Selain untuk sekadar menjalin komunikasi dengan anak, teknologi informasi dan media sosial bisa kita manfaatkan untuk memantau kegiatan anak-anak kita di luar rumah, termasuk kegiatan online mereka. Manfaatkan juga media sosial untuk menjalin komunikasi dengan organisasi atau komunitas tertentu yang sekiranya diperlukan, misalnya Yayasan Perlindungan Anak, atau komunitas ibu-ibu antinarkoba. Untuk itu Linda Darmayanti Ibrahim, sosiolog dari Universitas Indonesia menjelaskan, "Orang tua jangan gaptek! Meski harus terengah-engah mempelajarinya, jangan sampai kita ketinggalan jauh menghadapi perkembangan teknologi yang pesat ini."
Namun menurut Ratna Djuwita, psikolog dari Universitas Indonesia, berkembangnya teknologi informasi canggih yang membuat setiap orang bisa terkoneksi satu sama lain, kapan dan di mana saja, tak jarang malah membuat komunikasi langsung antarmanusia jadi terganggu, termasuk komunikasi antara orang tua dan anak.
Karena rutin mengecek kegiatan anak-anaknya dari waktu ke waktu lewat telepon, SMS, atau skype, orang tua biasanya merasa sudah cukup aman. padahal, ada unsur utama yang hilang dalam komunikasi tak langsung itu, yaitu bahasa tubuh. Bila hanya bicara lewat telepon, Anda tidak tahu seandainya saat itu anak Anda sedang berbohong, sedang stres, atau sedang sedih, karena Anda tidka bisa melihat bahasa tubuh mereka secara langsung.
Rumah yang terlalu luas, apalagi bila setiap anggota keluarga punya kamar dan ruang pribadi, lengkap dengan televisi, komputer, dan kamar mandi sendiri, juga membuat kuantitas dan kualitas komunikasi dengan sesama anggota keluarga jadi berkurang, meskipun Anda sekeluarga sedang berada di rumah.
Karena itu, Ratna menyarankan agar setiap keluarga menghidupkan kembali tradisi 'komunikasi meja makan' di rumah, yang wajib dihadiri oleh seluruh anggota keluarga. Kalau tidak sempat sarapan bareng, ya, makan malam bersama. Dan selama makan malam, matikan semua televisi dan ponsel. "Hidupkan kembali tradisi bicara dari hati ke hati di dalam keluarga." Bukan saran yang muluk, bukan? Kalau benar-benar diusahakan, masa sih, tidak bisa?
Namun menurut Ratna Djuwita, psikolog dari Universitas Indonesia, berkembangnya teknologi informasi canggih yang membuat setiap orang bisa terkoneksi satu sama lain, kapan dan di mana saja, tak jarang malah membuat komunikasi langsung antarmanusia jadi terganggu, termasuk komunikasi antara orang tua dan anak.
Karena rutin mengecek kegiatan anak-anaknya dari waktu ke waktu lewat telepon, SMS, atau skype, orang tua biasanya merasa sudah cukup aman. padahal, ada unsur utama yang hilang dalam komunikasi tak langsung itu, yaitu bahasa tubuh. Bila hanya bicara lewat telepon, Anda tidak tahu seandainya saat itu anak Anda sedang berbohong, sedang stres, atau sedang sedih, karena Anda tidka bisa melihat bahasa tubuh mereka secara langsung.
Rumah yang terlalu luas, apalagi bila setiap anggota keluarga punya kamar dan ruang pribadi, lengkap dengan televisi, komputer, dan kamar mandi sendiri, juga membuat kuantitas dan kualitas komunikasi dengan sesama anggota keluarga jadi berkurang, meskipun Anda sekeluarga sedang berada di rumah.
Karena itu, Ratna menyarankan agar setiap keluarga menghidupkan kembali tradisi 'komunikasi meja makan' di rumah, yang wajib dihadiri oleh seluruh anggota keluarga. Kalau tidak sempat sarapan bareng, ya, makan malam bersama. Dan selama makan malam, matikan semua televisi dan ponsel. "Hidupkan kembali tradisi bicara dari hati ke hati di dalam keluarga." Bukan saran yang muluk, bukan? Kalau benar-benar diusahakan, masa sih, tidak bisa?
Tina Savitri