Pada masanya, sekitar 1890-an, Jalan Tin Pan adalah kawasan yang terkenal di Kota New York. Area itu menjadi tempat bertemunya para musisi dari berbagai aliran, antara lain blues dan jazz, yang kemudian membentuk aliran musik populer di Amerika. Nuansa itu seolah hidup kembali saat ini, di Jakarta. Tidak dalam bentuk jalan, namun sebuah restoran-kafe-bar, Tin Pan Alley. Setidaknya itulah yang saya rasakan saat melangkah memasukinya.
Suasana vintage khas Amerika memang sangat dipertahankan oleh restoran ini, terasa dari pemilihan furnitur yang bergaya klasik, keramik bermotif zaman kolonial, serta pemilihan dekor interior jadul seperti motor Harley Davidson kuno. Musik yang dipilih untuk menemani pengunjung bersantap pun tak kalah vintage. Ketika saya datang, terdengar suara Al Green sedang menyanyikan Let’s Stay Together diikuti The Temptations dengan lagu andalannya My Girl. Wah…, saya serasa ada di New York di tahun keemasan Tin Pan Alley.
Meski sangat memperhatikan desain interiornya, sebuah restoran yang bagus tetap harus menyajikan makanan yang enak. Awalnya, saya agak skeptis dengan rasa makanan di sini, karena menurut lidah saya, makanan asal Negeri Paman Sam 'tidak ada rasanya', tidak seperti masakan Asia yang kaya bumbu. Seperti interiornya, menu hidangan di restoran ini juga ingin mempertahankan rasa asli Amerika, seperti burger, sandwich, dan pasta. Kendati pasta bukan makanan asli Amerika, banyaknya imigran asal Italia yang menetap di New York membuat makanan ini seolah 'ditahbiskan' menjadi makanan asli negara itu.