Dulu, ketika saya baru masuk kerja, teman pertama saya di kantor adalah seorang sekretaris. Ia sekretaris atasan langsung saya. Saya amat mengagumi kerapian dan sikap profesionalismenya. Ia rajin, tak pernah terlambat, kecuali ada keperluan penting. Katanya, seorang sekretaris tak pantas datang lebih siang dari bosnya. Mejanya selalu rapi. Katanya lagi, kalau meja sekretaris berantakan, bagaimana dia bisa membuat catatan yang baik untuk Sang Atasan.
Tutur katanya juga selalu manis. Walaupun sedang kesal ia selalu menjawab telepon untuk Boss dengan sopan. Saya yang cenderung ‘berantakan’, dan terkadang tak bisa menyembunyikan perasaan kesal, belajar banyak darinya.
Dengan berlalunya waktu, setelah beberapa tahun bekerja, saya pun mendapat promosi. Sebagai manajer senior, saya berhak juga punya seorang sekretaris. Ternyata banyak pelajaran bisa saya tarik dari hubungan atasan dan sekretaris, yang saya jalin dengan berganti sekretaris beberapa kali.