Saat liburan, saya mengunjungi tiga kota tua di Andalusia, yakni Malaga, Sevilla, dan Cordoba. Cordoba bisa ditempuh selama 2,5 jam dari Sevilla. Cordoba adalah pusat perdagangan dan salah satu ibu kota terpenting di Eropa pada abad ke-11. Di kota ini. konon, umat Islam, Kristen, dan Yahudi hidup saling berdampingan, saling menghormati, dan hidup damai. Banyaknya bangunan bersejarah membuat kota ini menjadi destinasi wisata yang digemari. Apaagi, sejak 1984 Cordoba ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO.
Memasuki kota ini, saya merasakan atmosfer yang anggun. Walau cuacanya agak dingin dibanding dua kota sebelumnya, area hijau yang banyak terdapat di tengah kota serta bangunan-bangunan dengan warna krem agak kecokelatan, juga kuliner yang klik banget dengan lidah saya, membuat saya jatuh hati pada Cordoba.
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah La Mesquita (The Great Mosque of Cordoba), bangunan besar mahakarya seni Islam terbesar di dunia yang konon interiornya terdiri dari hampir 1000 pilar. Letaknya di dekat sungai Guadalquifir, ini adalah simbol sejarah Cordoba. Setelah runtuhnya Islam di Cordoba pada abad ke-16, dibangunlah katedral di tengah Mezquita. Meskipun kini berbentuk gereja, orang-orang tetap menyebutnya mesjid.
Sungai Guadalquifir juga tidak boleh dilewati begitu saja. Ada Puento Romano, jembatan yang membelah sungai ini. Jembatan ini menghubungkan gerbang Puerta del Puente dengan Menara Torre de la Calahorra yang dibangun oleh kaisar Romawi bernama Agustus. Tepat di tengah jembatan terdapat altar kecil San Rafael yang menjadi simbol pelindung kota Cordoba.
Setelah puas berjalan kaki di Malaga dan Sevilla, hari kedua di Cordoba kami nikmati dengan bersepeda. Ini memang lebih nikmat dibanding berjalan kaki. Kami bisa menempuh berpuluh-puluh kilometer, yang pastinya akan memakan waktu lama jika hanya berjalan kaki. Dan nikmatnya lagi, ada jalur khusus untuk sepeda, jadi tidak perlu kuatir dengan lalu lintas. Saya jadi teringat pengalaman bersepeda di Jakarta, saya selalu was-was bersenggolan dengan angkutan umum dan sepeda motor. Di sini, dengan sepeda, kami bisa menjangkau sisi jalan raya, jalan sempit hingga area taman yang hijau. Sesekali kami mampir ke berbagai bangunan tua yang sarat dengan sejarah untuk sekadar beristirahat sambil mempelajari alur peta, atau apalagi kalau bukan untuk berfoto!
Teks & foto: Sri Hartini
Memasuki kota ini, saya merasakan atmosfer yang anggun. Walau cuacanya agak dingin dibanding dua kota sebelumnya, area hijau yang banyak terdapat di tengah kota serta bangunan-bangunan dengan warna krem agak kecokelatan, juga kuliner yang klik banget dengan lidah saya, membuat saya jatuh hati pada Cordoba.
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah La Mesquita (The Great Mosque of Cordoba), bangunan besar mahakarya seni Islam terbesar di dunia yang konon interiornya terdiri dari hampir 1000 pilar. Letaknya di dekat sungai Guadalquifir, ini adalah simbol sejarah Cordoba. Setelah runtuhnya Islam di Cordoba pada abad ke-16, dibangunlah katedral di tengah Mezquita. Meskipun kini berbentuk gereja, orang-orang tetap menyebutnya mesjid.
Sungai Guadalquifir juga tidak boleh dilewati begitu saja. Ada Puento Romano, jembatan yang membelah sungai ini. Jembatan ini menghubungkan gerbang Puerta del Puente dengan Menara Torre de la Calahorra yang dibangun oleh kaisar Romawi bernama Agustus. Tepat di tengah jembatan terdapat altar kecil San Rafael yang menjadi simbol pelindung kota Cordoba.
Setelah puas berjalan kaki di Malaga dan Sevilla, hari kedua di Cordoba kami nikmati dengan bersepeda. Ini memang lebih nikmat dibanding berjalan kaki. Kami bisa menempuh berpuluh-puluh kilometer, yang pastinya akan memakan waktu lama jika hanya berjalan kaki. Dan nikmatnya lagi, ada jalur khusus untuk sepeda, jadi tidak perlu kuatir dengan lalu lintas. Saya jadi teringat pengalaman bersepeda di Jakarta, saya selalu was-was bersenggolan dengan angkutan umum dan sepeda motor. Di sini, dengan sepeda, kami bisa menjangkau sisi jalan raya, jalan sempit hingga area taman yang hijau. Sesekali kami mampir ke berbagai bangunan tua yang sarat dengan sejarah untuk sekadar beristirahat sambil mempelajari alur peta, atau apalagi kalau bukan untuk berfoto!
Teks & foto: Sri Hartini