JK Rowling, Albert Einstein, Steven Spielberg, Michael Jordan, dan Meryl Streep adalah orang-orang sukses dengan kepribadian yang introver. Mereka bukannya orang-orang yang tidak punya 'panggung'. Susan Chain, penulis buku Quiet, The Power of Introverts in a World That Can't Stop Talking menyebut orang introver sebagai orang yang berpikir mendalam dan pemikir yang kreatif. Meski IQ orang introver tidak bisa dibandingkan dengan orang yang ekstrover, mereka selalu memiliki nilai yang lebih tinggi. Dunia ini membutuhkan orang introver untuk mengembangkan banyak bidang.
"Secara awam orang menilai orang introver sebagai orang yang pemalu, memiliki interpersonal relationship dan kemampuan komunikasi yang kurang," ujar Yoserina Muharmi, Psi, Konsultan Human Resource di beberapa perusahaan. Padahal introver tidak berarti pemalu. Menurut Ina, panggilan akrab Yoserina, mereka hanya perlu cara yang berbeda untuk menjadi kreatif.
Peluang karier bagi orang introver sebetulnya sama saja dengan orang ekstrover, demikian Ina berujar. Harvey Coleman, Management Concultant dan penulis buku Empowering Yourself, The Organizational Game Revelaed menyebut bahwa kesuksesan karier seseorang ditentukan oleh 10% performance (kinerja), 30% image atau kesan di mata atasan, dan 60% exposure atau sejauh mana orang mengenal dia (ketenaran). "Padahal justru exposure itu yang menjadi kelemahan orang introver. Mereka seringkali tidak populer meski pandai dan pemikir yang ulung. Untuk menghindari hal itu, banyak perusahaan melakukan penilaian atau appraisal ketika seseorang akan memperoleh promosi jabatan," ujar Ina.
Bagaimana agar si introver ini tidak terlibas? Apakah mereka harus pura-pura menjadi ekstrover? "Manusia adalah makhluk sosial yang punya banyak 'topeng' untuk berperan sesuai tuntutan lingkungan. Orang introver bisa saja pura-pura ekstrover, tapi lambat laun akan muncul juga aslinya," ujar Ina.
Menurutnya, orang introver perlu belajar mengelola rasa tidak nyamannya saat berbicara di depan banyak orang. Selain itu juga perlu mengembangkan keahlian komunikasi verbal seperti public speaking, termasuk membaca body language seseorang. "Intinya mereka perlu menambah keahlian sesuai tuntutan tugas," imbuh Ina.
Riset menyebut bahwa kedua kepribadian itu -ekstrover dan introver- memang berbeda. Dari penelitian pula ditemukan adanya perbedaan aktivitas otak, sistem saraf, dan gen pada kedua jenis kepribadian tersebut. Namun bukan berarti kepribadian seseorang sifatnya menetap. Orang yang introver juga bisa berubah sementara, menurut Prof. Brian Little, psikolog dan ahli ekologi sosial di Universitas Cambridge, Inggris. Perubahan sementara itu terjadi ketika seseorang ingin mencapai sesuatu yang penting. Little mencontohkan bahwa dirinya adalah seorang introver, tetapi dia juga seorang public speaker. Sebagai pengajar, ia selalu berinteraksi dengan banyak orang. Diakuinya ini sangat menguras pikiran dan tenaganya, tatapi ia harus melakukannya karena sebagai pengajar, ia harus mengerti jalan pikiran para mahasiswanya. "Kalau perubahan total mungkin tidak bisa. Karena ekstrover dan introver berada pada dua kutub yang berbeda. Yang paling mungkin adalah bergeser, sebagai usaha untuk menyeimbangkan," Ira menjelaskan.
"Secara awam orang menilai orang introver sebagai orang yang pemalu, memiliki interpersonal relationship dan kemampuan komunikasi yang kurang," ujar Yoserina Muharmi, Psi, Konsultan Human Resource di beberapa perusahaan. Padahal introver tidak berarti pemalu. Menurut Ina, panggilan akrab Yoserina, mereka hanya perlu cara yang berbeda untuk menjadi kreatif.
Peluang karier bagi orang introver sebetulnya sama saja dengan orang ekstrover, demikian Ina berujar. Harvey Coleman, Management Concultant dan penulis buku Empowering Yourself, The Organizational Game Revelaed menyebut bahwa kesuksesan karier seseorang ditentukan oleh 10% performance (kinerja), 30% image atau kesan di mata atasan, dan 60% exposure atau sejauh mana orang mengenal dia (ketenaran). "Padahal justru exposure itu yang menjadi kelemahan orang introver. Mereka seringkali tidak populer meski pandai dan pemikir yang ulung. Untuk menghindari hal itu, banyak perusahaan melakukan penilaian atau appraisal ketika seseorang akan memperoleh promosi jabatan," ujar Ina.
Bagaimana agar si introver ini tidak terlibas? Apakah mereka harus pura-pura menjadi ekstrover? "Manusia adalah makhluk sosial yang punya banyak 'topeng' untuk berperan sesuai tuntutan lingkungan. Orang introver bisa saja pura-pura ekstrover, tapi lambat laun akan muncul juga aslinya," ujar Ina.
Menurutnya, orang introver perlu belajar mengelola rasa tidak nyamannya saat berbicara di depan banyak orang. Selain itu juga perlu mengembangkan keahlian komunikasi verbal seperti public speaking, termasuk membaca body language seseorang. "Intinya mereka perlu menambah keahlian sesuai tuntutan tugas," imbuh Ina.
Riset menyebut bahwa kedua kepribadian itu -ekstrover dan introver- memang berbeda. Dari penelitian pula ditemukan adanya perbedaan aktivitas otak, sistem saraf, dan gen pada kedua jenis kepribadian tersebut. Namun bukan berarti kepribadian seseorang sifatnya menetap. Orang yang introver juga bisa berubah sementara, menurut Prof. Brian Little, psikolog dan ahli ekologi sosial di Universitas Cambridge, Inggris. Perubahan sementara itu terjadi ketika seseorang ingin mencapai sesuatu yang penting. Little mencontohkan bahwa dirinya adalah seorang introver, tetapi dia juga seorang public speaker. Sebagai pengajar, ia selalu berinteraksi dengan banyak orang. Diakuinya ini sangat menguras pikiran dan tenaganya, tatapi ia harus melakukannya karena sebagai pengajar, ia harus mengerti jalan pikiran para mahasiswanya. "Kalau perubahan total mungkin tidak bisa. Karena ekstrover dan introver berada pada dua kutub yang berbeda. Yang paling mungkin adalah bergeser, sebagai usaha untuk menyeimbangkan," Ira menjelaskan.
Immanuella Rachmani