Pendidikan makin tinggi akan dihargai lebih mahal oleh industri. Tetapi setelah menyandang gelar S3, Anda justru meninggalkan industri dan menjadi konsultan. Apa alasannya?
Alasan saya mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional. Pada 2005, ketika kembali ke Tanah Air setelah menyelesaikan sekolah, saya berada di persimpangan jalan; kembali ke industri atau beralih ke institusi pendidikan. Saya berpikir jika saya bekerja di satu perusahaan maka ilmu saya hanya dapat saya bagi ke teman-teman di satu perusahaan saja. Tetapi jika saya berada di institusi pendidikan, ilmu saya bisa saya bagi ke lebih banyak orang.
Alasan kedua adalah keluarga. Selama saya menuntut ilmu lima tahun di Australia, suami saya, Cahya Maulana, menghentikan kariernya di sini dan ikut pindah bersama saya dan anak-anak. Saya merasa ini waktunya suami saya kembali berfokus pada kariernya agar saya bisa punya lebih banyak waktu untuk anak-anak.
Di akhir 2006, saya bergabung dengan Universitas Bina Nusantara sebagai pengajar. Saya lebih nyaman dengan pekerjaan ini karena saya bisa bekerja tiga hari saja dalam satu minggu. Saya mengajar sambil menyelesaikan buku pertama saya Consumer Insights via Etnography. Pressure untuk mendirikan consulting firm justru datang setelah buku tersebut terbit. Saya menyadari saya tidak bisa setengah-setengah. Saya tidak bisa menulis bagusnya ethnography marketing lalu tidak menyediakan servis apa-
apa. Kalau ada yang perlu bantuan, mereka harus ke mana?
Langsung mantap dengan keputusan menjadi konsultan?
Tentu ada keraguan. Selama ini saya orang gajian. Kakak saya yang membuat saya yakin. Ia mengatakan, it’s now or never, jangan konsultasi terus tetapi tidak melakukannya. Saya pilih now. Ini kan bisnis servis, saya tidak perlu modal begitu besar seperti harus membangun pabrik. Pada 2009, saya mendirikan Etnomark, yang bergerak dalam bidang brand consulting dan etnografi.
Modal apa yang Anda perlukan untuk beralih karier?
Modal utama saya, networking. Saat bekerja di industri, saya bertemu dengan banyak orang di berbagai bidang dan kalangan. Jaringan ini terus meluas ke dunia akademis saat saya menjadi pengajar.
Apakah karier kedua ini mengubah pola kerja Anda?
I can manage my own time. Dalam satu minggu saya minta saya hanya satu kali mengajar di waktu malam. Begitu juga dengan pekerjaan sebagai konsultan. Bila saya merasa load pekerjaan terlalu berat, saya akan mengusulkan agar proyek diundur. Ini juga saya lakukan agar tim mengerjakannya secara maksimal. Karena jika hanya berbicara tentang kesempatan, itu semua bisa dicari. Saya bahkan bisa membayar orang untuk mencari kesempatan. Tetapi, apa hasilnya? Pekerjaan akan menjadi bos kita. Padahal bukan itu tujuan saya bekerja.
[Intip rahasia tingkatkan keberuntungan karier secara ilmiah]
Nofi Firman
Foto: Irvan Arryawan
Pengarah Gaya: Erin Metasari