Jika Anda bekerja dalam sebuah perusahaan, apa pun tingkat jabatannya, Anda pasti terikat oleh sekumpulan aturan yang terangkum dalam peraturan perusahaan. Namun secara umum, negara juga telah mengatur seluruh pekerja dan perusahaan di Indonesia. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mencantumkan 193 pasal terkait hal tersebut.
Imam Hadi Wibowo, praktisi hukum dari Kantor Hukum Wibowo & Rekan menyatakan Undang-undang berlaku makro minimal, berarti fungsinya seperti payung yang melindungi semua yang ada di bawahnya. Sementara peraturan perusahaan sifatnya mikro kondisional yaitu berlaku untuk spesifik perusahaan itu saja. “Peraturan perusahaan boleh dibuat berbeda dengan UU dan ditujukan secara spesifik untuk suatu perusahaan tetapi tidak boleh bertentangan dan kurang dari yang diberikan UU,” ujar Imam.
Dalam pasal 111 UU Nomor 13 tahun 2003 disebutkan peraturan perusahaan memuat hak dan kewajiban pengusaha, pekerja/buruh, syarat kerja, tata tertib perusahaan dan jangka waktu berlakunya peraturan tersebut. Peraturan perusahaan ini berlaku paling lama dua tahun dan wajib diperbaharui setelah masa berlakunya habis. Jika setelah diperbaharui ada perubahan, maka pemberi kerja wajib memberitahukannya kepada para pekerja.
Arnoldus Vigara,Human Capital Department Head PT. Serasi Autoraya menyatakan semua kebijakan perusahaan harus disosialisasikan dengan efektif untuk memastikan semua pihak paham, cara sosialisasinya adalah melalui serikat pekerja yang memiliki perwakilan di tiap wilayah perusahaan. Perusahaan tempatnya bekerja, setiap karyawan mendapatkan buku saku yang berisi perjanjian kerja bersama. Jika masa berlaku peraturan perusahaan telah habis dan diperbaharui, perusahaan wajib menyebarkan informasi perubahan tersebut melalui buku saku untuk semua karyawan dan sosialisasi aktif oleh serikat pekerja di masing-masing wilayah.
Sebetulnya, mengetahui peraturan perusahaan saja sudah cukup untuk para pekerja. Begitu ujar Tuti Indrawati, MPsi, Direktur Operasional Iradat Konsultan. “Tetapi karyawan juga harus aktif mencari tahu tentang peraturan perusahaannya seperti tata cara klaim asuransi,” kata Tuti. Ini bertujuan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Departemen Sumber Daya Manusia pun dapat membuat suatu sistem yang dapat memudahkan para karyawan. Vigara mencontohkan hak-hak karyawan di perusahaan tempatnya bekerja dikelola menggunakan sistem online. “Misalnya untuk tunjangan-tunjangan, jaminan dan terkait pembebasan dari kewajiban bekerja seperti cuti tahunan, cuti besar dan cuti melahirkan,” ujarnya. Dengan begitu setiap karyawan dapat mengecek secara mandiri berapa sisa cuti, berapa sisa biasa jaminan kesehatan rawat jalan, klaim rawat jalan, dan cetak slip gaji yang berisi gaji pokok dan tunjangan lainnya. Tentunya sangat memudahkan karyawan untuk mendapatkan informasi detail mengenai hak-haknya.
Jika suatu saat Anda menemukan peraturan perusahaan Anda tidak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, Tuti menyarankan untuk tidak terburu-buru ‘mengadu’ ke bagian departemen sumber daya manusia. “Dalam organisasi, departemen SDM berperan sebagai pendukung kerja untuk menyusun kebijakan dan aturan sehubungan dengan sumber daya manusia”. Saat berhadapan dengan masalah, tanyakan dulu kepada atasan Anda karena mereka sebagai manajer memiliki fungsi untuk mengerti tentang peraturan perusahaan dan memiliki ketrampilan mengelola SDM.
Apa yang terjadi jika hak yang seharusnya Anda dapatkan terlewat begitu saja karena Anda tidak mengetahuinya? Mengenai hal itu, Imam menyatakan hukum memiliki asas fiksi hukum yaitu asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu. Jadi jika Anda baru melihat UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan menemukan ada hak yang seharusnya Anda miliki tetapi tidak Anda dapatkan, Anda dianggap sudah tahu tetapi tidak mengambil hak tersebut.
Imam Hadi Wibowo, praktisi hukum dari Kantor Hukum Wibowo & Rekan menyatakan Undang-undang berlaku makro minimal, berarti fungsinya seperti payung yang melindungi semua yang ada di bawahnya. Sementara peraturan perusahaan sifatnya mikro kondisional yaitu berlaku untuk spesifik perusahaan itu saja. “Peraturan perusahaan boleh dibuat berbeda dengan UU dan ditujukan secara spesifik untuk suatu perusahaan tetapi tidak boleh bertentangan dan kurang dari yang diberikan UU,” ujar Imam.
Dalam pasal 111 UU Nomor 13 tahun 2003 disebutkan peraturan perusahaan memuat hak dan kewajiban pengusaha, pekerja/buruh, syarat kerja, tata tertib perusahaan dan jangka waktu berlakunya peraturan tersebut. Peraturan perusahaan ini berlaku paling lama dua tahun dan wajib diperbaharui setelah masa berlakunya habis. Jika setelah diperbaharui ada perubahan, maka pemberi kerja wajib memberitahukannya kepada para pekerja.
Arnoldus Vigara,Human Capital Department Head PT. Serasi Autoraya menyatakan semua kebijakan perusahaan harus disosialisasikan dengan efektif untuk memastikan semua pihak paham, cara sosialisasinya adalah melalui serikat pekerja yang memiliki perwakilan di tiap wilayah perusahaan. Perusahaan tempatnya bekerja, setiap karyawan mendapatkan buku saku yang berisi perjanjian kerja bersama. Jika masa berlaku peraturan perusahaan telah habis dan diperbaharui, perusahaan wajib menyebarkan informasi perubahan tersebut melalui buku saku untuk semua karyawan dan sosialisasi aktif oleh serikat pekerja di masing-masing wilayah.
Sebetulnya, mengetahui peraturan perusahaan saja sudah cukup untuk para pekerja. Begitu ujar Tuti Indrawati, MPsi, Direktur Operasional Iradat Konsultan. “Tetapi karyawan juga harus aktif mencari tahu tentang peraturan perusahaannya seperti tata cara klaim asuransi,” kata Tuti. Ini bertujuan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Departemen Sumber Daya Manusia pun dapat membuat suatu sistem yang dapat memudahkan para karyawan. Vigara mencontohkan hak-hak karyawan di perusahaan tempatnya bekerja dikelola menggunakan sistem online. “Misalnya untuk tunjangan-tunjangan, jaminan dan terkait pembebasan dari kewajiban bekerja seperti cuti tahunan, cuti besar dan cuti melahirkan,” ujarnya. Dengan begitu setiap karyawan dapat mengecek secara mandiri berapa sisa cuti, berapa sisa biasa jaminan kesehatan rawat jalan, klaim rawat jalan, dan cetak slip gaji yang berisi gaji pokok dan tunjangan lainnya. Tentunya sangat memudahkan karyawan untuk mendapatkan informasi detail mengenai hak-haknya.
Jika suatu saat Anda menemukan peraturan perusahaan Anda tidak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, Tuti menyarankan untuk tidak terburu-buru ‘mengadu’ ke bagian departemen sumber daya manusia. “Dalam organisasi, departemen SDM berperan sebagai pendukung kerja untuk menyusun kebijakan dan aturan sehubungan dengan sumber daya manusia”. Saat berhadapan dengan masalah, tanyakan dulu kepada atasan Anda karena mereka sebagai manajer memiliki fungsi untuk mengerti tentang peraturan perusahaan dan memiliki ketrampilan mengelola SDM.
Apa yang terjadi jika hak yang seharusnya Anda dapatkan terlewat begitu saja karena Anda tidak mengetahuinya? Mengenai hal itu, Imam menyatakan hukum memiliki asas fiksi hukum yaitu asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu. Jadi jika Anda baru melihat UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan menemukan ada hak yang seharusnya Anda miliki tetapi tidak Anda dapatkan, Anda dianggap sudah tahu tetapi tidak mengambil hak tersebut.
NTF