Apa sebenarnya toxic friend? Label tersebut memang tidak ditujukan kepada seseorang sebagai pribadi, tetapi lebih pada perilaku negatif seseorang yang direspon negatif juga oleh pergaulan sosialnya. Racun itu bermain di area emosional, bukan akal sehat. Maksudnya, sejauh Anda menanggapinya dengan emosional, barulah berpotensi jadi racun.
Setiap racun selalu ada penawar dan cara mencegah penyebarannya. Meski kadang kala penawarnya begitu pahit, yaitu mengakhiri hubungan pertemanan, sementara atau selamanya. Pertemanan seharusnya adalah relasi yang reciprocity not toxicity, adanya kesalingan tapi bukan saling meracuni. Namun sebelum menempuh jalan akhir berupa mengakhiri hubungan, psikolog Vierra Adella atau akrab disapa Della menawarkan beberapa opsi 'penawar racun' sekaligus agar kita sendiri tidak menjadi 'racun'.
Langkah pertama adalah menyadari bahwa seorang teman Anda sudah menjadi racun, atau pertemanan Anda sudah meracuni, atau mengakui bahwa sesungguhnya Andalah sang racun.
Bila masalah yang Anda hadapi terasa begitu berat, sah-sah saja berbagi dengan seseorang. Datanglah pada sahabat yang Anda percayai, tapi dengan tetap mengingatkan diri agar tidak curhat tanpa kenal waktu agar teman Anda tidak malah terganggu.
Selalu miliki teman profesional, seperti konselor, dokter, psikolog, seksolog, atau guru dari anak-anak kita. Saran dari mereka biasanya objektif.
Sering-seringlah berbicara kepada non toxic friends, yaitu mereka yang memiliki saran atau pemikiran netral dan objektif. Energi yang positif dari mereka akan membuat Anda lebih 'sehat'.
Bila menghadapi teman yang bermasalah, ambillah peran dan tanggung jawab hanya apabila emosi Anda sedang stabil dan Anda merasa mampu.
Beri batasan pertemanan kepada teman-teman yang Anda rasakan menguras energi, kerap membuat Anda bad mood, atau jadi bergosip.
Hindari pertemanan yang terlalu eksklusif dan mulailah menyaring opini-opini yang biasa dilontarkan teman Anda: apakah memang memberi perspektif positif ataukah cuma sekadar menghibur tanpa memberi solusi apa pun.
Setiap racun selalu ada penawar dan cara mencegah penyebarannya. Meski kadang kala penawarnya begitu pahit, yaitu mengakhiri hubungan pertemanan, sementara atau selamanya. Pertemanan seharusnya adalah relasi yang reciprocity not toxicity, adanya kesalingan tapi bukan saling meracuni. Namun sebelum menempuh jalan akhir berupa mengakhiri hubungan, psikolog Vierra Adella atau akrab disapa Della menawarkan beberapa opsi 'penawar racun' sekaligus agar kita sendiri tidak menjadi 'racun'.
Langkah pertama adalah menyadari bahwa seorang teman Anda sudah menjadi racun, atau pertemanan Anda sudah meracuni, atau mengakui bahwa sesungguhnya Andalah sang racun.
Bila masalah yang Anda hadapi terasa begitu berat, sah-sah saja berbagi dengan seseorang. Datanglah pada sahabat yang Anda percayai, tapi dengan tetap mengingatkan diri agar tidak curhat tanpa kenal waktu agar teman Anda tidak malah terganggu.
Selalu miliki teman profesional, seperti konselor, dokter, psikolog, seksolog, atau guru dari anak-anak kita. Saran dari mereka biasanya objektif.
Sering-seringlah berbicara kepada non toxic friends, yaitu mereka yang memiliki saran atau pemikiran netral dan objektif. Energi yang positif dari mereka akan membuat Anda lebih 'sehat'.
Bila menghadapi teman yang bermasalah, ambillah peran dan tanggung jawab hanya apabila emosi Anda sedang stabil dan Anda merasa mampu.
Beri batasan pertemanan kepada teman-teman yang Anda rasakan menguras energi, kerap membuat Anda bad mood, atau jadi bergosip.
Hindari pertemanan yang terlalu eksklusif dan mulailah menyaring opini-opini yang biasa dilontarkan teman Anda: apakah memang memberi perspektif positif ataukah cuma sekadar menghibur tanpa memberi solusi apa pun.
Monika Erika