Tentunya kita tidak boleh menyerah begitu saja saat mengetahui betapa hormon dan bagian otak –yang bahkan tak bisa kita lihat secara langsung— mampu memporak-porandakan hubungan kita dengan pasangan. Romantisisme dan getar-getar yang kita alami di awal pernikahan atau awal hubungan tetap mungkin ditumbuhkan lagi. Kuncinya: asalkan Anda percaya dan mau mengendalikan otak dan perasaan Anda secara aktif.
Merasa sudah terlalu tua atau tidak pantas lagi untuk kembali beromantis-romantisan? Sebaiknya jangan bersikap pesimistis seperti itu. Sebab, bagian tubuh Anda mungkin tidak lagi sebugar usia 20an atau awal 30an, tapi cara kerja otak berbeda. Semakin sering digunakan, otak kita justru semakin mengembang (seperti parasut).
Secara ilmiah, peran dopamine yang melemah adalah salah satu penyebab besarnya perilaku Anda dan pasangan Anda berubah satu sama lain. Tetapi, salah satu bagian di otak Anda masih menyimpan memori perasaan indah saat bersama pasangan. Yang Anda butuhkan adalah memicunya tumbuh kembali.
Usahakan untuk melakukan kembali kebiasaan-kebiasaan menyenangkan yang sering Anda lakukan bersama pasangan di awal pernikahan dulu. Lakukan pula sesering mungkin stimulasi cinta yang membuat pasangan Anda terus terpesona pada Anda. Ada empat tip mudah yang bisa Anda lakukan:
Pertama, tersenyum. Senyum yang tulus dan bahagia akan memberi sinyal ke otak agar Anda merasa lebih tenang, bisa menerima keadaan pasangan apa adanya, dan tetap bersemangat untuk ‘tumbuh’ bersama lagi.
Kedua, jangan pernah bosan mengucapkan terima kasih, terutama setiap kali selesai melakukan hubungan intim. Ucapkan pula bahwa Anda mencintainya. Tanpa disadari kata-kata positif ini akan lebih mendekatkan Anda berdua secara emosional.
Ketiga, berikan pujian kepada pasangan pada setiap kesempatan dan akui kehebatannya. Biarkan di otak Anda dan pasangan menyimpan memori bahwa Anda kagum pada dirinya.
Keempat, perhatikan pasangan Anda saat dia berbicara, lepaskan pandangan dari smartphone atau tab yang sedang Anda pegang. Dengan demikian, pasangan akan merasa diperhatikan. Sah saja bila wanita bersikap lebih ekspresif dalam mengungkapkan cinta. Sebab, perasan cinta pada pria lebih kuat dan agresif (daripada wanita), dan pria lebih berani memverbalkan apa yang ia inginkan. Jadi, mengapa wanita tidak mencoba mengungkapkan keinginan dalam ‘bahasa’ yang dimengerti dan cepat dipahami oleh pria?
Seimbangkan usaha Anda mengaktifkan otak bagian depan (VTA) –yang mampu menumbuhkan perasaan menggelora— dengan kepekaan spiritual. Neuroscience, ilmu perilaku berbasis otak menjabarkan, nilai spiritual terdapat di otak bagian depan, cortex pre frontal (CPF). Derah otak ini bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan, masalah masa depan, etika, menghitung risiko, dan kemampuan memaknai kehidupan.
Cinta menggebu di awal pernikahan yang dikendalikan oleh VTA ini bisa Anda hubungkan dengan otak bagian depan ini. Hal ini perlu supaya Anda tidak menjadi ‘buta’, cepat bosan, dan melupakan perasaan cinta Anda kepada pasangan. Ya, perasaan cinta yang menggebu memang perlu diseimbangkan dengan aspek spiritual, sebab cinta mudah memudar bila tidak distimulasi dengan baik. Dan stimulasi yang baik harus disempurnakan dengan nilai-nilai spiritual atau diberi pemaknaan yang baik.
Bila kini Anda merasa, “Kok, saya yang harus lebih aktif memperbaiki hubungan pernikahan? Kenapa bukan suami yang melakukannya?”, mungkin ungkapan dari psikolog Kassandra Putranto ini bisa menjadi jawaban yang bijak, “It takes two to build the marriage, but only needs one to save the marriage.”
Bagaimana menurut Anda?
Merasa sudah terlalu tua atau tidak pantas lagi untuk kembali beromantis-romantisan? Sebaiknya jangan bersikap pesimistis seperti itu. Sebab, bagian tubuh Anda mungkin tidak lagi sebugar usia 20an atau awal 30an, tapi cara kerja otak berbeda. Semakin sering digunakan, otak kita justru semakin mengembang (seperti parasut).
Secara ilmiah, peran dopamine yang melemah adalah salah satu penyebab besarnya perilaku Anda dan pasangan Anda berubah satu sama lain. Tetapi, salah satu bagian di otak Anda masih menyimpan memori perasaan indah saat bersama pasangan. Yang Anda butuhkan adalah memicunya tumbuh kembali.
Usahakan untuk melakukan kembali kebiasaan-kebiasaan menyenangkan yang sering Anda lakukan bersama pasangan di awal pernikahan dulu. Lakukan pula sesering mungkin stimulasi cinta yang membuat pasangan Anda terus terpesona pada Anda. Ada empat tip mudah yang bisa Anda lakukan:
Pertama, tersenyum. Senyum yang tulus dan bahagia akan memberi sinyal ke otak agar Anda merasa lebih tenang, bisa menerima keadaan pasangan apa adanya, dan tetap bersemangat untuk ‘tumbuh’ bersama lagi.
Kedua, jangan pernah bosan mengucapkan terima kasih, terutama setiap kali selesai melakukan hubungan intim. Ucapkan pula bahwa Anda mencintainya. Tanpa disadari kata-kata positif ini akan lebih mendekatkan Anda berdua secara emosional.
Ketiga, berikan pujian kepada pasangan pada setiap kesempatan dan akui kehebatannya. Biarkan di otak Anda dan pasangan menyimpan memori bahwa Anda kagum pada dirinya.
Keempat, perhatikan pasangan Anda saat dia berbicara, lepaskan pandangan dari smartphone atau tab yang sedang Anda pegang. Dengan demikian, pasangan akan merasa diperhatikan. Sah saja bila wanita bersikap lebih ekspresif dalam mengungkapkan cinta. Sebab, perasan cinta pada pria lebih kuat dan agresif (daripada wanita), dan pria lebih berani memverbalkan apa yang ia inginkan. Jadi, mengapa wanita tidak mencoba mengungkapkan keinginan dalam ‘bahasa’ yang dimengerti dan cepat dipahami oleh pria?
Seimbangkan usaha Anda mengaktifkan otak bagian depan (VTA) –yang mampu menumbuhkan perasaan menggelora— dengan kepekaan spiritual. Neuroscience, ilmu perilaku berbasis otak menjabarkan, nilai spiritual terdapat di otak bagian depan, cortex pre frontal (CPF). Derah otak ini bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan, masalah masa depan, etika, menghitung risiko, dan kemampuan memaknai kehidupan.
Cinta menggebu di awal pernikahan yang dikendalikan oleh VTA ini bisa Anda hubungkan dengan otak bagian depan ini. Hal ini perlu supaya Anda tidak menjadi ‘buta’, cepat bosan, dan melupakan perasaan cinta Anda kepada pasangan. Ya, perasaan cinta yang menggebu memang perlu diseimbangkan dengan aspek spiritual, sebab cinta mudah memudar bila tidak distimulasi dengan baik. Dan stimulasi yang baik harus disempurnakan dengan nilai-nilai spiritual atau diberi pemaknaan yang baik.
Bila kini Anda merasa, “Kok, saya yang harus lebih aktif memperbaiki hubungan pernikahan? Kenapa bukan suami yang melakukannya?”, mungkin ungkapan dari psikolog Kassandra Putranto ini bisa menjadi jawaban yang bijak, “It takes two to build the marriage, but only needs one to save the marriage.”
Bagaimana menurut Anda?