Adalah kampus Institut Teknologi Indonesia di Serpong yang mempertemukan Mieke Chandra Bayu, Inggrid Aerastia, dan Friska Natalia Tobing. "Karena kampus kami jauh, pertemanan kami lebih intensif," ujar Mieke. Dunia kerja sempat memisahkan mereka dengan kesibukan baru. Namun jejaring sosial facebook mendekatkan mereka lagi.
Awalnya, mereka hanya ingin kumpul-kumpul saja. "Tetapi kalau bertemu terus jadinya terlalu konsumtif," Inggrid yang akrab dipanggil Ade menimpali. Mereka pun memikirkan kegiatan yang bisa dilakukan agar bisa terus-terusan bertemu tapi lebih produktif. Ada satu hal yang mereka sama-sama sukai, Batik. Bermodal sedikit nekat, tiga tahun silam mereka sepakat mendirikan Batik Loetjoe, sebuah bentuk usaha yang menyediakan busana dari kombinasi berbagai motif dan warna kain batik.
Setelah dijalani, baru terasa, bisnis dan pertemanan itu beda sekali. "Ini sebuah proses. Masing-masing orang pasti punya ego sendiri, ingin lebih bersuara atau yang lain. Kita harus menemukan cara bagaimana mengalahkan ego tersebut," ujar Friska. Banyak kompromi yang harus mereka jalani. Kendati telah berteman selama 24 tahun, mereka pun banyak belajar mengenai hal baru tentang satu sama lain. Apalagi mereka bertiga sama-sama tidak punya latar belakang bisnis. Inilah ujian bersama untuk pertemanan ketiganya.
Kunci sukses mereka, kepercayaan. "Kita bersama meyakini akan niat baik masing-masing. Tidak ada kecurangan," Mieke menambahkan. Karena itu, tidak ada masalah jika mereka bertiga tidak bisa bekerja dalam porsi yang sama dalam waktu yang bersamaan. Mereka berprinsip Batik Loetjoe adalah rumah mereka bersama agar bisa saling bertemu.
Kepercayaan ini juga mereka tunjukkan dengan tidak memiliki kontrak resmi atas kerja sama mereka. "Bisnis kami friend oriented," kata Friska. Konsep tersebut mereka tunjukkan juga dalam melayani para klien. Kadang, workshop mereka di bilangan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, didatangi para pelanggan. Bukan untuk berbelanja, tapi sekadar mengobrol dan sharing. Hal yang sama juga terjadi saat pameran. "Mereka juga ingin bertemu kami, bukan hanya baju kami," kata Friska. Benar-benar satu paket.
Awalnya, mereka hanya ingin kumpul-kumpul saja. "Tetapi kalau bertemu terus jadinya terlalu konsumtif," Inggrid yang akrab dipanggil Ade menimpali. Mereka pun memikirkan kegiatan yang bisa dilakukan agar bisa terus-terusan bertemu tapi lebih produktif. Ada satu hal yang mereka sama-sama sukai, Batik. Bermodal sedikit nekat, tiga tahun silam mereka sepakat mendirikan Batik Loetjoe, sebuah bentuk usaha yang menyediakan busana dari kombinasi berbagai motif dan warna kain batik.
Setelah dijalani, baru terasa, bisnis dan pertemanan itu beda sekali. "Ini sebuah proses. Masing-masing orang pasti punya ego sendiri, ingin lebih bersuara atau yang lain. Kita harus menemukan cara bagaimana mengalahkan ego tersebut," ujar Friska. Banyak kompromi yang harus mereka jalani. Kendati telah berteman selama 24 tahun, mereka pun banyak belajar mengenai hal baru tentang satu sama lain. Apalagi mereka bertiga sama-sama tidak punya latar belakang bisnis. Inilah ujian bersama untuk pertemanan ketiganya.
Kunci sukses mereka, kepercayaan. "Kita bersama meyakini akan niat baik masing-masing. Tidak ada kecurangan," Mieke menambahkan. Karena itu, tidak ada masalah jika mereka bertiga tidak bisa bekerja dalam porsi yang sama dalam waktu yang bersamaan. Mereka berprinsip Batik Loetjoe adalah rumah mereka bersama agar bisa saling bertemu.
Kepercayaan ini juga mereka tunjukkan dengan tidak memiliki kontrak resmi atas kerja sama mereka. "Bisnis kami friend oriented," kata Friska. Konsep tersebut mereka tunjukkan juga dalam melayani para klien. Kadang, workshop mereka di bilangan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, didatangi para pelanggan. Bukan untuk berbelanja, tapi sekadar mengobrol dan sharing. Hal yang sama juga terjadi saat pameran. "Mereka juga ingin bertemu kami, bukan hanya baju kami," kata Friska. Benar-benar satu paket.