Post-natal depression yang dialami Kania Annisa Anggiani menuntut penyaluran. Kegelisahan itu akhirnya melahirkan koleksi perabot rumah tangga Chic & Darling.
Satu pagi di awal Agustus, saya menginjakkan kaki di teras sebuah rumah di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan. Lantainya begitu cantik dengan keramik tegel kunci berwarna cerah. Ada beberapa kursi antik diatur tidak beraturan. Keramaian di dalam rumah pun terlihat lewat pintu berkaca lebar di depan rumah. Kehadiran saya disambut tawa kecil Galan Mahasidra, anak kedua dari Kania. Dari pojok ruangan, ibu dua anak ini melambaikan tangan, menyapa dengan senyum lebarnya, “Haiiii....”
Keke, ia dipanggil, adalah wanita yang melahirkan Chic & Darling, satu perusahaan yang memproduksi perabot rumah tangga. “Bisnisku bergerak di bidang home goods. Aku menyebutnya seperti itu karena pasti yang menggunakannya adalah orang-orang yang tinggal di
rumah.” jelasnya.
Awalnya, brand ini lahir dari kegelisahan yang ia rasakan saat berhenti kerja sebagai produser di salah satu rumah produksi program acara televisi, karena hamil anak pertama. Dan ketika anak
pertamanya, Talulla Sadina, lahir, kegelisahan itu berlanjut menjadi post-natal depression. Kala itu tahun 2013.
Post-natal depression merupakan gangguan yang terjadi secara emosional pada ibu yang baru saja melahirkan. Biasanya, penderita menjadi mudah marah dan cepat lelah. “Saat itu aku berkomitmen dengan suami, tidak boleh kembali ke kantor sampai anak berumur dua tahun.
Aku merasa gila, apalagi harus menanti dua tahun lamanya,” kenang Keke. Berangkat dari situ, ia merasa membutuhkan medium untuk menyalurkan rasa depresinya.
Keke memulainya dengan membuat bantal-bantal kecil. Ia memproduksi 25 buah, yang kemudian habis terjual melalui promosi dari akun Instagram-nya (@kekekania). Sejak saat itulah nama brand Chic & Darling mulai dikenal di jagat maya.
Lahirnya Chic & Darling merupakan kick back untuk Keke melangkah maju. Saat itu Keke sadar bahwa ia memiliki kemampuan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang bekerja dari rumah.
Keke melihat Chic & Darling sebagai wahana ciptaannya. Ketika awal ‘bermain’ di sana, ia berlari tanpa ada rencana yang berarti. Lambat laun, Keke kelelahan dan kesulitan mendapatkan
inspirasi. Di titik itu, tepatnya di tahun kedua, ia merasa tidak mampu untuk berkarya.
Saat itu tahun 2015 ketika ia hamil anak keduanya, Galan. “Aku merasa begitu lelah, sehingga bisnis menjadi tidak stabil,” cerita Keke. Tidak hanya itu, kondisi industri juga sedang lesu.
Bagaimanapun, Keke tidak mau lama larut dalam keterpurukan. Pasca kelahiran Galan, ia mencoba bangkit. Keke masih ingat hari itu. Ia baru saja menginjakkan kaki di rumah, kemudian mulai bekerja, menuangkan ide-ide yang ada dalam pikiran.
Pasang surut dalam Chic & Darling membuatnya tangguh dan banyak belajar. Usaha Keke pun lambat laun semakin berkembang. Permintaan terus meningkat, sehingga ia pun mengubah garasi rumah menjadi bengkel kerja. Kini Keke tak hanya memproduksi bantal, tapi juga typography, scarf, dan mini rugs—walau ia mengaku bahwa bantal tetap menjadi produk yang paling digemari. “Di ruangan ini kami memproduksi 100-150 bantal dalam sebulan,” jelas Keke.
Satu hal yang unik dari Chic & Darling, setiap barang memiliki cerita personal di dalamnya. Hal ini bertujuan agar Chic & Darling dapat memberikan nilai-nilai baik kepada keluarga di Indonesia.
Keke begitu mencintai pekerjaannya saat ini. Dari situlah energi terpancar sehingga membuat produknya berbeda dari yang lain. Baginya, Chic & Darling adalah wadah untuk menyalurkan ekspresi dalam diri. “It’s the soul that make us different, it has to be soulful, it has to be mindful,” begitu kunci keberhasilannya.
Fotografer: Tody Harianto
Pengarah gaya dan visual: Siti H. Hanifiah
Tata Rias dan rambut: Tania Ledezma