Saat ini ia adalah satu-satunya wanita yang menjadi kapten pilot untuk pesawat komersial di maskapai penerbangan tempatnya bekerja, Sriwijaya Air. Namun ketika ditanya seberapa besar risiko yang ditanggungnya sebagai pilot pesawat Boeing 737-200, Lokawati Nakagawa Aribuwono hanya menjawab singkat dan santai, “Tidak ada masalah.” Jawaban Loka –begitu panggilan akrabnya— bukan asal-asalan, tetapi memang demikian adanya. Suami dan ayah mertuanya sama-sama pilot, dan karena dulu pernah tinggal bersama keluarga mertua, ia tidak pernah was-was setiap kali harus meninggalkan anak-anaknya saat ia harus terbang.
Ada tiga hal yang membuat ia dapat menjalani dengan tenang profesinya sebagai pilot pesawat komersial sekaligus sebagai ibu. Pertama, ia mencintai dan menikmati pekerjaannya. Kedua, ia mendapat dukungan penuh dari keluarga, dan ketiga, ia memiliki lingkungan kerja yang nyaman. “Saya enjoy bekerja dan suami saya, Arianto Aribuwono, mendukung saya sepenuhnya, sehingga saya bisa menjalani profesi pilihan saya ini dengan tenang,” katanya. Kedua anaknya, Askandari Adzhani dan Atras Arisyi Anindito, pun tidak rewel ketika harus ditinggalkan ibu mereka. Seluruh dukungan inilah yang membuat Loka lupa bahwa pekerjaan berisiko tinggi.
Berbicara soal pekerjaan, wanita kelahiran Tanjung Balai Asahan, 13 Maret 1961, ini mengaku beruntung bisa menjadi pilot. Meskipun risikonya lebih dibanding pekerjaan lain, ia mendapatkan ‘kemewahan’ lain sebagai kompensasi. Jika ditotal, setiap bulannya hari kerja Loka cuma 15 hingga 20 hari, lebih sedikit dibanding hari kerja pegawai kantoran pada umumnya yang rata-rata 20-25 hari per bulan. Ia juga bisa memiliki hari libur tiga-empat hari dalam seminggu, tergantung jadwal penerbangannya. Jadwal terbangnya pun tidak selalu berlangsung selama berhari-hari. Kadang ia terbang di pagi hari dan sudah kembali ke rumah di sore hari. Loka mengatakan, anak-anaknya juga merasa senang dengan sifat pekerjaan ibunya yang tidak monoton ini. “Saya malah tidak bisa membayangkan kalau harus berangkat ke kantor setiap hari, apalagi sekarang Jakarta sangat macet,” ujarnya.
Selain itu, anak-anaknya juga senang karena setiap kali pulang terbang, sang ibu selalu membawa oleh-oleh. “Saya pernah menerbangkan pesawat kargo dari Batam ke Singapura untuk kurun waktu lumayan lama,” ia menceritakan. Setiap pulang ke rumah, Loka selalu berusaha untuk membawakan berbagai makanan kecil kemasan yang banyak ditemukan di Batam untuk anak-anaknya. Lucunya, ketika jadwal penerbangannya diganti, mereka justru protes, mengapa ibunya tidak terbang lagi ke tempat membeli oleh-oleh yang mereka tunggu-tunggu itu.
Meskipun menyenangkan, profesi sebagai pilot tetaplah berisiko tinggi. Mesin pesawat yang sedang ia terbangkan pernah mati di tengah jalan, dan ia juga pernah harus mematikan satu mesin sebagai upaya pencegahan terjadi kecelakaan. Namun ia tidak khawatir menghadapinya, bahkan saat menceritakan situasi darurat tersebut dengan nada bicaranya sangat santai.
“Semua itu sudah ada prosedur penanganannya, jadi tidak perlu cemas belebihan. Bahkan kadang-kadang penumpang pun tidak merasakannya,” katanya, tersenyum. Sebuah senyuman yang seolah ingin menenangkan lawan bicaranya. Lebih dari itu, risiko tinggi inilah yang justru membuatnya terpesona. Bukan hanya Loka, anak-anaknya pun tak kalah terpesona. Buktinya, anak keduanya mengikuti jejak ibu dan ayahnya. Siapa tahu suatu hari nanti mereka bertiga menerbangkan pesawat bersama-sama.
Ada tiga hal yang membuat ia dapat menjalani dengan tenang profesinya sebagai pilot pesawat komersial sekaligus sebagai ibu. Pertama, ia mencintai dan menikmati pekerjaannya. Kedua, ia mendapat dukungan penuh dari keluarga, dan ketiga, ia memiliki lingkungan kerja yang nyaman. “Saya enjoy bekerja dan suami saya, Arianto Aribuwono, mendukung saya sepenuhnya, sehingga saya bisa menjalani profesi pilihan saya ini dengan tenang,” katanya. Kedua anaknya, Askandari Adzhani dan Atras Arisyi Anindito, pun tidak rewel ketika harus ditinggalkan ibu mereka. Seluruh dukungan inilah yang membuat Loka lupa bahwa pekerjaan berisiko tinggi.
Berbicara soal pekerjaan, wanita kelahiran Tanjung Balai Asahan, 13 Maret 1961, ini mengaku beruntung bisa menjadi pilot. Meskipun risikonya lebih dibanding pekerjaan lain, ia mendapatkan ‘kemewahan’ lain sebagai kompensasi. Jika ditotal, setiap bulannya hari kerja Loka cuma 15 hingga 20 hari, lebih sedikit dibanding hari kerja pegawai kantoran pada umumnya yang rata-rata 20-25 hari per bulan. Ia juga bisa memiliki hari libur tiga-empat hari dalam seminggu, tergantung jadwal penerbangannya. Jadwal terbangnya pun tidak selalu berlangsung selama berhari-hari. Kadang ia terbang di pagi hari dan sudah kembali ke rumah di sore hari. Loka mengatakan, anak-anaknya juga merasa senang dengan sifat pekerjaan ibunya yang tidak monoton ini. “Saya malah tidak bisa membayangkan kalau harus berangkat ke kantor setiap hari, apalagi sekarang Jakarta sangat macet,” ujarnya.
Selain itu, anak-anaknya juga senang karena setiap kali pulang terbang, sang ibu selalu membawa oleh-oleh. “Saya pernah menerbangkan pesawat kargo dari Batam ke Singapura untuk kurun waktu lumayan lama,” ia menceritakan. Setiap pulang ke rumah, Loka selalu berusaha untuk membawakan berbagai makanan kecil kemasan yang banyak ditemukan di Batam untuk anak-anaknya. Lucunya, ketika jadwal penerbangannya diganti, mereka justru protes, mengapa ibunya tidak terbang lagi ke tempat membeli oleh-oleh yang mereka tunggu-tunggu itu.
Meskipun menyenangkan, profesi sebagai pilot tetaplah berisiko tinggi. Mesin pesawat yang sedang ia terbangkan pernah mati di tengah jalan, dan ia juga pernah harus mematikan satu mesin sebagai upaya pencegahan terjadi kecelakaan. Namun ia tidak khawatir menghadapinya, bahkan saat menceritakan situasi darurat tersebut dengan nada bicaranya sangat santai.
“Semua itu sudah ada prosedur penanganannya, jadi tidak perlu cemas belebihan. Bahkan kadang-kadang penumpang pun tidak merasakannya,” katanya, tersenyum. Sebuah senyuman yang seolah ingin menenangkan lawan bicaranya. Lebih dari itu, risiko tinggi inilah yang justru membuatnya terpesona. Bukan hanya Loka, anak-anaknya pun tak kalah terpesona. Buktinya, anak keduanya mengikuti jejak ibu dan ayahnya. Siapa tahu suatu hari nanti mereka bertiga menerbangkan pesawat bersama-sama.
NTF