Ketika memutuskan untuk pensiun dini dari kursi pegawai negeri, Riana sempat bingung. Awalnya, dokter gigi yang sempat menjabat sebagai manajer pengembangan pelayanan di sebuah rumah sakit umum di Surabaya ini, ingin berhenti bekerja agar bisa berkumpul bersama keluarga di Jakarta. Namun, karena sudah terbiasa bekerja, ia ingin tetap mengisi masa pensiun dengan sesuatu yang produktif. “Saat itu saya tertarik sekali. Passion saya memang di bidang kesehatan dan di pekerjaan sebelumnya, saya juga cukup paham dengan operasional apotek,” ujar wanita yang kemudian memutuskan untuk membeli franchise apotek K-24. “Dari hasil survei ke beberapa apotek, saya lihat franchise ini punya ciri khas yang kuat, track record yang baik dan jaringannya pun tersebar di seluruh Indonesia,” tambahnya.
Pilihan Riana mengambil bisnis franchise terbukti tepat. Ia tidak perlu melakukan ‘trial and error’ memulai ide bisnis baru yang belum terjamin keberhasilannya. “Bisnis waralaba ini cocok bagi pebisnis pemula, yang tidak mau repot mengurus segala kelengkapan usaha. Dengan membeli franchise, Anda tidak memulai bisnis dari nol. Selain brand-nya sudah dikenal, Anda juga akan diberikan panduan sistem operasional, training manajemen dan SDM, dan pendampingan sampai balik modal atau kontrak berakhir. Intinya, Anda tinggal menjalankan saja,” papar Anang Sukandar, ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI).
Dalam beberapa tahun terakhir, bisnis waralaba terus meningkat dan makin beragam. Mulai dari jajanan kuliner pinggir jalan, bisnis resto, salon, sekolah, laundry, hingga minimarket. Ditambah lagi, kata Anang, seiring dengan era globalisasi, makin banyak para pebisnis franchise dari luar negeri yang berminat menanamkan investasi di Indonesia. Di antara sekian banyak jenis bisnis waralaba yang ada, Anang melihat peluang bisnis kuliner menjadi primadonanya dan diminati oleh wanita.
Selain bisnis kuliner, pilihan bisnis lain yang juga layak dicoba adalah bisnis pendidikan anak. Kedua bisnis ini termasuk yang tidak ada matinya karena pasti dibutuhkan dan sangat dekat dengan dunia wanita, terutama ibu. Salah satu contohnya adalah Novita Tanry, pemegang master franchise playgroup asal Inggris, Tumble Tots Indonesia, yang telah sukses mengembangkan bisnis waralaba ini selama lebih dari 21 tahun. Dari sekitar 44 cabang sekolah yang dimilikinya, sebagian besar dikelola oleh wanita.
Namun, demi menjaga kualitas usahanya, Novita mengaku cukup selektif memilih calon partner yang akan membeli franchise-nya. “Berbisnis di bidang pendidikan bukan hanya mengejar keuntungan saja. Saya membuka sekolah ini dengan cinta, jadi saya ingin mereka yang terjun di bisnis ini juga dilandasi dengan passion,” kata ibu 2 anak yang sejak 4 tahun lalu membuka Leaps and Bounds (second line franchise playgroup dari Tumble Tots yang dikhususkan untuk pasar daerah) dan membuka franchise taman kanak-kanak sendiri dengan nama, Right Step dan Right Star Indonesia.
Meskipun setiap bisnis waralaba menjanjikan keuntungan, namun seperti halnya bisnis umumnya, kita tetap harus siap mengambil risiko, termasuk menghadapi kegagalan usaha. “Risiko kegagalan menjalankan suatu bisnis franchise memang dapat diperkecil, walaupun tetap ada. Untuk itu sebelumnya perlu memilih franchise dengan cermat,” kata Anang yang juga sering diminta sebagai advisor bagi mereka yang ingin membeli franchise maupun para franchisor dari luar negeri yang ingin masuk ke Indonesia.
Menurut Anang, sebelum memutuskan untuk membeli suatu franchise, kita perlu memahami dulu konsep bisnisnya. Pada dasarnya, franchise adalah konsep marketing dan strategi perluasan bisnis. “Perlu diteliti apakah bisnis yang Anda akan ambil berupa franchise, lisensi, atau masih bersifat business opportunity (BO),” ujar Anang.
Pada sistem franchise, umumnya bisnis yang dilakukan sudah teruji waktu dan terbukti menguntungkan, Mereknya pun sudah memiliki hak cipta dan franchisor akan membagi rahasia sukses bisnisnya kepada pembeli franchise. Sementara pada sistem lisensi, yang diberikan kepada franchisee, hanyalah hak cipta mereknya saja, tidak termasuk sistem operasional bisnisnya. Dan pada BO, biasanya sistem yang diberikan baru berjalan kurang dari 5 tahun dan keberhasilannya perlu dibuktikan oleh waktu karena masih bersifat peluang bisnis.
Manapun yang Anda pilih, luangkan waktu untuk bertanya pada mereka yang telah menjalaninya. Seperti pada Riana yang merasakan betul nikmatnya mengelola bisnis waralaba sendiri. Ia senang masih bisa berbagi ilmu dan menjadi tempat curhat bagi para stafnya. “Yang jelas, selain saya merasa tetap produktif, sekarang waktu kerja saya lebih fleksibel. Saya bisa berolahraga lebih teratur dan bertemu teman-teman lebih leluasa. Bahkan banyak teman yang bilang, saya terlihat lebih fresh setelah pensiun,” ungkap Riana sambil tersenyum.
Pilihan Riana mengambil bisnis franchise terbukti tepat. Ia tidak perlu melakukan ‘trial and error’ memulai ide bisnis baru yang belum terjamin keberhasilannya. “Bisnis waralaba ini cocok bagi pebisnis pemula, yang tidak mau repot mengurus segala kelengkapan usaha. Dengan membeli franchise, Anda tidak memulai bisnis dari nol. Selain brand-nya sudah dikenal, Anda juga akan diberikan panduan sistem operasional, training manajemen dan SDM, dan pendampingan sampai balik modal atau kontrak berakhir. Intinya, Anda tinggal menjalankan saja,” papar Anang Sukandar, ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI).
Dalam beberapa tahun terakhir, bisnis waralaba terus meningkat dan makin beragam. Mulai dari jajanan kuliner pinggir jalan, bisnis resto, salon, sekolah, laundry, hingga minimarket. Ditambah lagi, kata Anang, seiring dengan era globalisasi, makin banyak para pebisnis franchise dari luar negeri yang berminat menanamkan investasi di Indonesia. Di antara sekian banyak jenis bisnis waralaba yang ada, Anang melihat peluang bisnis kuliner menjadi primadonanya dan diminati oleh wanita.
Selain bisnis kuliner, pilihan bisnis lain yang juga layak dicoba adalah bisnis pendidikan anak. Kedua bisnis ini termasuk yang tidak ada matinya karena pasti dibutuhkan dan sangat dekat dengan dunia wanita, terutama ibu. Salah satu contohnya adalah Novita Tanry, pemegang master franchise playgroup asal Inggris, Tumble Tots Indonesia, yang telah sukses mengembangkan bisnis waralaba ini selama lebih dari 21 tahun. Dari sekitar 44 cabang sekolah yang dimilikinya, sebagian besar dikelola oleh wanita.
Namun, demi menjaga kualitas usahanya, Novita mengaku cukup selektif memilih calon partner yang akan membeli franchise-nya. “Berbisnis di bidang pendidikan bukan hanya mengejar keuntungan saja. Saya membuka sekolah ini dengan cinta, jadi saya ingin mereka yang terjun di bisnis ini juga dilandasi dengan passion,” kata ibu 2 anak yang sejak 4 tahun lalu membuka Leaps and Bounds (second line franchise playgroup dari Tumble Tots yang dikhususkan untuk pasar daerah) dan membuka franchise taman kanak-kanak sendiri dengan nama, Right Step dan Right Star Indonesia.
Meskipun setiap bisnis waralaba menjanjikan keuntungan, namun seperti halnya bisnis umumnya, kita tetap harus siap mengambil risiko, termasuk menghadapi kegagalan usaha. “Risiko kegagalan menjalankan suatu bisnis franchise memang dapat diperkecil, walaupun tetap ada. Untuk itu sebelumnya perlu memilih franchise dengan cermat,” kata Anang yang juga sering diminta sebagai advisor bagi mereka yang ingin membeli franchise maupun para franchisor dari luar negeri yang ingin masuk ke Indonesia.
Menurut Anang, sebelum memutuskan untuk membeli suatu franchise, kita perlu memahami dulu konsep bisnisnya. Pada dasarnya, franchise adalah konsep marketing dan strategi perluasan bisnis. “Perlu diteliti apakah bisnis yang Anda akan ambil berupa franchise, lisensi, atau masih bersifat business opportunity (BO),” ujar Anang.
Pada sistem franchise, umumnya bisnis yang dilakukan sudah teruji waktu dan terbukti menguntungkan, Mereknya pun sudah memiliki hak cipta dan franchisor akan membagi rahasia sukses bisnisnya kepada pembeli franchise. Sementara pada sistem lisensi, yang diberikan kepada franchisee, hanyalah hak cipta mereknya saja, tidak termasuk sistem operasional bisnisnya. Dan pada BO, biasanya sistem yang diberikan baru berjalan kurang dari 5 tahun dan keberhasilannya perlu dibuktikan oleh waktu karena masih bersifat peluang bisnis.
Manapun yang Anda pilih, luangkan waktu untuk bertanya pada mereka yang telah menjalaninya. Seperti pada Riana yang merasakan betul nikmatnya mengelola bisnis waralaba sendiri. Ia senang masih bisa berbagi ilmu dan menjadi tempat curhat bagi para stafnya. “Yang jelas, selain saya merasa tetap produktif, sekarang waktu kerja saya lebih fleksibel. Saya bisa berolahraga lebih teratur dan bertemu teman-teman lebih leluasa. Bahkan banyak teman yang bilang, saya terlihat lebih fresh setelah pensiun,” ungkap Riana sambil tersenyum.
Shinta Kusuma