Banyak orang mengandalkan obat, dokter, atau buku-buku self help untuk menyehatkan fisik dan mental. Tapi, terkadang kita melupakan 'senjata ampuh' yang bisa membantu mengatasi penyakit dan depresi, mempercepat penyembuhan, memperlambat penuaan, dan memperpanjang umur: itulah persahabatan. Simak cerita wanita yang berjuang melawan berbagai jenis kanker yang menggerogoti tubuhnya.
Dewi Yulita Krisnawati
Dua belas tahun terakhir ini bukanlah masa yang mudah bagi Dewi Yulita (43). Selama itu, dia bertarung melawan berbagai jenis kanker yang silih berganti menggerogoti tubuhnya. Mulai dari kanker tiroid, paru-paru, payudara, sampai yang terakhir, kanker otak.
Dalam perjuangan mencari kesembuhan, dia mencoba aneka jenis pengobatan -dari medis sampai alternatif. Namun, yang tak kalah berperan adalah sahabat-sahabatnya. Dewi punya dua kelompok sahabat yang sangat berarti: pengajian bersama para tetangganya, dan support group yang terdiri dari para survivor kanker.
"Tetangga saya mungkin lebih dekat daripada saudara kandung. Maklum, saya tak punya saudara perempuan, delapan saudara saya laki-laki. Dukungan tetangga sangat berarti. Jika saya periksa rutin ke dokter, mereka bergantian mengantarkan. Ketika saya bolak-balik menjalani kemoterapi di rumah sakit selama beberapa hari, mereka mengatur jadwal untuk mendampingi saya. Terutama bila suami saya berhalangan karena harus kerja," tutur Dewi.
Kemoterapi juga memberikan dampak tak nyaman baginya, dari mual, rambut rontok, bahkan sampai kepala gundul. Namun para sahabat yang setia mengajaknya ngobrol, memijati kaki, dan menyiapkan makanan, membuat Dewi sedikit melupakan sakitnya.
Dewi juga mendapat kekuatan dari doa para tetangganya. Setiap kali mengadakan pengajian, mereka berdoa untuk kesembuhan Dewi. Mereka juga meminta ustad pembimbing untuk mendoakannya. "Kesembuhan saya adalah doa orang banyak," kata Dewi.
Kelompok lain yang juga besar pengaruhnya bagi Dewi adalah support group yang terdiri dari sesama penderita kanker. Ia mulai bergabung dengan Cancer Information Support Center (CISC) sejak 2007. "Di sini saya berbagi cerita, memperluas wawasan, dan saling menguatkan."
Di antara semua sahabatnya di CISC, Dewi paling dekat dengan Sri. Tiap hari Sri mengirim SMS motivasi. Mereka bahkan sering ber-SMS sampai tengah malam. Wawasan dan jejaring Sri yang luas juga kerap kali 'mengelamatkan' Dewi. Sri-lah yang membantu membuatkan janji dengan seorang profesor untuk berkonsultasi, sebelum Dewi menjalani operasi kanker otak. Dia juga yang mencarikan teman sesama anggota CISC untuk menemani Dewi pagi-pagi di rumah sakit ketika tak ada yang bisa menemaninya.
"Untungnya, semua sahabat memperlakukan saya sebagai orang normal. Saya pun tidak memposisikan diri sebagai orang sakit. Ini sangat membantu. Saya tetap dilibatkan dalam kepengurusan masjid. Kami juga sering pergi shopping dan nongkrong bareng. Kegiatan saya bertambah ketika ditunjuk sebagai pengurus Indonesian Breast Cancer Network -support group yang belum lama ini didirikan oleh RS Kanker Dharmais. Tanpa Para sahabat dan semua kegiatan ini, saya tak yakin sanggup bertahan."
Dewi Yulita Krisnawati
Dua belas tahun terakhir ini bukanlah masa yang mudah bagi Dewi Yulita (43). Selama itu, dia bertarung melawan berbagai jenis kanker yang silih berganti menggerogoti tubuhnya. Mulai dari kanker tiroid, paru-paru, payudara, sampai yang terakhir, kanker otak.
Dalam perjuangan mencari kesembuhan, dia mencoba aneka jenis pengobatan -dari medis sampai alternatif. Namun, yang tak kalah berperan adalah sahabat-sahabatnya. Dewi punya dua kelompok sahabat yang sangat berarti: pengajian bersama para tetangganya, dan support group yang terdiri dari para survivor kanker.
"Tetangga saya mungkin lebih dekat daripada saudara kandung. Maklum, saya tak punya saudara perempuan, delapan saudara saya laki-laki. Dukungan tetangga sangat berarti. Jika saya periksa rutin ke dokter, mereka bergantian mengantarkan. Ketika saya bolak-balik menjalani kemoterapi di rumah sakit selama beberapa hari, mereka mengatur jadwal untuk mendampingi saya. Terutama bila suami saya berhalangan karena harus kerja," tutur Dewi.
Kemoterapi juga memberikan dampak tak nyaman baginya, dari mual, rambut rontok, bahkan sampai kepala gundul. Namun para sahabat yang setia mengajaknya ngobrol, memijati kaki, dan menyiapkan makanan, membuat Dewi sedikit melupakan sakitnya.
Dewi juga mendapat kekuatan dari doa para tetangganya. Setiap kali mengadakan pengajian, mereka berdoa untuk kesembuhan Dewi. Mereka juga meminta ustad pembimbing untuk mendoakannya. "Kesembuhan saya adalah doa orang banyak," kata Dewi.
Kelompok lain yang juga besar pengaruhnya bagi Dewi adalah support group yang terdiri dari sesama penderita kanker. Ia mulai bergabung dengan Cancer Information Support Center (CISC) sejak 2007. "Di sini saya berbagi cerita, memperluas wawasan, dan saling menguatkan."
Di antara semua sahabatnya di CISC, Dewi paling dekat dengan Sri. Tiap hari Sri mengirim SMS motivasi. Mereka bahkan sering ber-SMS sampai tengah malam. Wawasan dan jejaring Sri yang luas juga kerap kali 'mengelamatkan' Dewi. Sri-lah yang membantu membuatkan janji dengan seorang profesor untuk berkonsultasi, sebelum Dewi menjalani operasi kanker otak. Dia juga yang mencarikan teman sesama anggota CISC untuk menemani Dewi pagi-pagi di rumah sakit ketika tak ada yang bisa menemaninya.
"Untungnya, semua sahabat memperlakukan saya sebagai orang normal. Saya pun tidak memposisikan diri sebagai orang sakit. Ini sangat membantu. Saya tetap dilibatkan dalam kepengurusan masjid. Kami juga sering pergi shopping dan nongkrong bareng. Kegiatan saya bertambah ketika ditunjuk sebagai pengurus Indonesian Breast Cancer Network -support group yang belum lama ini didirikan oleh RS Kanker Dharmais. Tanpa Para sahabat dan semua kegiatan ini, saya tak yakin sanggup bertahan."