Setelah terbang selama hampir dua jam dari Basel, Swiss, saya dan suami tiba di kota Malaga. Ini adalah kota terbesar kedua di Andalusia. Kala itu, mentari bersinar dengan teriknya dengan temperatur 32 derajat Celcius, mirip sekali dengan Jakarta. Bulan September, memasuki musim gugur, adalah waktu yang tepat untuk berwisata ke kota ini.
Saat itu, cuaca tidak terlalu panas jika dibandingkan temperatur cuaca pada musim panas di Eropa yang bisa mencapai 38 bahkan 40 derahat Celcius! Walau tetap dibanjiri turis, atmosfer tenang saya rasakan di kota ini. Tidak seperti Barcelona yang hingar bingar dan selalu penuh dengan wisatawan.
Waktu telah menunjukkan pukul enam sore ketika kami selesai rehat sejenak di apartemen tempat kami bermalam. Tetapi hari masih terang, seperti pukul tiga sore di Jakarta. Di bulan ini, matahari terbenam oada pukul 20.
Kami mulai menyusuri jalan menuju area yang biasa dikunjungi turis. Dari jalan kecil menuju jalan raya, melewati jembatan lalu turun dan dilanjutkan dengan menyusuri gang-gang kecil hingga mentari hampir terbenam. Saya sedikit terkejut, suasana yang saya lihat di depan saya tidak lagi tenang. Tenda-tenda putih mulai berdiri, lampu-lampu mulai menyala, dan sekumpulan orang berkeliling di sepanjang jalan berkarpet merah. Orang-orang di sekitar saya tak berhenti bertepuk sebelah tangan ketika beberapa model berjalan memamerkan busana di sepanjang karpet merah. Rupanya, Malaha Fashion Week tengah digelar di sepanjang Calle Marques de Larios hingga ke Plaza de la Constitution. Beruntungnya saya, bisa menikmati fashion show secara gratis!
Hari kedua di Malaga kami nikmati dengan berjalan kaki menyusuri garis biru yang tertera di peta. Namun sebelumnya, kami berhenti dulu di Mercado Central de Atara Zanas, sebuah pasar besar yang menjual sayur, buah, daging, sea food, salami, berbagai zaitun yang tumbuh di Malaga, serta kacang-kacangan. Saya pun membeli zaitun dan kacang-kacangan sebagai camilan di perjalanan.
Cuaca pagi yang cerah dan dingin tak membuat antusiasme saya berkurang untuk menelusuri jalan kecil berliku khas kota tua Andalusia. Di jalan-jalan itulah kami banyak menjumpai jejak peninggalan arsitektur tur Moor, salah satunya Museum Picasso yang terletak di Plaza de la Merced. Ketika hari semakin siang, saya tidak tahan juga. Toko suvenir pun saya kunjungi untuk membeli topi lebar sebagai penghalang panas di kepala dan wajah. Setelah itu, perjalanan saya berlanjut. Kami berjalan ke area Catedral de la Encarnation, gereja yang pada abad ke-8 merupakan lahan berdirinya masjid utama di Malaga. Kami melewati banyak bangunan bersejarah antara lain Teatro Romano, Museo Carmentyissen, sampai akhirnya kami berada di Castillo de Gibralfaro. Kastil yang dibangun pada abad-14 ini terletak di atas Bukit Alcazaba. Dari atas bukit ini, saya bisa menikmati panorama kota Malaga dan hamparan laut Mediterania yang terlihat biru di bawah sana.
Teks & foto: Sri Hartini