Kreativitas seringkali dikaitkan dengan seni, karena seni merupakan media yang memberi banyak ruang untuk mengasah kreativitas. Padahal, sebenarnya kreativitas bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk. Misalnya lewat ilmu pengetahuan, teknologi, karya kreatif lain yang bersifat fungsional, bahkan lewat bisnis.
Seni memang tak bisa lepas dari kehidupan kita. Kalau Aristoteles mengatakan manusia adalah 'anima intelectiva' (hewan yang berpikir), Monty menambahkan bahwa manusia juga 'anima estetica' atau hewan yang menciptakan keindahan. Seni sendiri bisa diartikan sebagai karya atau hasil kreativitas yang memiliki unsur estetika. Seni diciptakan dengan dan untuk menggerakkan pikiran, perasaan, atau nilai-nilai seseorang melalui panca inderanya.
Di sisi lain, seni juga bisa diartikan sebagai cara untuk menciptakan sesuatu. Manusia bukanlah robot yang mengerjakan sesuatu tanpa perasaan. Ketika seseorang melakukan sesuatu dengan passion, biasanya dia akan all out dan menghasilkan karya yang memuaskan. Seorang guru SD yang sangat mencintai pekerjaannya, misalnya, mampu menciptakan metode pengajaran baru yang interaktif dan menarik.
Sayangnya, kita terkadang terlalu banyak memikirkan hasil atau membayangkan bagaimana pendapat orang terhadap karya kita. Karena banyaknya pertimbangan, akhirnya kita jadi gentar untuk menciptakan karya. Padahal, kata Monty, banyak pelukis dunia, seperti Pablo Picasso, yang terus berkarya tanpa peduli apa kata orang tentang lukisannya. Meskipun awalnya orang tidak bisa menghayati karya-karya Picasso, kini lukisan-lukisannya justru bernilai tinggi dan banyak dicari orang. Ya, seorang seniman sejati memang memiliki kemandirian dalam melakukan sesuatu. Mereka berkarya berdasarkan patokannya sendiri dan tidak akan berhenti sebelum mencapai hasil yang diinginkannya.
Selain media kreatif, seni juga bisa menjadi salah satu alat terapi. Ketika sedang stres karena padatnya rutinitas, kita bisa menciptakan karya seni sambil melepaskan segala kepenatan, ketegangan, sekaligus untuk menumpahkan perasaan (katarsis). Karenanya, seni diperlukan sebagai salah satu cara yang paling menyenangkan untuk menyeimbangkan dunia kerja dan kehidupan (work life balance).
Karena itu, sekalipun sudah ‘berumur’, bukan berarti Anda terlambat untuk mengasah talenta seni. Kenali kelebihan diri sendiri dengan rajin mengasah sensitivitas. Jika Anda peka terhadap visual, maka akan lebih cocok membuat karya-karya yang bersifat visual, seperti film, foto, atau lukisan. Jika Anda seorang auditory yang lebih peka terhadap suara, cobalah belajar memainkan alat musik atau olah vokal. Sedangkan kalau Anda lebih tactile, cobalah belajar menari atau dansa. “Saya sendiri memilih berenang, karena selain bisa dilakukan kapan saja, sambil berenang saya juga bisa sekaligus bermeditasi,” ujar Monty yang juga seorang art therapist ini.
Jadi inilah kuncinya: lakukan sesuatu yang paling Anda suka tapi dengan cara yang berbeda. Tidak perlu berambisi menjadi penulis buku best seller, atau pemusik dan pelukis kelas dunia. Bereksperimen meracik bumbu masak untuk menciptakan hidangan yang lain dari yang lain, itu saja sudah merupakan karya seni. Semakin Anda bisa melakukan sesuatu dengan cara sendiri, Anda akan lebih puas dan semakin percaya diri untuk terus berkarya.
Shinta Kusuma