Apa saja yang dilakukan warga Paris di akhir pekan? Sangat masuk akal bila mereka enggan menghampiri wilayah turis yang disesaki pengunjung mancanegara. Di negeri ini penentuan acara santai di akhir pekan sangat bergantung pada cuaca. Bila hari cerah, sudah bisa dipastikan taman menjadi destinasi. Manakala cuaca dingin atau mendung, museum dan toko buku yang menjadi pilihan.
Pagi itu saya memilih mengunjungi toko buku bekas terkenal, Shakespeare and Company. Terletak di seberang sungai Seine, berhadapan dengan gereja Notre Dame, toko buku bertingkat dua yang terbuat dari kayu itu diapit gedung beton di kiri kanannya. Didirikan tahun 1951 oleh seorang Amerika, George Whitman, awalnya toko tersebut hanya menjual buku-buku sastra berbahasa Inggris. Namun setelah dikelola oleh puterinya, Sylvia, koleksi buku yang tersedia sudah jauh lebih variatif. Yang masih dipertahankan oleh Sylvia adalah tradisi pembacaan puisi atau bedah buku pada hari minggu petang yang terbuka untuk umum dan gratis pula.
Di sana saya menemukan biografi Edith Piaff seorang penyanyi lagu rakyat Perancis yang pernah difilmkan dengan judul “La Vie en Rose”, dibintangi oleh Marion Cottilard. Buku tersebut langsung saya beli, setelah hampir separuhnya saya baca di tempat. Konon kuburan Edith Piaff banyak dikunjungi orang. Selain karena ia memang tokoh legendaris, kuburan la Cimetiere du Pere Lachais kini sudah menjadi salah satu pilihan tujuan rekreasi.
Karena cuaca memang sedang bagus, saya pun tergerak untuk jalan-jalan ke sana. Ternyata pilihan saya tidak keliru. Suasana di kuburan tua itu memang antik, lagi pula mencari pusara Edith Piaff sama sekali tidak sulit. Bertanya pada siapa saja, kita akan diarahkan ke satu tempat yang agaknya baru saja mereka kunjungi! Bonus yang saya dapatkan adalah ketika iseng melihat pameran foto di sudut area parkir. Dalam pameran foto bertema kuburan dari seluruh dunia itu, terselip sebuah foto kuburan Cina tua di Bukit Tinggi!
Bersepeda di Paris
Akhir-akhir ini kebanggaan warga pada keindahan kota Paris telah digerogoti masalah yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Walikota Delanoe dan wakilnya, ingin mengembalikan wibawa para pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengguna angkutan umum. Kiat mereka dimulai dengan mengurangi batas kecepatan mobil di dalam kota, menghidupkan kembali trem dan menghapus ribuan halaman parkir serta melebarkan trotoir pejalan kaki dan jalur bis.
Langkah ke dua adalah menyediakan sepeda sewaan. Pada bulan Juli 2007 saat 10.648 sepeda warna abu-abu menyerbu Paris, perhatian dunia internasional pun tertuju pada kiprah ke dua orang tersebut. Mendadak sepeda Velib telah menjadi lambang kota Paris modern yang hemat energi!
Siapa pun setelah menggesekkan kartu kreditnya bisa langsung melepaskan kunci sepeda lalu mengendarai Velib pilihannya. Memang tempat penyewaan sepeda ini sejak awal dirancang tanpa tenaga penunggu. Mengembalikan Velib bisa dilakukan di kios sewaan sepeda di mana pun dan kapan saja. Pembayaran dengan kartu kredit tujuannya agar identitas penyewa bisa ditelusuri melalui kartu yang digunakannya. Ide ini memang agak “berani”. Tak heran banyak orang yang meragukan keberhasilannya. Tapi kedua pencetus itu tetap jalan terus, katanya, orang jahil dan tak bertanggung jawab ada di mana-mana, kenapa jadi harus mundur? Toh semuanya sudah diperhitungkan dalam perencanaan bisnis.
Pagi itu saya memilih mengunjungi toko buku bekas terkenal, Shakespeare and Company. Terletak di seberang sungai Seine, berhadapan dengan gereja Notre Dame, toko buku bertingkat dua yang terbuat dari kayu itu diapit gedung beton di kiri kanannya. Didirikan tahun 1951 oleh seorang Amerika, George Whitman, awalnya toko tersebut hanya menjual buku-buku sastra berbahasa Inggris. Namun setelah dikelola oleh puterinya, Sylvia, koleksi buku yang tersedia sudah jauh lebih variatif. Yang masih dipertahankan oleh Sylvia adalah tradisi pembacaan puisi atau bedah buku pada hari minggu petang yang terbuka untuk umum dan gratis pula.
Di sana saya menemukan biografi Edith Piaff seorang penyanyi lagu rakyat Perancis yang pernah difilmkan dengan judul “La Vie en Rose”, dibintangi oleh Marion Cottilard. Buku tersebut langsung saya beli, setelah hampir separuhnya saya baca di tempat. Konon kuburan Edith Piaff banyak dikunjungi orang. Selain karena ia memang tokoh legendaris, kuburan la Cimetiere du Pere Lachais kini sudah menjadi salah satu pilihan tujuan rekreasi.
Karena cuaca memang sedang bagus, saya pun tergerak untuk jalan-jalan ke sana. Ternyata pilihan saya tidak keliru. Suasana di kuburan tua itu memang antik, lagi pula mencari pusara Edith Piaff sama sekali tidak sulit. Bertanya pada siapa saja, kita akan diarahkan ke satu tempat yang agaknya baru saja mereka kunjungi! Bonus yang saya dapatkan adalah ketika iseng melihat pameran foto di sudut area parkir. Dalam pameran foto bertema kuburan dari seluruh dunia itu, terselip sebuah foto kuburan Cina tua di Bukit Tinggi!
Bersepeda di Paris
Akhir-akhir ini kebanggaan warga pada keindahan kota Paris telah digerogoti masalah yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Walikota Delanoe dan wakilnya, ingin mengembalikan wibawa para pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengguna angkutan umum. Kiat mereka dimulai dengan mengurangi batas kecepatan mobil di dalam kota, menghidupkan kembali trem dan menghapus ribuan halaman parkir serta melebarkan trotoir pejalan kaki dan jalur bis.
Langkah ke dua adalah menyediakan sepeda sewaan. Pada bulan Juli 2007 saat 10.648 sepeda warna abu-abu menyerbu Paris, perhatian dunia internasional pun tertuju pada kiprah ke dua orang tersebut. Mendadak sepeda Velib telah menjadi lambang kota Paris modern yang hemat energi!
Siapa pun setelah menggesekkan kartu kreditnya bisa langsung melepaskan kunci sepeda lalu mengendarai Velib pilihannya. Memang tempat penyewaan sepeda ini sejak awal dirancang tanpa tenaga penunggu. Mengembalikan Velib bisa dilakukan di kios sewaan sepeda di mana pun dan kapan saja. Pembayaran dengan kartu kredit tujuannya agar identitas penyewa bisa ditelusuri melalui kartu yang digunakannya. Ide ini memang agak “berani”. Tak heran banyak orang yang meragukan keberhasilannya. Tapi kedua pencetus itu tetap jalan terus, katanya, orang jahil dan tak bertanggung jawab ada di mana-mana, kenapa jadi harus mundur? Toh semuanya sudah diperhitungkan dalam perencanaan bisnis.
(bersambung)