Benarkah jika jumlah wanita yang berselingkuh meningkah?
Ada dua penelitian mencatat adanya peningkatan jumlah wanita yang mencari kemesraan di luar pernikahan. Survei atas 2000 pasangan di Inggris menunjukkan bahwa seperempat responden wanita (= 500 wanita) pernah berselingkuh, sedangkan 28% tergoda untuk melakukannya.
Penelitian lain dilakukan oleh sebuah majalah wanita terbitan Australia pada tahun 1997 terhadap 615 wanita usia di atas 18 tahun. Hasilnya cukup mengejutkan, 1 dari 5 wanita di Australia berselingkuh.
Menurut survei ini, wanita dengan tingkat ekonomi relatif tinggi lebih rentan terhadap perselingkuhan dibanding wanita dari kelompok sosial ekonomi rendah atau yang tidak memiliki pendapatan sendiri, termasuk ibu rumah tangga.
Fenomena ini bukan semata-mata berarti meningkatnya jumlah wanita tidak setia, menurunnya standar norma, dan sebagainya. Tetapi bila ditelusuri, alasannya amat mendasar dan manusiawi.
Menurut Michael Mary, peneliti asal Jerman dan penulis buku laris berjudul Die Glucksluege, meningkatnya jumlah wanita yang berselingkuh disebabkan oleh perubahan motivasi wanita untuk menikah.
Dulu wanita menikah karena ingin mendapatkan jaminan finansial. Kini, ketika mereka punya peluang berkarier lebih besar, mereka dapat memenuhi sendiri kebutuhan hidup, termasuk masalah finansial. Karena itu bagi mereka, perkawinan lebih dilandasi oleh cinta sejati (ehm!) terhadap pasangan.
Pendapat Mary ini sejalan dengan hasil penelitian majalah wanita Australia, bahwa wanita karier yang punya penghasilan cukup umumnya menikah bukan demi status sosial atau jaminan finansial.
Namun perubahan ini tidak dibarengi dengan pandangan para pria. Sejak beberapa generasi, pria percaya bahwa wanita adalah makhluk yang pasif, terutama dalam hal seks. Dengan demikian, kebutuhan wanita akan cinta dan kasih sayang cenderung diabaikan.
Saat itulah kebersamaan dengan pasangan terasa hambar bahkan terkadang membelenggu. Ketidakpuasan terhadap pasangan inilah yang menjadi salah satu penyebab wanita mencari pria idaman lain (PIL).
Dari banyak kasus, perselingkuhan terjadi ketika 'masa bulan madu' telah berakhir. Umumnya wanita yang berselingkuh mengatakan bahwa ada yang 'hilang' dalam perkawinan mereka. Perkawinan yang didasari cinta perlahan menjebak wanita dalam batasan peran yang harus mereka jalani sebagai anggota masyarakat.
"Banyak orang menyepelekan pentingnya dorongan biologis, karena dalam cara tertentu, memanjakan dorongan 'primitif' seperti seks tidak bisa diterima," kata Margaret Newman, penyelenggara kursus bagi pasangan di New South Wales, Australia.
Masalahnya, banyak orang sulit mengakui bahwa hasrat seksual menjadi alasan di balik keinginan untuk berpasangan; alih-alih dibilang cinta. Bila cinta memudar, libido terhadap pasangan pun ikut meredup. Akhirnya, mereka mulai mengarahkan hasrat dan fantasi romantis terhadap pria lain.
Menurut pengakuan seorang wanita yang berselingkuh, seks bersama pacar lebih menggebu ketimbang dengan suami. Ia pun merasa lebih bebas mengungkapkan unek-unek yang tak pernah ia ceritakan kepada suami.
Alasannya, suaminya tak mau menanggapi. Baginya berselingkuh adalah saat bermanja-manja, kontras dengan rutinitasnya sebagai ibu dan istri.
Namun bukan berarti wanita yang berselingkuh mengejar seks semata. Bagi mereka, yang terpenting adalah komunikasi dan kehangatan kasih sayang. Atau, bisa menjadi penyegaran di tengah kebosanan terhadap rutinitas kehidupan. Anda setuju?