Germaine W. Shames, penulis fiksi dan non-fiksi, wanita Amerika tulen, juga mengalami kerugian besar karena sikap cueknya soal uang. Ia memiliki kekayaan berupa saham-saham ibu dan neneknya. Atas saran seorang personal banker, saham-saham itu ia jual dan ia menginvestasikan uangnya untuk membeli saham-saham teknologi.
Jawabannya tidak sederhana. Terlalu percaya? Terlalu lugu? Terlalu cuek? Yang jelas ia syok berat. “Teringat olehku sofa ibuku yang butut, sweater nenekku yang lusuh, perabot antik, dan perhiasan yang memungkinkan aku mendapat warisan yang besar. Sekarang semuanya hampir musnah,” katanya.
Dia lalu bertekad: “Kalaupun makan waktu sepanjang sisa hidupku, aku bersumpah akan mendapatkan uang itu kembali.” Germaine mulai mempelajari segala sesuatu tentang investasi. Dia membuka situs-situs finansial di internet dan tekun mencari peluang yang paling cocok dengan gaya investasinya. Dia juga membaca buku-buku, dari yang mendasar seperti Guide to Financial Independence karya Charles Schwab, sampai The Intelligent Investor karangan Benjamin Graham.
Dia lalu mengambil apa yang tersisa dari asetnya dan menghubungi seorang perencana keuangan. Di usia 50, Germaine menganggap dirinya sedang mengembangkan kembali ‘hadiah’ yang diperolehnya dari dua generasi wanita yang ulet. Kalau dulu meneliti buku cek atau memeriksa saldo rekening dirasanya materialistis, kini setiap Senin dia tak pernah absen menatap layar komputer yang penuh kutipan harga-harga saham.
Kalau berjalan mulus, menurut Germaine jumlah warisannya akan kembali dalam lima atau enam tahun. Berbarengan dengan itu, akan muncul rasa puas karena telah membuktikan dirinya cukup berharga untuk menerima warisan itu.
Singkat cerita, Germaine telah berubah dari wanita yang cuek soal uang menjadi wanita yang tekun berinvestasi. Pelajaran yang diterimanya adalah, kalau seseorang mendapat warisan, masukkan dulu aset itu dalam deposito atau tabungan sampai usai masa berduka. Jangan sampai suasana hati yang berduka membuat kita lengah dan terbuai bujuk rayu broker. Kita tentu tak ingin mengalami pengalaman pahit hanya karena sikap cuek soal uang. Uang memang bukan segala-galanya, tapi tanpa uang… bisakah kita bayangkan sengsaranya hidup ini?
(Tamat)
Yang kemudian terjadi, harga saham-saham teknologi itu anjlok. Karena terbiasa cuek soal keuangan, Germaine lambat menyadari kerugiannya. Beberapa saat kemudian barulah ia meneliti laporan-laporan bank yang sudah sekian lama bertumpuk di rumahnya. Dia terkejut melihat asetnya yang merosot tajam. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri: “Bagaimana mungkin aku membiarkan semua ini terjadi?”
Jawabannya tidak sederhana. Terlalu percaya? Terlalu lugu? Terlalu cuek? Yang jelas ia syok berat. “Teringat olehku sofa ibuku yang butut, sweater nenekku yang lusuh, perabot antik, dan perhiasan yang memungkinkan aku mendapat warisan yang besar. Sekarang semuanya hampir musnah,” katanya.
Dia lalu bertekad: “Kalaupun makan waktu sepanjang sisa hidupku, aku bersumpah akan mendapatkan uang itu kembali.” Germaine mulai mempelajari segala sesuatu tentang investasi. Dia membuka situs-situs finansial di internet dan tekun mencari peluang yang paling cocok dengan gaya investasinya. Dia juga membaca buku-buku, dari yang mendasar seperti Guide to Financial Independence karya Charles Schwab, sampai The Intelligent Investor karangan Benjamin Graham.
Dia lalu mengambil apa yang tersisa dari asetnya dan menghubungi seorang perencana keuangan. Di usia 50, Germaine menganggap dirinya sedang mengembangkan kembali ‘hadiah’ yang diperolehnya dari dua generasi wanita yang ulet. Kalau dulu meneliti buku cek atau memeriksa saldo rekening dirasanya materialistis, kini setiap Senin dia tak pernah absen menatap layar komputer yang penuh kutipan harga-harga saham.
Kalau berjalan mulus, menurut Germaine jumlah warisannya akan kembali dalam lima atau enam tahun. Berbarengan dengan itu, akan muncul rasa puas karena telah membuktikan dirinya cukup berharga untuk menerima warisan itu.
Singkat cerita, Germaine telah berubah dari wanita yang cuek soal uang menjadi wanita yang tekun berinvestasi. Pelajaran yang diterimanya adalah, kalau seseorang mendapat warisan, masukkan dulu aset itu dalam deposito atau tabungan sampai usai masa berduka. Jangan sampai suasana hati yang berduka membuat kita lengah dan terbuai bujuk rayu broker. Kita tentu tak ingin mengalami pengalaman pahit hanya karena sikap cuek soal uang. Uang memang bukan segala-galanya, tapi tanpa uang… bisakah kita bayangkan sengsaranya hidup ini?
(Tamat)