Banyak orang yang menjalankan bisnis wisata mengaku berawal dari hobi. Itulah yang terjadi pada Amalia Yunita --akrab dipanggil Yuni-- dan suaminya Loddy Karuna. Mereka mendirikan bisnis 'berlabel' Arus Liar, di bawah PT. Lintas Jeram Nusantara. Minatnya pada hal-hal yang ‘berbau’ petualangan serta kecintaan terhadap alam membuat Yuni meninggalkan kerja kantoran, lalu merintis wisata arung jeram.
Dalam suatu ekspedisi ke Amerika dan Afrika, Yuni melihat bahwa keindahan alam di negara lain telah dikelola dengan rapi untuk pariwisata, termasuk wisata arung jeram. Yang membuatnya bertambah kagum, pariwisata di kawasan sungai Zambesi, Zimbabwe, bisa menjadi sumber penghidupan penduduk kota kecil itu. Yuni pun bertekad membuat hal serupa di Indonesia, negara yang kaya akan keindahan alam.
Sebagai perintis, tak mudah untuk mempromosikan wisata petualangan ini. “Awalnya hanya ekspatriat yang mau melakukannya, karena orang kita masih sangat awam dengan arung jeram, dan cenderung takut. Apalagi waktu kami baru memulai, olahraga ini lebih sering diekspos dari sisi kecelakaannya,” cerita Yuni.
Dari tahun 1992, Yuni berdua suaminya pun berusaha mempopulerkan wisata arung jeram dari mulut ke mulut, termasuk mengundang media massa untuk merasakan langsung senangnya berarung jeram. Meski banyak orang yang menyangsikan keberhasilan bisnis wisata mereka, “Tapi itu justru menjadi motivasi bagi saya,” lanjut Yuni.
Ia melihat bahwa arung jeram lebih mungkin untuk dipasarkan sebagai wisata petualangan daripada olahraga menantang jenis lainnya. Untuk menjadi peserta arung jeram, tidak perlu keahlian khusus, bahkan orang yang tidak bisa berenang pun bisa menikmatinya. Nilai tambah dari wisata ini adalah dapat menumbuhkan kerjasama tim karena diperlukan kekompakan untuk mengendalikan perahu karet. Hal ini bisa dipasarkan ke berbagai korporat yang ingin meningkatkan kualitas kerjasama tim antar-karyawan.