Selama ini kita rajin berolah raga untuk melatih otot tubuh agar lebih sehat dan kuat. Begitu pula untuk bisa bersikap ikhlas, kita pun perlu melatih 'otot' ikhlas agar lebih siap menghadapi cobaan hidup.
Banyak orang bilang, untuk bersikap ikhlas itu sulit. Padahal kalau kita tahu caranya dan terus berlatih, hal ini akan menjadi mudah. Inilah yang saya pelajari dalam pelatihan Heart Focus yang diselenggarakan oleh Katahati Institute.
Kelas yang dipandu oleh Erbe Sentanu, pendiri Katahati Institute, membantu kita dalam mengelola emosi, termasuk belajar 'letting go'. Kami diminta untuk mengistirahatkan otak kiri, agar otak kanan dapat lebih aktif bekerja. Artinya, kami dilarang untuk terlalu banyak berpikir dan menganalisis materi yang disampaikan. Cukup mendengarkan, melihat tayangan video, serta merasakan saja.
Pikiran punya daya tarik-menarik
Saya ingat pada pelajaran hari pertama, Mas Nunu (sapaan akrab Erbe Sentanu) mengingatkan sikap ikhlas itu bukan hanya di bibir saja, tetapi harus dipraktekkan. Pagi itu saat saya berangkat ke tempat pelatihan, saya sengaja tidak menyetir mobil sendiri dan memilih naik taksi. Selain malas bermacet-macet, saya bisa lebih rileks menikmati perjalanan.Saya pun memasrahkan sepenuhnya kepada supir taksi untuk memilih jalan. Saya hanya berpesan agar bisa tiba di tempat pelatihan tak lebih dari pukul 08.00.
Dalam perjalanan, saya memejamkan mata sambil berdoa dan mencoba untuk ikhlas, apapun yang akan terjadi. Saya ‘merasakan’ beberapa kali taksi berhenti atau tersendat karena macet. Saya mencoba fokus dan ’memeluk’ perasaan stres dalam hati, kemudian melepaskannya perlahan. Alhasil, percaya atau tidak, saya tiba di tempat pelatihan on time, pukul 08.00! Saya pikir, ini pelajaran 'ikhlas' pertama yang menyenangkan.
Pagi itu Mas Nunu bercerita tentang seorang temannya yang berjodoh dengan teman lamanya yang tinggal nun jauh di Hong Kong. Mereka lama tidak ada kontak, tapi tiba-tiba saja berhubungan secara intensif, sampai akhirnya menikah. Menurut Mas Nunu, pikiran atau perasaan kita memang punya daya elektromagnetik. Itulah sebabnya ketika kita sedang memikirkan atau punya perasaan tertentu terhadap seseorang, tiba-tiba saja orang tersebut menghubungi atau menelepon kita. Seperti telepati.
Aha! Mungkin inilah yang terjadi tadi pagi. Doa saya ‘tersambung’ dengan pikiran sang supir taksi, sehingga niat saya untuk datang tepat waktu terkabul. Saya baru yakin, betapa kuat pikiran dan perasaan kita terhadap sekeliling kita.