Pada 1995 silam, Heri Rusmiyati (41) tidak menduga bila 14 tahun kemudian ia akan berkarier dari korporasi internasional menjadi desainer aksesori berlabel Her Violet. Bahkan, menjadi penulis buku Membuat Sendiri Aksesori Wirework yang ia kerjakan bersama seorang temannya.
Kenapa Anda menjadi wiraswasta?
Dulu, saat perjalanan dari rumah ke kantor, saya berpikir,"Kok ritme hidup saya begini-begini terus, ya? Nine to five person." Ditambah, anak saya saat itu mulai beranjak dewasa dan saya ingin dekat dengannya. Saya lalu berpikir untuk membangun usaha berdasarkan hobi yang saya suka. Saya senang mengenakan aksesori, maka syaa putuskan untuk mencoba usaha di bidang itu.
Sebelumnya Anda bekerja di mana?
Di Mattel Indonesia sejak 1995 hingga 2002. Saya sebenarnya suka bekerja di sana, apalagi lingkungannya sangat dinamis. Tetapi, saat saya pindah rumah, perjalanan ke kantor jadi sangat jauh. Saya lalu pindah kerja sebagai staf di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Lebih senang terima gaji atau seperti sekarang?
Saya happy sekali sekarang. Selain bisa menerbitkan buku dan memiliki banyak relasi, saya juga bisa bepergian ke luar negeri sambil pamer karya. Sejak memulai bisnis ini pada 2009, saya sudah pameran ke Madrid, Hongkong, dan Namibia. Menyenangkan sekali ketika diminta pihak KBRI Namibia Angola untuk mengajar penduduk asli Namibia dan beberapa komunitas di sana.
Memulai bisnisnya bagaimana?
Prinsip saya dalam membangun bisnis ini hanyalah suka, paham, dan terjun 100%. Sewaktu masih kerja, saya mengambil cuti untuk kursus aksesori, lalu membuat aksesori untuk dipakai sendiri. Ternyata banyak teman suka, jadi saya berikan gratis untuk mereka. Setelah mereka unggah ke media sosial, responsnya positif. Membuat saya termotivasi dan kebanjiran order. Tapi karena masih berkantor, waktu mengerjakan menjadi sangat sempit. Itu sebabnya saya minta izin suami untuk membangun bisnis ini dan mengundurkan diri dari kantor. Modalnya dari tabungan dan dana pensiun. Sebelum lima tahun saya sudah BEP. Sekarang, omzet kotor saya mencapai 50 juta per bulan.
Apa tantangan terbesar Anda?
Saya menggunakan media sosial dalam berbisnis dan membuat butik di rumah. Sayangnya saya belum punya SDM untuk marketing dan promosi. Tantangan lainnya adalah membuat brand awareness.
Bagaimana perkembangan bisnis Anda sekarang?
Sudah ada 7 karyawan yang membuat aksesori di workshop. Kini saya juga menjual tas kulit dengan motif batik lawasan dan tenun. Sejak memproduksi tas, penjualan saya meningkat. Tetapi, saya masih ingin punya butik di mal supaya banyak orang yang makin mengenal karya saya.
Kenapa Anda menjadi wiraswasta?
Dulu, saat perjalanan dari rumah ke kantor, saya berpikir,"Kok ritme hidup saya begini-begini terus, ya? Nine to five person." Ditambah, anak saya saat itu mulai beranjak dewasa dan saya ingin dekat dengannya. Saya lalu berpikir untuk membangun usaha berdasarkan hobi yang saya suka. Saya senang mengenakan aksesori, maka syaa putuskan untuk mencoba usaha di bidang itu.
Sebelumnya Anda bekerja di mana?
Di Mattel Indonesia sejak 1995 hingga 2002. Saya sebenarnya suka bekerja di sana, apalagi lingkungannya sangat dinamis. Tetapi, saat saya pindah rumah, perjalanan ke kantor jadi sangat jauh. Saya lalu pindah kerja sebagai staf di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
Lebih senang terima gaji atau seperti sekarang?
Saya happy sekali sekarang. Selain bisa menerbitkan buku dan memiliki banyak relasi, saya juga bisa bepergian ke luar negeri sambil pamer karya. Sejak memulai bisnis ini pada 2009, saya sudah pameran ke Madrid, Hongkong, dan Namibia. Menyenangkan sekali ketika diminta pihak KBRI Namibia Angola untuk mengajar penduduk asli Namibia dan beberapa komunitas di sana.
Memulai bisnisnya bagaimana?
Prinsip saya dalam membangun bisnis ini hanyalah suka, paham, dan terjun 100%. Sewaktu masih kerja, saya mengambil cuti untuk kursus aksesori, lalu membuat aksesori untuk dipakai sendiri. Ternyata banyak teman suka, jadi saya berikan gratis untuk mereka. Setelah mereka unggah ke media sosial, responsnya positif. Membuat saya termotivasi dan kebanjiran order. Tapi karena masih berkantor, waktu mengerjakan menjadi sangat sempit. Itu sebabnya saya minta izin suami untuk membangun bisnis ini dan mengundurkan diri dari kantor. Modalnya dari tabungan dan dana pensiun. Sebelum lima tahun saya sudah BEP. Sekarang, omzet kotor saya mencapai 50 juta per bulan.
Apa tantangan terbesar Anda?
Saya menggunakan media sosial dalam berbisnis dan membuat butik di rumah. Sayangnya saya belum punya SDM untuk marketing dan promosi. Tantangan lainnya adalah membuat brand awareness.
Bagaimana perkembangan bisnis Anda sekarang?
Sudah ada 7 karyawan yang membuat aksesori di workshop. Kini saya juga menjual tas kulit dengan motif batik lawasan dan tenun. Sejak memproduksi tas, penjualan saya meningkat. Tetapi, saya masih ingin punya butik di mal supaya banyak orang yang makin mengenal karya saya.
Monika Erika