Selain menghidupkan sosok Tjokroaminoto, Garin Nugroho, sang sutradara juga berhasil membawa saya kembali ke berbagai daerah di Pulau Jawa pada tahun 1890-1920an. Walaupun penggunaan latar yang sering diulang. Latar belakang "jadul" tersebut juga didukung dengan pemilihan kostum yang digunakan oleh para pemain. Mulai dari kelekatan fashion Jawa tempo dulu hingga fashion orang jaman dulu yang terpengaruh gaya kompeni. Seperti, penggunaan dasi kupu-kupu dan jas, atau jas dan celana
serba putih.
Salah satu poin penting ketika menontn film ini adalah bagaimana tokoh sejarah digambarkan begitu humanis tanpa terjebak dalam orasi, perang, dan kesedihan. Garin Nugroho menggambarkan beberapa kali adegan keluarga Tjokro bernyanyi "Terang Bulan" yang menjadi bumbu manis dalam film sejarah ini. Di adegan lain, saya terhibur dengan penampilan Maia Estianty yang berperan sebagai ibu dari Suharsikin, istri Tjokroaminoto. Anda akan mendapat kejutan manis melihat Maia bernyanyi dan bermain piano dalam lirik berbahasa inggris. Siapa yang menyangka, ditengah besarnya pengaruh Belanda, pada saat itu lagu berbahasa Inggris juga sudah dikenal di telinga rakyat Indonesia.
Meski berdurasi hampir tiga jam, saya mendapat satu paket film sejarah yang penuh edukasi, inspiratif, sekaligus menghibur. Film yang bertaburan kata-kata mutiara nasionalis ini menggugah hati saya. Salah satu penggalan dialog Tjokroaminoto yang tidak terlupakan, “Tidak ada penjara yang mampu memenjarakan kemerdekaan dan harapan." Sehingga, film ini seolah ingin mengatakan sejarah perjuangan bangsa bukan untuk diratapi tapi untuk dipahami, sekaligus mengingatkan kembali bahwa kita adalah bangsa yang berani. Film Guru Bangsa: Tjokroaminoto ini wajib Anda tonton dan sudah edar di bioskop sejak 9 April 2015.
Nabila Kariza
Foto: Dok. Picklock Production