Cukup sering terjadi peristiwa kematian orang tua menyisakan banyak masalah di belakang, yang bukan saja mengganggu kedamaian ‘tidur panjang’ mereka, tapi juga merepotkan orang-orang yang ditinggalkan.
Apa saja yang harus ditanyakan? Berikut adalah hal yang perlu dibereskan jauh-jauh hari demi kepentingan mereka sendiri dan semua pihak. Bagaimana cara menyampaikannya, tentu diperlukan sensitivitas yang tinggi, plus timing yang tepat. Sebagai anaknya, tentu Andalah yang paling mengenal orang tua Anda, sehingga tahu bagaimana cara menyentuh titik-titik sensitif tersebut tanpa membuat mereka tersinggung, terluka, atau sedih.
Adakah keinginan dan kecemasan tertentu?
Jangan dikira orang-orang yang sudah tua tidak punya keinginan lagi. Bisa jadi mereka tidak berani mengungkapkan karena tidak punya penghasilan lagi untuk membiayainya, atau tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Padahal sesungguhnya mereka masih sangat mendambakannya.
Kalau ditanyakan baik-baik, siapa tahu orang tua Anda mau mengungkapkan impian terpendam mereka, yang sepele sekalipun. Misalnya, ingin menunaikan ibadah haji atau berziarah ke Lourdes atau Yerusalem, ingin memiliki taman kecil di rumah, ingin memelihara anjing atau kucing, dan sebagainya. Kalau keinginan tersebut membutuhkan biaya yang relatif besar, Anda bisa berunding dan gotong royong dengan sesama saudara untuk mewujudkan keinginan tersebut. Bukankah ini kesempatan yang tepat untuk membalas jasa dan membahagiakan orang tua?
Begitu juga dengan kecemasan. Jangan abaikan bentuk-bentuk kecemasan yang mereka ungkapkan, sekalipun terkesan sepele. Banyak orang tua menyimpan kecemasan bila masih ada anak –terutama anak perempuan yang belum juga menikah di usia di atas rata-rata. Untuk kecemasan seperti ini –terutama bila Andalah yang menjadi sasaran– tanggapilah dengan bijaksana, jangan emosional. Katakan saja bahwa Anda tak pernah melupakan keinginan untuk menikah dan terus berusaha menemukan jodoh. Jangan lupa pula untuk meminta doa dari mereka. Tanggapi pula dengan bijaksana kecemasan yang terkesan sepele, misalnya bila mereka mencemaskan nasib anjing atau burung kesayangannya bila mereka meninggal kelak. Yang pasti, jangan sekali-kali mentertawakan atau menyepelekan kecemasan mereka.
Adakah rahasia kelam yang mengganggu ketenangan mereka?
Ini hanya salah satu contoh kasus mengenai rahasia gelap orang tua. Rasanya bukan hanya bisa terjadi di sinetron-sinteron drama. Dalam kehidupan nyata pun cukup banyak terjadi; di upacara pemakaman ayah Anda, tiba-tiba muncul seorang wanita yang mengaku sebagai istri lain dari ayah Anda –siri atau dikawin resmi— yang selama ini tidak pernah diketahui keberadaannya, baik oleh ibu Anda maupun anak-anaknya. Apalagi kalau wanita itu juga mengaku punya anak yang notabene adalah adik Anda juga. Hal itu cukup sering terjadi di negeri ini, mengingat orang Indonesia sebagian besar menganut agama Islam yang tidak melarang poligami, meskipun kerap dilakukan diam-diam.
Kalau itu yang terjadi, bukan saja Anda sekeluarga jadi kecewa dan marah kepada ayah Anda, tapi bisa jadi Anda juga berbalik membenci ayah yang selama ini sangat Anda hormati. Lagipula, meski secara sipil dianggap tidak sah, namun dari segi agama (khususnya Islam) anak kandung yang lahir lewat perkawinan siri atau tidak sah (di mata hukum negara) sekalipun tetap memiliki hak waris. Bila rahasia itu diketahui lebih awal sebelum ayah Anda meninggal, meskipun tetap membuat kecewa, setidaknya efeknya bisa diminimalisasi. Minimal Anda sekeluarga bisa mengantisipasi permasalahan yang akan timbul kelak.
Untuk mengajukan pertanyaan yang satu ini, memang dibutuhkan sensitivitas tinggi. Pertanyaan ini perlu diajukan tentunya hanya kalau selama ini kita mengenal ayah kita sebagai pria yang gampang tergoda wanita. Hati-hati, sebisa mungkin jaga perasaan ibu Anda.
Apa saja yang harus ditanyakan? Berikut adalah hal yang perlu dibereskan jauh-jauh hari demi kepentingan mereka sendiri dan semua pihak. Bagaimana cara menyampaikannya, tentu diperlukan sensitivitas yang tinggi, plus timing yang tepat. Sebagai anaknya, tentu Andalah yang paling mengenal orang tua Anda, sehingga tahu bagaimana cara menyentuh titik-titik sensitif tersebut tanpa membuat mereka tersinggung, terluka, atau sedih.
Adakah keinginan dan kecemasan tertentu?
Jangan dikira orang-orang yang sudah tua tidak punya keinginan lagi. Bisa jadi mereka tidak berani mengungkapkan karena tidak punya penghasilan lagi untuk membiayainya, atau tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Padahal sesungguhnya mereka masih sangat mendambakannya.
Kalau ditanyakan baik-baik, siapa tahu orang tua Anda mau mengungkapkan impian terpendam mereka, yang sepele sekalipun. Misalnya, ingin menunaikan ibadah haji atau berziarah ke Lourdes atau Yerusalem, ingin memiliki taman kecil di rumah, ingin memelihara anjing atau kucing, dan sebagainya. Kalau keinginan tersebut membutuhkan biaya yang relatif besar, Anda bisa berunding dan gotong royong dengan sesama saudara untuk mewujudkan keinginan tersebut. Bukankah ini kesempatan yang tepat untuk membalas jasa dan membahagiakan orang tua?
Begitu juga dengan kecemasan. Jangan abaikan bentuk-bentuk kecemasan yang mereka ungkapkan, sekalipun terkesan sepele. Banyak orang tua menyimpan kecemasan bila masih ada anak –terutama anak perempuan yang belum juga menikah di usia di atas rata-rata. Untuk kecemasan seperti ini –terutama bila Andalah yang menjadi sasaran– tanggapilah dengan bijaksana, jangan emosional. Katakan saja bahwa Anda tak pernah melupakan keinginan untuk menikah dan terus berusaha menemukan jodoh. Jangan lupa pula untuk meminta doa dari mereka. Tanggapi pula dengan bijaksana kecemasan yang terkesan sepele, misalnya bila mereka mencemaskan nasib anjing atau burung kesayangannya bila mereka meninggal kelak. Yang pasti, jangan sekali-kali mentertawakan atau menyepelekan kecemasan mereka.
Adakah rahasia kelam yang mengganggu ketenangan mereka?
Ini hanya salah satu contoh kasus mengenai rahasia gelap orang tua. Rasanya bukan hanya bisa terjadi di sinetron-sinteron drama. Dalam kehidupan nyata pun cukup banyak terjadi; di upacara pemakaman ayah Anda, tiba-tiba muncul seorang wanita yang mengaku sebagai istri lain dari ayah Anda –siri atau dikawin resmi— yang selama ini tidak pernah diketahui keberadaannya, baik oleh ibu Anda maupun anak-anaknya. Apalagi kalau wanita itu juga mengaku punya anak yang notabene adalah adik Anda juga. Hal itu cukup sering terjadi di negeri ini, mengingat orang Indonesia sebagian besar menganut agama Islam yang tidak melarang poligami, meskipun kerap dilakukan diam-diam.
Kalau itu yang terjadi, bukan saja Anda sekeluarga jadi kecewa dan marah kepada ayah Anda, tapi bisa jadi Anda juga berbalik membenci ayah yang selama ini sangat Anda hormati. Lagipula, meski secara sipil dianggap tidak sah, namun dari segi agama (khususnya Islam) anak kandung yang lahir lewat perkawinan siri atau tidak sah (di mata hukum negara) sekalipun tetap memiliki hak waris. Bila rahasia itu diketahui lebih awal sebelum ayah Anda meninggal, meskipun tetap membuat kecewa, setidaknya efeknya bisa diminimalisasi. Minimal Anda sekeluarga bisa mengantisipasi permasalahan yang akan timbul kelak.
Untuk mengajukan pertanyaan yang satu ini, memang dibutuhkan sensitivitas tinggi. Pertanyaan ini perlu diajukan tentunya hanya kalau selama ini kita mengenal ayah kita sebagai pria yang gampang tergoda wanita. Hati-hati, sebisa mungkin jaga perasaan ibu Anda.
Tina Savitri