Banyak orang mengandalkan obat, dokter, atau buku-buku self help untuk menyehatkan fisik dan mental. Tapi, terkadang kita melupakan 'senjata ampuh' yang bisa membantu mengatasi penyakit dan depresi, mempercepat menyembuhan, memperlambat penuaan, dan memperpanjang umur. Itulah persahabatan. Simak kisah berikut:
Persahabatan antara Rina (bukan nama sebenarnya) dengan Ratu bermula pada tahun 1996, ketika mereka bekerja di kantor yang sama. Rina di divisi HRD, Ratu menangani marketing. "Karakter kami bagai bumi dan langit. Ratu sangat ekstrover, talkative, sanguinis sejati (terbuka mudah bergaul). Sedangkan saya introver dan plegmatis melankolis (cenderung tertutup dan pengalah). Tapi, justru itu yang membuat kami dekat," jelas Rina.
Pada 2001, perkawinan Rina mendapat ujian berat. Suaminya berselingkuh, dan Rina terpikir untuk bercerai. Perceraian resmi baru terjadi pada 2003. Namun, selama dua tahun sebelumnya (dan setelahnya) mentalnya mengalami up and down.
[Bermasalah dengan pede? Atasi dengan rahasia tingkatkan kepercayaan diri dalam sekejap]
"Perceraian sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan harga diri saya. Sebab selama itu saya menganggap suami adalah orang yang paling dekat, menyayangi, dan akan setia sehidup-semati. Ketika dia meninggalkan saya, saya jadi berpikir, 'begitu jeleknyakah saya?' Saya mulai membanding-bandingkan diri dengan wanita lain yang bersuami. Saya merasa kalah dibandingkan mereka," kenang Rina.
Dalam masa menyedihkan itu, Ratu datang bagai penyelamat. "Kerja lagi, yuk, Rin!" ajak Ratu -saat itu Rina sibuk sebagai ibu rumah tangga. Bersama beberapa teman lain, mereka mendirikan konsultan HRD pada 2001.
"Ratu berusaha membangkitkan harga diri saya dengan bekerja dan beraktivitas. Saya pun punya kesibukan baru dan penghasilan. Saya mulai merasa 'i am somebody'. Proses pemulihan rasa percaya diri ini bahkan berlangsung hingga kini. Jujur, saya masih belum pulih seratus persen."
Lucunya, Rina justru jarang 'curhat' pada Ratu. Rina memang bukan tipa wanita yang suka curhat, jika ada masalah ia pendam sendiri saja.
"Ratu menguatkan bukan dengan menampung cerita saya, tapi memberikan kegiatan dan menemani saya. Kadang-kadang kami berdua nongkrong di kafe, tapi tidak mengobrol, justru diam-diaman dengan pikiran sendiri-sendiri. Sesekali kami nonton pertunjukan musik. Itu saja cukup. Kata orang, bila keheningan di antara dua orang terasa nyaman, berarti keduanya sudah sangat dekat."
Meskipun jarang 'dicurhati' Rina, Ratu ternyata lumayan peka. Cukup mendengar suara Rina di telepon, Ratu tahu kalau temannya itu sedang 'pusing. Ratu tak memaksa Rina bercerita. Sebaliknya, dia mengajak Rina mengobrol hal-hal lain atau nongkrong dengan teman-temannya.
"Kemandirian Ratu dan caranya menangani masalah sering menginspirasi saya. Jadi kalau saya sedang down, saya senang bertemu dia supaya bisa ikut-ikutan kuat. Kalau saya mendekati orang yang juga sedih, pasti saya makin sedih."
Persahabatan antara Rina (bukan nama sebenarnya) dengan Ratu bermula pada tahun 1996, ketika mereka bekerja di kantor yang sama. Rina di divisi HRD, Ratu menangani marketing. "Karakter kami bagai bumi dan langit. Ratu sangat ekstrover, talkative, sanguinis sejati (terbuka mudah bergaul). Sedangkan saya introver dan plegmatis melankolis (cenderung tertutup dan pengalah). Tapi, justru itu yang membuat kami dekat," jelas Rina.
Pada 2001, perkawinan Rina mendapat ujian berat. Suaminya berselingkuh, dan Rina terpikir untuk bercerai. Perceraian resmi baru terjadi pada 2003. Namun, selama dua tahun sebelumnya (dan setelahnya) mentalnya mengalami up and down.
[Bermasalah dengan pede? Atasi dengan rahasia tingkatkan kepercayaan diri dalam sekejap]
"Perceraian sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan harga diri saya. Sebab selama itu saya menganggap suami adalah orang yang paling dekat, menyayangi, dan akan setia sehidup-semati. Ketika dia meninggalkan saya, saya jadi berpikir, 'begitu jeleknyakah saya?' Saya mulai membanding-bandingkan diri dengan wanita lain yang bersuami. Saya merasa kalah dibandingkan mereka," kenang Rina.
Dalam masa menyedihkan itu, Ratu datang bagai penyelamat. "Kerja lagi, yuk, Rin!" ajak Ratu -saat itu Rina sibuk sebagai ibu rumah tangga. Bersama beberapa teman lain, mereka mendirikan konsultan HRD pada 2001.
"Ratu berusaha membangkitkan harga diri saya dengan bekerja dan beraktivitas. Saya pun punya kesibukan baru dan penghasilan. Saya mulai merasa 'i am somebody'. Proses pemulihan rasa percaya diri ini bahkan berlangsung hingga kini. Jujur, saya masih belum pulih seratus persen."
Lucunya, Rina justru jarang 'curhat' pada Ratu. Rina memang bukan tipa wanita yang suka curhat, jika ada masalah ia pendam sendiri saja.
"Ratu menguatkan bukan dengan menampung cerita saya, tapi memberikan kegiatan dan menemani saya. Kadang-kadang kami berdua nongkrong di kafe, tapi tidak mengobrol, justru diam-diaman dengan pikiran sendiri-sendiri. Sesekali kami nonton pertunjukan musik. Itu saja cukup. Kata orang, bila keheningan di antara dua orang terasa nyaman, berarti keduanya sudah sangat dekat."
Meskipun jarang 'dicurhati' Rina, Ratu ternyata lumayan peka. Cukup mendengar suara Rina di telepon, Ratu tahu kalau temannya itu sedang 'pusing. Ratu tak memaksa Rina bercerita. Sebaliknya, dia mengajak Rina mengobrol hal-hal lain atau nongkrong dengan teman-temannya.
"Kemandirian Ratu dan caranya menangani masalah sering menginspirasi saya. Jadi kalau saya sedang down, saya senang bertemu dia supaya bisa ikut-ikutan kuat. Kalau saya mendekati orang yang juga sedih, pasti saya makin sedih."