Berbicara merupakan kebutuhan dasar manusia untuk menyampaikan ide dan pemikiran. Di dunia yang verbalistis ini kita kerap merasa harus berbicara dan berkomentar tentang apa pun. Sayangnya, komentar-komentar yang berlalu-lalang itu terkadang tidak menyelesaikan masalah, tapi malah membuat persoalan kiat rumit. Lebih parah lagi bila yang kita omongkan ternyata tidak nyambung dengan topik yang sedang dibicarakan.
Jadi, kapan sebaiknya bicara dan kapan sebaiknya kita tutup mulut?
Lebih baik diam bila tak yakin
Ada baiknya memikirkan terlebih dahulu apa yang akan kita sampaikan agar kita tidak terkesan 'asbun' atau asal bunyi -yang hanya membuat diri kita tampak ridiculous di mata orang lain. Sediakan pula waktu untuk mendengarkan agar kita punya kesempatan untuk mencerna pendapat orang lain dan mengetahui kebutuhan serta motivasi mereka. Setelah memahami smua itu, barulah kita memberi komentar.
Untuk apa ribut untuk hal yang tak perlu?
Ketika seorang teman berkeluh kesah tentang sesuatu, sementara menurut Anda hal itu tidak benar, sebaiknya Anda diam. Simpan dulu sudut pandang Anda. Tunggu sampai emosinya mereda dan dia mau mendengarkan Anda, barulah pelan-pelan Anda tarik dia pada sudut pandang Anda. Tapi tetaplah diam jika dia tampaknya tidak ingin mendengarkan Anda. Untuk dapat melalui krisis emosi, orang memang perlu banyak bicara karena mereka umumnya merasa tidak dipahami atau didengarkan. Kalau Anda tak ada urusan dengan itu, untuk apa ikut-ikutan ribut?
Boleh ngomel tapi jangan mengungkit kesalahan di masa lalu
Seseorang membuat Anda sangat marah. Tapi semarah apa pun, tahanlah diri untuk tidak mengungkit kesalahan masa lalu orang tersebut. Mengungkit kesalahan atau aib orang lain di masa lalu tidak akan membuat dia sadar, melainkan justru akan membuatnya makin sakit hati, sehingga membuat dia makin defensif. Di saat emosu Anda dan dia sudah mereda, cobalah bicarakan lagi masalah yang sebenarnya, to the point, dan tanpa melipir atau belok-belok lagi, agar dapat diselesaikan dengan kepala dingin.
Jangan memberi nasihat bila tidak diminta
Niat Anda sih, ingin menolong. Tetapi memberi nasihat di saat yang tidak pas justru bis aberbalik pada Anda. Ada kalanya seseorang berkeluh kesah kepada orang hanya karena dia butuh didengarkan dan sama sekali tidak butuh nasihat. Maka, sediakan saja telinga ANda, bukan mulut Anda.
Jangan ikuti hasrat bergosip
Dorongan untuk membongkar suatu rahasia adalah situasi yang sangat menggairahkan sekaligus membuat bimbang. Membongkar keburukan orang lain dapat merusak reputasi Anda sekaligus menghancurkan hubungan Anda dengan orang yang bersangkutan. Ornag-ornag mungkin akan bergabung sejenak dengan Anda, tapi lama-lama mereka akan merasa tidak nyaman dan selanjutnya tidak mau lagi dekat-dekat dengan Anda. Pikirkan dampak buruk yang akan Anda alami bila Anda membongkar keburukan orang lain. Apalagi bila Anda tak punya fakta dan data yang akurat, sehingga Anda bisa dianggap memfitnah.
Jadi, kapan sebaiknya bicara dan kapan sebaiknya kita tutup mulut?
Lebih baik diam bila tak yakin
Ada baiknya memikirkan terlebih dahulu apa yang akan kita sampaikan agar kita tidak terkesan 'asbun' atau asal bunyi -yang hanya membuat diri kita tampak ridiculous di mata orang lain. Sediakan pula waktu untuk mendengarkan agar kita punya kesempatan untuk mencerna pendapat orang lain dan mengetahui kebutuhan serta motivasi mereka. Setelah memahami smua itu, barulah kita memberi komentar.
Untuk apa ribut untuk hal yang tak perlu?
Ketika seorang teman berkeluh kesah tentang sesuatu, sementara menurut Anda hal itu tidak benar, sebaiknya Anda diam. Simpan dulu sudut pandang Anda. Tunggu sampai emosinya mereda dan dia mau mendengarkan Anda, barulah pelan-pelan Anda tarik dia pada sudut pandang Anda. Tapi tetaplah diam jika dia tampaknya tidak ingin mendengarkan Anda. Untuk dapat melalui krisis emosi, orang memang perlu banyak bicara karena mereka umumnya merasa tidak dipahami atau didengarkan. Kalau Anda tak ada urusan dengan itu, untuk apa ikut-ikutan ribut?
Boleh ngomel tapi jangan mengungkit kesalahan di masa lalu
Seseorang membuat Anda sangat marah. Tapi semarah apa pun, tahanlah diri untuk tidak mengungkit kesalahan masa lalu orang tersebut. Mengungkit kesalahan atau aib orang lain di masa lalu tidak akan membuat dia sadar, melainkan justru akan membuatnya makin sakit hati, sehingga membuat dia makin defensif. Di saat emosu Anda dan dia sudah mereda, cobalah bicarakan lagi masalah yang sebenarnya, to the point, dan tanpa melipir atau belok-belok lagi, agar dapat diselesaikan dengan kepala dingin.
Jangan memberi nasihat bila tidak diminta
Niat Anda sih, ingin menolong. Tetapi memberi nasihat di saat yang tidak pas justru bis aberbalik pada Anda. Ada kalanya seseorang berkeluh kesah kepada orang hanya karena dia butuh didengarkan dan sama sekali tidak butuh nasihat. Maka, sediakan saja telinga ANda, bukan mulut Anda.
Jangan ikuti hasrat bergosip
Dorongan untuk membongkar suatu rahasia adalah situasi yang sangat menggairahkan sekaligus membuat bimbang. Membongkar keburukan orang lain dapat merusak reputasi Anda sekaligus menghancurkan hubungan Anda dengan orang yang bersangkutan. Ornag-ornag mungkin akan bergabung sejenak dengan Anda, tapi lama-lama mereka akan merasa tidak nyaman dan selanjutnya tidak mau lagi dekat-dekat dengan Anda. Pikirkan dampak buruk yang akan Anda alami bila Anda membongkar keburukan orang lain. Apalagi bila Anda tak punya fakta dan data yang akurat, sehingga Anda bisa dianggap memfitnah.
Immanuella Rachmani
Konsultan: Yudiana Ratnasari, M. Psi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta