‘It’s not over til it’s over’? Beberapa orang merasa sulit melangkah atau memulai kehidupan baru karena masih terus dihantui oleh masa lalu. Ini tandanya hidup Anda ‘jalan di tempat’.
Bagi wanita, meskipun pengalaman batin antara perpisahan karena kematian sangat berbeda dengan karena perceraian, proses penyembuhan kedua jenis perpisahan itu relatif sama. Dalam perceraian, biasanya akan tersisa rasa sakit hati atau kecewa –mungkin karena perselingkuhan suami. Sementara bagi wanita yang ditinggal mati suami akan sulit menerima kehadiran orang lain karena merasa masih sangat mencintai pasangan sebelumnya. Kedua alasan ini menunjukkan seolah mereka masih hidup dengan masa lalu dan belum sepenuhnya siap membuka lembaran baru.
Syarat mutlak memulai hubungan baru yang baik adalah bila seseorang sudah bisa berdamai dengan masa lalunya. Menurut psikolog Dra. Adriana Ginandjar, wanita baru bisa melewati masa sulit sekitar 3-5 tahun setelah berpisah. Namun cepat lambatnya proses recovery ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:
Latar belakang perpisahan
Kualitas hubungan perkawinan sebelumnya
Secara psikologis, kenangan terakhir akan cenderung lebih diingat dibanding kenangan pertama. Bila hubungan dengan pasangan sebelum berpisah sangat mesra, maka akan lebih sulit dilupakan. Dan mungkin, si wanita akan terus membandingkannya dengan pasangan yang sekarang. Tetapi jika hubungan terakhir diwarnai ‘badai topan’, mereka cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk mengembalikan diri pada keadaan normal.
Social support dan aktivitas
Kedua hal ini seolah menjadi penghiburan tersendiri bagi wanita untuk bangkit dari kesedihan. Mereka dapat mengalihkan perhatian dan energinya pada kegiatan positif. Sehingga sedikit demi sedikit, mereka kembali merasa percaya diri dan mulai bersedia membuka hati untuk orang lain.
Usia saat perpisahan
Hal ini menunjukkan fase kebutuhan wanita terhadap suatu hubungan. Kebutuhan akan pendamping di usia 30-an relatif masih tinggi karena usia tersebut merupakan fase membangun keluarga dan mencapai kemapanan hidup. Sementara bagi wanita 50-an tahun atau yang sudah merasa terpenuhi segala kebutuhan, biasanya memilih untuk menikmati hidup sendiri lebih lama. Walaupun, tak jarang dari mereka yang menikah lagi karena menginginkan teman di hari tua.
Karakter pribadi
Orang yang introvert, sensitif, dan kurang banyak bergaul, cenderung lebih lama tenggelam dalam kesedihan dan perlu waktu relatif panjang untuk menemukan cinta kembali. Selain itu, kemampuan wanita untuk mandiri dan menyesuaikan diri pun ikut berpengaruh. Mereka yang terbiasa bergantung pada pasangan, akan sulit beradaptasi dengan kenyataan dan perubahan status baru sebagai single parent.
Anak
Banyak single parent yang enggan berkencan dan memilih tidak menikah lagi karena takut akan menambah luka batin anak. Perceraian sudah cukup menyakitkan bagi wanita, karenanya mereka juga harus mempersiapkan kondisi anak ketika ingin menghadirkan pria baru di dalam rumah. Intinya, anak-anak biasanya tidak mau terancam kehilangan perhatian ibu karena ada pria lain yang bukan ayah mereka. Begitu pula, bila si wanita berhubungan dengan duda yang membawa anak, tentu perlu usaha merangkul mereka dengan tulus.
Bagi wanita, meskipun pengalaman batin antara perpisahan karena kematian sangat berbeda dengan karena perceraian, proses penyembuhan kedua jenis perpisahan itu relatif sama. Dalam perceraian, biasanya akan tersisa rasa sakit hati atau kecewa –mungkin karena perselingkuhan suami. Sementara bagi wanita yang ditinggal mati suami akan sulit menerima kehadiran orang lain karena merasa masih sangat mencintai pasangan sebelumnya. Kedua alasan ini menunjukkan seolah mereka masih hidup dengan masa lalu dan belum sepenuhnya siap membuka lembaran baru.
Syarat mutlak memulai hubungan baru yang baik adalah bila seseorang sudah bisa berdamai dengan masa lalunya. Menurut psikolog Dra. Adriana Ginandjar, wanita baru bisa melewati masa sulit sekitar 3-5 tahun setelah berpisah. Namun cepat lambatnya proses recovery ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:
Latar belakang perpisahan
Menentukan besarnya luka yang dirasakan seseorang. Biasanya wanita yang ‘terpaksa’ bercerai akibat perselingkuhan pasangan atau adanya kekerasan dalam rumah tangga akan merasa lebih sakit, karena perpisahan tersebut di luar kehendaknya. Begitu pula wanita yang ditinggal mati suami secara mendadak (kecelakaan, serangan jantung), perlu waktu lebih lama untuk dapat menerima kenyataan. Wanita yang berinisiatif bercerai, biasanya sudah siap mental menghadapi perpisahan. Proses perpisahan pun ikut berpengaruh pada seseorang untuk memulihkan traumanya. Bila perpisahan berjalan baik, dia akan lebih cepat melewati masa sulit ini.
Kualitas hubungan perkawinan sebelumnya
Secara psikologis, kenangan terakhir akan cenderung lebih diingat dibanding kenangan pertama. Bila hubungan dengan pasangan sebelum berpisah sangat mesra, maka akan lebih sulit dilupakan. Dan mungkin, si wanita akan terus membandingkannya dengan pasangan yang sekarang. Tetapi jika hubungan terakhir diwarnai ‘badai topan’, mereka cenderung membutuhkan waktu lebih lama untuk mengembalikan diri pada keadaan normal.
Social support dan aktivitas
Kedua hal ini seolah menjadi penghiburan tersendiri bagi wanita untuk bangkit dari kesedihan. Mereka dapat mengalihkan perhatian dan energinya pada kegiatan positif. Sehingga sedikit demi sedikit, mereka kembali merasa percaya diri dan mulai bersedia membuka hati untuk orang lain.
Usia saat perpisahan
Hal ini menunjukkan fase kebutuhan wanita terhadap suatu hubungan. Kebutuhan akan pendamping di usia 30-an relatif masih tinggi karena usia tersebut merupakan fase membangun keluarga dan mencapai kemapanan hidup. Sementara bagi wanita 50-an tahun atau yang sudah merasa terpenuhi segala kebutuhan, biasanya memilih untuk menikmati hidup sendiri lebih lama. Walaupun, tak jarang dari mereka yang menikah lagi karena menginginkan teman di hari tua.
Karakter pribadi
Orang yang introvert, sensitif, dan kurang banyak bergaul, cenderung lebih lama tenggelam dalam kesedihan dan perlu waktu relatif panjang untuk menemukan cinta kembali. Selain itu, kemampuan wanita untuk mandiri dan menyesuaikan diri pun ikut berpengaruh. Mereka yang terbiasa bergantung pada pasangan, akan sulit beradaptasi dengan kenyataan dan perubahan status baru sebagai single parent.
Anak
Banyak single parent yang enggan berkencan dan memilih tidak menikah lagi karena takut akan menambah luka batin anak. Perceraian sudah cukup menyakitkan bagi wanita, karenanya mereka juga harus mempersiapkan kondisi anak ketika ingin menghadirkan pria baru di dalam rumah. Intinya, anak-anak biasanya tidak mau terancam kehilangan perhatian ibu karena ada pria lain yang bukan ayah mereka. Begitu pula, bila si wanita berhubungan dengan duda yang membawa anak, tentu perlu usaha merangkul mereka dengan tulus.