pasti langsung tahu karena wajah dan perilaku saya menunjukkannya dengan jelas. Terlebih lagi ketika marah, selain jadi jutek kepada orang-orang di sekeliling saya, saya juga kelewat ekspresif di media sosial. Saya bisa menumpahkan semua sumpah serapah dan maki-makian saya di media sosial Facebook dan Twitter, hingga saya sering kehilangan follower dan ditegur teman-teman.
Tahun 2014 ini saya ingin mencoba agar bisa diam setiap kali marah. Memang emosi harus disalurkan. Tetapi menyalurkan dengan cara marah-marah bombastis juga tidak etis. Maka saya memulai untuk diam setiap kali emosi sampai ke ubun-ubun. Memang rasanya jadi seperti mau meledak, dan jadi resah gelisah sepanjang hari sebab amarah saya tertahan. Tapi setelah saya praktikkan beberapa kali, lama-lama saya terbiasa. Diam ketika marah telah menyelamatkan saya dari anggapan buruk bahwa saya perempuan temperamental yang mengumbar emosi. Lagipula, energi marah yang tersimpan itu bisa saya salurkan ke hal lain yang lebih menyenangkan seperti bernyanyi sepuas hati sambil menonton video di Youtube.
Tenni Purwanti