Rasanya tidak berlebihan jika kita menyebut korban KDRT psikis ‘diperas’ secara emosi atau mengalami emotional blackmail. Jika seorang kriminal melakukan pemerasan untuk mendapatkan uang atau kedudukan, pelaku KDRT psikis memanfaatkan rasa bersalah, rasa takut, serta memainkan emosi Anda untuk mendapatkan apa pun yang diinginkannya.
Dalam buku Emotional Blackmail, Susan Forward, PhD dan Donna Frazier mendefinisikan emotional blackmail sebagai bentuk manipulasi yang sangat kuat. Biasanya, hal ini dilakukan dengan ancaman –secara langsung maupun tidak—untuk menghukum wanita bila tidak mematuhi keinginan si pelaku.
Ada empat wajah pelaku emotional blackmail:
Pertama, Punisher atau Si Penghukum. Mereka menyebut keinginan mereka dan konsekuensinya bila Anda tidak patuh. Mereka bisa marah secara agresif atau diam seribu bahasa. Yang pasti, kemarahan itu dimanfaatkan untuk menghukum Anda.
Ke-dua, Self Punisher atau Si Penghukum Diri Sendiri. Mereka justru menghukum diri mereka sendiri bila Anda tidak menuruti keinginan mereka. Intinya, mereka membuat Anda merasa bersalah.
Ke-tiga, Sufferer atau Si Penderita. Mereka adalah manipulator ulung yang menunjukkan betapa hidup mereka menderita karena Anda.
Terakhir, Tantalizer atau Si Penggoda, yang terus-menerus menguji wanita dan
menjanjikan ‘sesuatu’ bila si wanita menuruti kehendaknya.