Dari teh manis sampai nasi bungkus
Siapa bilang berbagi pada sesama itu sulit dan merepotkan? Michael (52), pemilik restoran Koko Bogana tidak berpendapat begitu. Menurutnya, membantu sesama cukup dengan bertindak sesuai bidang masing-masing. Maka setiap hari (kecuali Minggu), dari pagi sampai sore, ia menjual berbagai jenis nasi tradisional serta kue-kue di restorannya. Begitu restoran tutup pukul 18.00, makanan yang tersisa dan masih layak makan, langsung dikirim kepada orang-orang yang membutuhkan.
“Kami mengirimnya ke panti asuhan atau panti werdha — tergantung berapa banyak makanan yang tersisa. Saya punya daftar jumlah penghuni panti. Kalau nasi yang tersisa 40 bungkus misalnya, kami kirim ke tempat yang berpenghuni sekitar 40 orang,” cerita Michael.
Suatu hari, ia mengirim makanan ke sebuah panti werdha di wilayah Jakarta Barat. Kebetulan seorang nenek penghuni panti berulang tahun hari itu. Dengan kiriman makanan itu, si nenek bisa merayakan ulang tahun bersama penghuni lainnya. “Lewat kejadian itu, saya semakin sadar bahwa Tuhan mengawasi dan mengetuk hati kita.”
Michael memulai kebiasan membagikan makanan ini sejak Koko Bogana berdiri pada 2002. Namun ia tidak perlu menunggu punya restoran dulu untuk berbagi kepada sesama. Dulu, pada bulan puasa, ia menyiapkan 100 kantong plastik berisi teh manis. Kantong-kantong teh ini diletakkannya di depan rumahnya sebelum beduk magrib. Siapa pun yang lewat di depan rumahnya boleh mengambil.
Alangkah terkejutnya Michael ketika sehari menjelang lebaran, rumahnya didatangi puluhan orang. “Mereka itu ternyata kuli bangunan yang sering mengambil teh manis saya. Mereka datang untuk berterima kasih dan pamit untuk pulang kampung. Saya kaget, karena saya cuma memberi teh manis. Lagipula, sebagian rezeki saya memang hak mereka. Maka, jika ingin berbuat sesuatu, kita tak perlu berpikir yang besar. Bisa saja dimulai dari yang kecil.”