Setelah Urban Crew tak lagi aktif, Era menciptakan brand sesuai dengan namanya sendiri, Era Soekamto yang kental dengan unsur budaya. “Era Soekamto Indonesia itu another side of me. Lebih spiritual, lebih cinta kasih, lebih sederhana,” kata Era.
Perannya sebagai desainer di brand Era Soekamto kini beriringan dengan posisinya sebagai Creative Director di Iwan Tirta Private Collection. Saat mengerjakan busana untuk Iwan Tirta, Era menonjolkan karakter yang berbeda.
Ia menggambarkan dirinya membuat busana yang megah untuk seorang ratu. “It is so powerful yet very deep,” kata Era, yang juga mengajar meditasi di komunitas Abhanuraga.
Ada satu kejadian yang menyadarkan Era bahwa takdir manusia tak akan tertukar. Pada tahun 1997 untuk pertama kalinya Era memenangkan lomba Indonesia Young Designer Contest. Waktu itu koleksi Era dinamai Jatayu. Ia memakai bahan batik yang ia rancang sendiri. Desainer Carmanita menjadi mentornya, dan Era masih berusia 19 tahun.
“Carmanita menjadi saksi bahwa awalnya aku memulai dari batik. Motifnya gambar-gambar burung Jatayu. Aku ingat beberapa tahun yang lalu Carmanita bilang, ‘Era, lucu, deh. Kamu, kan, pertama kali belajar ngebatik sama aku waktu umur 19 tahun. Iwan Tirta di umur 16 tahun pertama kali belajar batik sama nenekku,” ujar Era, menirukan ucapan Carmanita.
Saat itu rumah Era di daerah Radio Dalam, Jakarta Selatan, tak jauh dari butik Iwan Tirta Private Collection di Jalan Wijaya. “Setiap kali lewat sini, aku selalu membatin, butikku nanti akan ada di sini. Itulah yang berulang-ulang aku ucapkan,” kata wanita bersuara halus ini.
Sebelum menjadi Creative Director Iwan Tirta Private Collection, Era memang sudah mengenal sosok Iwan Tirta, tapi hanya sekadar saling tahu sebagai sesama anggota IPMI. Ia bahkan tidak pernah berdiskusi atau mengobrol secara mendalam dengan sang maestro.
Namun kalau sekarang Era benar-benar bekerja di butik itu, itu bukan kebetulan. Faktanya, Era memang memiliki kemampuan dan kegemaran mengulik sejarah, sehingga terpilih sebagai Creative Director Iwan Tirta Private Collection.
Tugas Era adalah melanjutkan karya sang maestro. Desain-desain batik peninggalan Iwan yang luar biasa banyak ia pelajari filosofi di baliknya. Kemudian, ia memutuskan motif apa yang akan dipakai untuk koleksi terbaru.
Ia berhak memutuskan apakah sebuah motif batik bisa digabung dengan motif lain, atau diganti warnanya. “Aku menangani recomposition dan recolor. Yang terpenting tidak merusak. Aku nggak akan mencampur motif parang dengan poleng karena genre keduanya berbeda. Poleng dari Majapahit, parang dari Panembahan Senopati,” kata Era. Kedua motif batik ini juga dari abad yang berbeda. Poleng berasal dari abad ke-11, parang dari abad ke-17.
Sebagai penggemar sejarah, ia dengan senang hati mengunjungi perpustakaan di Trowulan, Keraton Mangkunegaran, dan Keraton Yogyakarta untuk mencari tahu makna sebuah motif batik. Ia juga kerap meminta bantuan ahli untuk menerjemahkan manuskrip kuno. Sesekali ia berkeliling dari candi ke candi, atau mengobrol dengan antropolog dan arkeolog demi memuaskan rasa ingin tahunya.
“Kalau sejarah internasional itu makin digali makin kita tahu. Tapi kalau sejarah indonesia, makin digali makin kita nggak tahu.” - Era Soekamto