Ilmu tentang etika, hubungan antar-individu, atau kehidupan pada umumnya, seringkali tidak diajarkan di bangku sekolah. Namun kita bisa mendapatkan ilmu itu dari orang-orang di sekitar kita; dari anak, ibu, saudara, suami, atau siapa saja. Seperti penuturan berikut ini:
Utty Wakkary (40), desainer perhiasan
“Selama 14 tahun menikah dan 9 tahun berpacaran dengan suami, saya belajar untuk bisa bersikap lebih luwes dan santai. Dulu, saya sangat perfeksionis. Kalau saya ingin A, ya harus mendapat A, tidak ada tawar-menawar. Tapi suami saya orangnya fleksibel dan mau bernegosiasi. Setelah lama hidup bersamanya, saya pun terpengaruh. Saya jadi lebih tenang dalam menghadapi persoalan apa pun dan bisa berkompromi. Kalau dulu saya harus memperoleh A, sekarang mendapat A minus atau B plus, tidak apa-apa.
Sifat perfeksionis saya memang tidak bisa diubah 100%. Namun dalam kehidupan perkawinan, tentu perlu berbagai penyesuaian. Dulu, saya sering kesal pada sikap suami yang terlalu negotiable. Setelah saya mencoba jalani, ternyata bersikap fleksibel menyenangkan juga.”
Ferdy Warganegara (41), wirausahawan
“Banyak sekali hal yang saya pelajari dari Utty, antara lain dalam hal kedisiplinan dan memegang komitmen. Bila dia sudah membuat komitmen pada seseorang atau terhadap suatu hal, dia pasti all out dan tidak tanggung-tanggung. Sepanjang dia yakin dirinya benar.
Selain itu, saya ini ‘orang malam’, lebih banyak beraktivitas di malam hari. Hidup saya otomatis tidak sehat. Dari istri, saya mulai belajar untuk hidup lebih teratur. Kini kami bahkan tidak pernah keluar lebih dari pukul tujuh malam, karena hal itu adalah kebiasaan yang diterapkan oleh mertua pada istri saya. Akibatnya, saya sekarang menjadi ‘orang pagi’. Manfaatnya sangat saya rasakan, tubuh jadi lebih sehat.
Satu lagi yang saya contoh dari Utty adalah caranya bertutur kata. Dia berasal dari keluarga terpelajar dengan tutur kata yang selalu ‘rapi’. Dia sering mengoreksi bicara saya yang sangat ‘jalanan’, yang saya dapat dari pergaulan sehari-hari. Awalnya saya tak peduli, tapi lama-lama saya sadar bahwa cara bicara juga mencerminkan kepribadian kita. Hasilnya, kini tutur kata saya lebih bagus. Keempat anak kami pun mengikuti kebiasaan baik ini.”
Utty Wakkary (40), desainer perhiasan
“Selama 14 tahun menikah dan 9 tahun berpacaran dengan suami, saya belajar untuk bisa bersikap lebih luwes dan santai. Dulu, saya sangat perfeksionis. Kalau saya ingin A, ya harus mendapat A, tidak ada tawar-menawar. Tapi suami saya orangnya fleksibel dan mau bernegosiasi. Setelah lama hidup bersamanya, saya pun terpengaruh. Saya jadi lebih tenang dalam menghadapi persoalan apa pun dan bisa berkompromi. Kalau dulu saya harus memperoleh A, sekarang mendapat A minus atau B plus, tidak apa-apa.
Sifat perfeksionis saya memang tidak bisa diubah 100%. Namun dalam kehidupan perkawinan, tentu perlu berbagai penyesuaian. Dulu, saya sering kesal pada sikap suami yang terlalu negotiable. Setelah saya mencoba jalani, ternyata bersikap fleksibel menyenangkan juga.”
Ferdy Warganegara (41), wirausahawan
“Banyak sekali hal yang saya pelajari dari Utty, antara lain dalam hal kedisiplinan dan memegang komitmen. Bila dia sudah membuat komitmen pada seseorang atau terhadap suatu hal, dia pasti all out dan tidak tanggung-tanggung. Sepanjang dia yakin dirinya benar.
Selain itu, saya ini ‘orang malam’, lebih banyak beraktivitas di malam hari. Hidup saya otomatis tidak sehat. Dari istri, saya mulai belajar untuk hidup lebih teratur. Kini kami bahkan tidak pernah keluar lebih dari pukul tujuh malam, karena hal itu adalah kebiasaan yang diterapkan oleh mertua pada istri saya. Akibatnya, saya sekarang menjadi ‘orang pagi’. Manfaatnya sangat saya rasakan, tubuh jadi lebih sehat.
Satu lagi yang saya contoh dari Utty adalah caranya bertutur kata. Dia berasal dari keluarga terpelajar dengan tutur kata yang selalu ‘rapi’. Dia sering mengoreksi bicara saya yang sangat ‘jalanan’, yang saya dapat dari pergaulan sehari-hari. Awalnya saya tak peduli, tapi lama-lama saya sadar bahwa cara bicara juga mencerminkan kepribadian kita. Hasilnya, kini tutur kata saya lebih bagus. Keempat anak kami pun mengikuti kebiasaan baik ini.”