Anak remaja atau praremaja Anda betah seharian mengurung diri di kamar, tepatnya di depan komputer. Belajar? Oh, bukan. Kalau tidak main game, mereka browsing berita tentang bintang-bintang pujaan, men-download lagu-lagu baru, atau memelototi Youtube. Kalaupun mereka ngumpul dengan teman-teman sebayanya, sepertinya saja mereka berkumpul. Nyatanya, masing-masing sibuk dengan ponselnya sendiri, ‘main’ facebook dan twitter, atau menulis SMS.
Kenyataan ini memang tak bisa dihindari, apalagi dicegah. Generasi muda zaman sekarang, mulai anak-anak, praremaja, remaja, hingga dewasa muda, tak ayal adalah cyber generation. Karena itu, menurut Ratna Djuwita, psikolog dari Universitas Indonesia, yang harus dilakukan para orang tua adalah secepatnya mempelajari teknologi informasi tersebut agar tidak gaptek (gagap teknologi) menghadapi kemampuan anak-anak dalam menyerap teknologi. Meskipun mungkin terengah-engah, setidaknya kita bisa ikut memantau, mengawasi, sekaligus menangkal informasi-informasi berbahaya (atau yang belum pantas diketahui oleh praremaja kita) yang dengan mudah bisa diunduh lewat
internet.
Hal ini menjadi penting mengingat banyaknya celah dari perkembangan teknologi informasi ini – termasuk jejaring sosial online – yang bisa mengancam keselamatan mereka sebagai remaja. Rasanya masih segar dalam ingatan kita berita tentang seorang remaja putri yang nekat kabur dari rumah karena dibujuk untuk menemui seorang remaja pria yang dikenalnya lewat facebook. Bayangkan, bagaimana jadinya bila sang pembujuk ternyata adalah seorang profesional yang menjadikan anak gadis kita sasaran human trafficking?
Serta merta melarang anak untuk tidak melakukan chatting lewat online atau bergaul lewat facebook rasanya sebuah mission impossible. Kalau dilarang di rumah, toh mereka bisa melakukannya di luar rumah (termasuk di sekolah). Apalagi, ponsel-ponsel zaman sekarang (yang paling mahal hingga yang paling murah) umumnya menyediakan fitur untuk mengakses facebook dan twitter.
Karena itu, daripada melarang, lebih baik Anda mendampingi mereka setiap saat. Misalnya, dengan menjadi salah seorang teman facebooknya – tapi sebaiknya ambil posisi pasif saja – sehingga Anda bisa memonitor pergaulan online mereka. Dan, agar mereka tidak menjadi korban dari pihak-pihak yang bermaksud jahat, buatlah kesepakatan agar mereka mematuhi rambu-rambu dalam menjalin pertemanan online yang bisa disepakati berdua. Ingatkan dan ingatkan terus kepada mereka bahwa identitas yang tercantum di dunia maya bisa jadi bukanlah identitas yang sebenarnya, agar mereka tidak mudah terpesona dan percaya begitu saja.