau saja di Indonesia ada perusahaan pencari tenaga kerja yang sepaham dengan Sapphire, mungkin wanita-wanita seperti Dian di awal tulisan ini bisa dengan mudah menemukan kerja fleksibel juga. Kerja, yang memberinya lebih banyak kendali waktu, tanpa perlu kehilangan pemasukan dan melepaskan cintanya pada bidang kerjanya!