“Kurang tidur dapat berakibat fatal,” kata Judith A. Owens, dokter spesialis anak di Children’s National Health System, Washington. Menurut Owens, kurang tidur berdampak buruk pada kesehatan, sama seperti kurang makan. Lebih lanjut Owen mengatakan bahwa kebutuhan tidur sama pentingnya dengan bernapas, makan, dan berolahraga.
“Seminggu tiga kali saya kuliah pagi, mulai jam tujuh. Tiga kali seminggu saya ke kampus berangkat pukul lima subuh,” ujar Dika yang tinggal di sebuah kota satelit di barat daya Jakarta. Tak ingin kena macet, Dika selalu berangkat dini hari. Masih mengantuk? “Kadang-kadang. Terutama kalau harus menyelesaikan tugas sampai malam, dan besoknya berangkat pagi, ” ujar Dika yang mengemudi sendiri mobilnya untuk pergi dan kuliah di Jakarta.
Anak seperti Dika, tentu tak sedikit jumlahnya. Sejak muda mereka sudah berpacu dengan waktu demi menghindari kemacetan, dan masih harus juggling saat pulang kuliah untuk menghindari kemacetan lagi. Kurang tidur, lazim dialami para remaja atau anak kita di usia dewasa awal. Setidaknya mereka kehilangan jam tidur sampai dua jam per hari, dari yang normal 8 jam per hari.
Depresi dan gangguan lainnya
“Tidur itu bukan pilihan, tapi keharusan,” kata Dr. Owens. Dari riset yang dia lakukan, kurang tidur bisa berakibat gangguan kesehatan fisik seperti diabetes, obesitas, gangguan jantung, dan hipertensi. “Mengemudi dalam keadaan mengantuk sama saja dengan mengemudi dalam keadaan mabuk, potensial terjadi kecelakaan,” kata Owens.
Menurutnya, kurang tidur parah bisa berakibat depresi dan tidak mustahil berakhir dengan bunuh diri. Satu hal penting lagi menurut Owens, kurang tidur bisa mengakibatkan otak jadi lemot alias tumpul. Dampaknya adalah keterampilan menilai, mengambil keputusan, dan kemampuan untuk mengendalikan dorongan, kian melemah. Padahal keterampilan itu sedang dalam masa perkembangan di usia dewasa awal, dan keterampilan itu akan sangat diperlukan di usia selanjutnya.
Riset tentang kurang tidur pada tahun 2002 menyebut, setiap kurang tidur selama 1 jam, risiko remaja mengalami obesitas meningkat hingga 80 persen. Itu sebabnya orang tua dan guru harus peduli urusan tidur anak dan muridnya. Sebab ketika anak menginjak usia pubertas, ritme sirkadian mengalami perubahan. Di usia remaja anak-anak mulai kesulitan untuk tidur lebih awal, tidak seperti di usia kanak-kanak sebelumnya. Siklus tidur–terbangun–tidur lagi– membuat anak sulit tidur sebelum pukul sebelas malam. Padahal keesokan paginya mereka harus siap-siap berangkat sekolah atau kuliah.
Menebus kekurangan, bukan pemalas
Mendapati anak kita bangun tengah hari di hari libur sekolah, untuk kita pasti bukan pemandangan indah. Apa sih yang membuat mereka lelah dan semengantuk itu? Mungkin kita berpikir demikian. Tahan diri Anda untuk mengageti anak Anda yang sedang tidur nyenyak dan memberondongnya dengan tugas-tugas rumah yang harus dia selesaikan segera sesuai keinginan Anda. Hitung dulu kecukupan tidurnya setiap hari dan berapa kekurangannya, maka Anda akan menjadi lebih maklum.
Bagi anak remaja, Anda masih diperlukan sebagai polisi. Bantu anak untuk menghindari kurang tidur dengan mengingatkannya agar tidak tidur bersama smartphone-nya, posting status di berbagai aplikasi menjelang jam tidurnya. Sebab cahaya dari smartphone dapat menekan melatonin, hormon penting di otak yang memberi sinyal mengantuk. Batasi juga aktivitas sehari-hari di luar jam sekolah yang membuatnya tidur larut malam. Ingatkan juga remaja Anda untuk tidak begadang di akhir minggu agar tidak mengalami kesulitan tidur lebih awal di hari-hari selanjutnya.
“Seminggu tiga kali saya kuliah pagi, mulai jam tujuh. Tiga kali seminggu saya ke kampus berangkat pukul lima subuh,” ujar Dika yang tinggal di sebuah kota satelit di barat daya Jakarta. Tak ingin kena macet, Dika selalu berangkat dini hari. Masih mengantuk? “Kadang-kadang. Terutama kalau harus menyelesaikan tugas sampai malam, dan besoknya berangkat pagi, ” ujar Dika yang mengemudi sendiri mobilnya untuk pergi dan kuliah di Jakarta.
Anak seperti Dika, tentu tak sedikit jumlahnya. Sejak muda mereka sudah berpacu dengan waktu demi menghindari kemacetan, dan masih harus juggling saat pulang kuliah untuk menghindari kemacetan lagi. Kurang tidur, lazim dialami para remaja atau anak kita di usia dewasa awal. Setidaknya mereka kehilangan jam tidur sampai dua jam per hari, dari yang normal 8 jam per hari.
Depresi dan gangguan lainnya
“Tidur itu bukan pilihan, tapi keharusan,” kata Dr. Owens. Dari riset yang dia lakukan, kurang tidur bisa berakibat gangguan kesehatan fisik seperti diabetes, obesitas, gangguan jantung, dan hipertensi. “Mengemudi dalam keadaan mengantuk sama saja dengan mengemudi dalam keadaan mabuk, potensial terjadi kecelakaan,” kata Owens.
Menurutnya, kurang tidur parah bisa berakibat depresi dan tidak mustahil berakhir dengan bunuh diri. Satu hal penting lagi menurut Owens, kurang tidur bisa mengakibatkan otak jadi lemot alias tumpul. Dampaknya adalah keterampilan menilai, mengambil keputusan, dan kemampuan untuk mengendalikan dorongan, kian melemah. Padahal keterampilan itu sedang dalam masa perkembangan di usia dewasa awal, dan keterampilan itu akan sangat diperlukan di usia selanjutnya.
Riset tentang kurang tidur pada tahun 2002 menyebut, setiap kurang tidur selama 1 jam, risiko remaja mengalami obesitas meningkat hingga 80 persen. Itu sebabnya orang tua dan guru harus peduli urusan tidur anak dan muridnya. Sebab ketika anak menginjak usia pubertas, ritme sirkadian mengalami perubahan. Di usia remaja anak-anak mulai kesulitan untuk tidur lebih awal, tidak seperti di usia kanak-kanak sebelumnya. Siklus tidur–terbangun–tidur lagi– membuat anak sulit tidur sebelum pukul sebelas malam. Padahal keesokan paginya mereka harus siap-siap berangkat sekolah atau kuliah.
Menebus kekurangan, bukan pemalas
Mendapati anak kita bangun tengah hari di hari libur sekolah, untuk kita pasti bukan pemandangan indah. Apa sih yang membuat mereka lelah dan semengantuk itu? Mungkin kita berpikir demikian. Tahan diri Anda untuk mengageti anak Anda yang sedang tidur nyenyak dan memberondongnya dengan tugas-tugas rumah yang harus dia selesaikan segera sesuai keinginan Anda. Hitung dulu kecukupan tidurnya setiap hari dan berapa kekurangannya, maka Anda akan menjadi lebih maklum.
Bagi anak remaja, Anda masih diperlukan sebagai polisi. Bantu anak untuk menghindari kurang tidur dengan mengingatkannya agar tidak tidur bersama smartphone-nya, posting status di berbagai aplikasi menjelang jam tidurnya. Sebab cahaya dari smartphone dapat menekan melatonin, hormon penting di otak yang memberi sinyal mengantuk. Batasi juga aktivitas sehari-hari di luar jam sekolah yang membuatnya tidur larut malam. Ingatkan juga remaja Anda untuk tidak begadang di akhir minggu agar tidak mengalami kesulitan tidur lebih awal di hari-hari selanjutnya.
Penulis: Immanuella Rachmani
Bahan: Jurnal riset Socio for Neuroscience dan The Jakarta Post