Dulu, jika Anda tiba-tiba ingin marah tanpa sebab, Anda sudah paham bahwa haid mulai menjelang dan PMS (Premenstrual Syndrome) pun muncul. Anda pun paham bahwa penyebabnya adalah hormon yang sedang 'bergejolak'. Nah, hal yang sama terjadi pada masa pra menopause atau perimenopause.
Pada periode ini kadar hormon mulai menurun, yang membuat mood Anda bagaikan roller coaster, naik-turun atau mood swing. Jika hati senang, tentu tak masalah. Tapi jika tiba-tiba muncul rasa sedih, cemas, gampang naik darah, bahkan timbul depresi, tentu sangat menganggu. Apa sebenarnya yang terjadi, dan bagaimana menanggulanginya?
Mengurangi gejala
Jika Anda mengira diri Anda mengalami gejala depresi, sebaiknya segera mencari pengobatan, jangan hanya mengatakan: “Ah, ini toh, akan berlalu ...” Jika Anda mencari pengobatan, mungkin dokter memberikan beberapa jenis obat (misalnya antidepresi), atau fitoestrogen (hormon estrogen lemah dari tanaman seperti kedelai, bunga matahari, bengkuang), atau menganjurkan Anda menjalani terapi hormon --terapi ini dapat mengurangi depresi dan menstabilkan hormon yang 'tidak menentu'.
Selain itu, dokter juga bisa memberikan pengobatan non-farmasi, yang mencakup psikoterapi atau teknik mind-body (misalnya visualisasi dan restrukturisasi pikiran). Latihan fisik juga dapat membantu, misalnya dengan olahraga, meditasi, atau relaksasi. Cara-cara ini akan membantu membangkitkan kemampuan alami tubuh untuk menenangkan diri, termasuk mengurangi hot flush (serangan rasa panas pada tubuh, yaitu salah satu gejala pra menopause), memperbaiki kualitas tidur, serta memperbaiki mood yang jelek. Satu fakta positif yang perlu Anda ketahui adalah, angka depresi menurun pada wanita yang sudah memasuki masa menopause.
Kapan depresi
Menurut penelitian di Harvard, AS, meskipun tidak memiliki sejarah depresi sepanjang hidupnya, wanita sangat mungkin mengalami gejala depresi selama pra menopause. Dalam proyek penelitian pada 644 wanita berusia 36-44 tahun –365 di antaranya telah memasuki masa pra menopause-- ditemukan bahwa gejala depresi dua kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berusia sama namun belum memasuki masa pra menopause.
Penelitian ini juga menemukan hubungan antara hot flush dengan depresi. Wanita yang mengalami hot flush di masa ini berisiko mengalami depresi dua kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mengalami hot flush. Ketika peneliti mengelompokkan wanita berdasarkan penggunaan terapi hormon untuk mengurangi gejala perimenopause, mereka melihat hubungan yang serupa antara masa transisi menopause dengan risiko timbulnya depresi. Wanita yang tidak menjalani terapi hormon cenderung mengalami gejala depresi berat, sementara wanita yang melakukan terapi hormon mungkin menunjukkan gejala depresi tapi risikonya jauh lebih kecil.
Selain itu, wanita dengan riwayat depresi berat dan PMS kronis lebih mungkin mengalami depresi pada masa pra menopause, menunjukkan gejala seperti hot flush dan perubahan siklus haid, serta memulai masa peralihan lebih cepat daripada mereka yang tidak mengalami depresi.
Para ahli menyatakan bahwa mungkin saja depresi berdampak pada produksi normal hormon yang terkait reproduksi, terutama di otak. Apapun alasan terjadinya depresi di masa pra menopause, jika kualitas hidup Anda menjadi sangat terpengaruh akibat perasaan sedih, cepat marah, dan gelisah, maka segeralah mencari bantuan dokter.
Lega dan bebas
Pada masa pra menopause, ternyata tak semua wanita mengalami gangguan mood swing.
Dan seandainya mereka mengalami, biasanya tidak sampai merusak kualitas hidup. Bahkan sebagian besar wanita yang mulai memasuki masa pra menopause merasa lebih
lega dan 'bebas'! Bebas dari kekhawatiran akan terjadinya kehamilan. Bonusnya, mereka lebih menikmati hubungan seksual dengan pasangannya. “Meskipun tidak berarti pada masa pra menopause wanita sudah tak subur lagi,” ujar dr. Frizar Irmansyah, SpOG, yang mengingatkan bahwa kehamilan di masa ini masih bisa terjadi.
Di sisi lain, menopause juga berarti berakhirnya gangguan PMS yang 'menyerang' cukup banyak wanita di usia produktif. Hal yang paling baik adalah tidak lagi haid.
Pendekatan dari 'dalam'
Daripada diam dengan pikiran-pikiran negatif, cobalah arahkan pikiran Anda pada hal-hal positif, misalnya mensyukuri hari-hari yang telah Anda lalui. Lalu, hindari melabelkan pra menopause sebagai masa yang mengerikan. Sebagai gantinya, tanyakan apa yang telah Anda peroleh dan apa yang Anda inginkan di kemudian hari.
Cara lain yang dapat Anda coba adalah berbagi cerita dengan sahabat atau saudara yang memiliki pengalaman serupa, sehingga Anda tahu bahwa Anda tak sendirian. Meluangkan waktu bersama sahabat, ngobrol, atau traveling bersama, biasanya membuat mood lebih baik.
Pada periode ini kadar hormon mulai menurun, yang membuat mood Anda bagaikan roller coaster, naik-turun atau mood swing. Jika hati senang, tentu tak masalah. Tapi jika tiba-tiba muncul rasa sedih, cemas, gampang naik darah, bahkan timbul depresi, tentu sangat menganggu. Apa sebenarnya yang terjadi, dan bagaimana menanggulanginya?
Mengurangi gejala
Jika Anda mengira diri Anda mengalami gejala depresi, sebaiknya segera mencari pengobatan, jangan hanya mengatakan: “Ah, ini toh, akan berlalu ...” Jika Anda mencari pengobatan, mungkin dokter memberikan beberapa jenis obat (misalnya antidepresi), atau fitoestrogen (hormon estrogen lemah dari tanaman seperti kedelai, bunga matahari, bengkuang), atau menganjurkan Anda menjalani terapi hormon --terapi ini dapat mengurangi depresi dan menstabilkan hormon yang 'tidak menentu'.
Selain itu, dokter juga bisa memberikan pengobatan non-farmasi, yang mencakup psikoterapi atau teknik mind-body (misalnya visualisasi dan restrukturisasi pikiran). Latihan fisik juga dapat membantu, misalnya dengan olahraga, meditasi, atau relaksasi. Cara-cara ini akan membantu membangkitkan kemampuan alami tubuh untuk menenangkan diri, termasuk mengurangi hot flush (serangan rasa panas pada tubuh, yaitu salah satu gejala pra menopause), memperbaiki kualitas tidur, serta memperbaiki mood yang jelek. Satu fakta positif yang perlu Anda ketahui adalah, angka depresi menurun pada wanita yang sudah memasuki masa menopause.
Kapan depresi
Menurut penelitian di Harvard, AS, meskipun tidak memiliki sejarah depresi sepanjang hidupnya, wanita sangat mungkin mengalami gejala depresi selama pra menopause. Dalam proyek penelitian pada 644 wanita berusia 36-44 tahun –365 di antaranya telah memasuki masa pra menopause-- ditemukan bahwa gejala depresi dua kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berusia sama namun belum memasuki masa pra menopause.
Penelitian ini juga menemukan hubungan antara hot flush dengan depresi. Wanita yang mengalami hot flush di masa ini berisiko mengalami depresi dua kali lipat dibandingkan mereka yang tidak mengalami hot flush. Ketika peneliti mengelompokkan wanita berdasarkan penggunaan terapi hormon untuk mengurangi gejala perimenopause, mereka melihat hubungan yang serupa antara masa transisi menopause dengan risiko timbulnya depresi. Wanita yang tidak menjalani terapi hormon cenderung mengalami gejala depresi berat, sementara wanita yang melakukan terapi hormon mungkin menunjukkan gejala depresi tapi risikonya jauh lebih kecil.
Selain itu, wanita dengan riwayat depresi berat dan PMS kronis lebih mungkin mengalami depresi pada masa pra menopause, menunjukkan gejala seperti hot flush dan perubahan siklus haid, serta memulai masa peralihan lebih cepat daripada mereka yang tidak mengalami depresi.
Para ahli menyatakan bahwa mungkin saja depresi berdampak pada produksi normal hormon yang terkait reproduksi, terutama di otak. Apapun alasan terjadinya depresi di masa pra menopause, jika kualitas hidup Anda menjadi sangat terpengaruh akibat perasaan sedih, cepat marah, dan gelisah, maka segeralah mencari bantuan dokter.
Lega dan bebas
Pada masa pra menopause, ternyata tak semua wanita mengalami gangguan mood swing.
Dan seandainya mereka mengalami, biasanya tidak sampai merusak kualitas hidup. Bahkan sebagian besar wanita yang mulai memasuki masa pra menopause merasa lebih
lega dan 'bebas'! Bebas dari kekhawatiran akan terjadinya kehamilan. Bonusnya, mereka lebih menikmati hubungan seksual dengan pasangannya. “Meskipun tidak berarti pada masa pra menopause wanita sudah tak subur lagi,” ujar dr. Frizar Irmansyah, SpOG, yang mengingatkan bahwa kehamilan di masa ini masih bisa terjadi.
Di sisi lain, menopause juga berarti berakhirnya gangguan PMS yang 'menyerang' cukup banyak wanita di usia produktif. Hal yang paling baik adalah tidak lagi haid.
Pendekatan dari 'dalam'
Daripada diam dengan pikiran-pikiran negatif, cobalah arahkan pikiran Anda pada hal-hal positif, misalnya mensyukuri hari-hari yang telah Anda lalui. Lalu, hindari melabelkan pra menopause sebagai masa yang mengerikan. Sebagai gantinya, tanyakan apa yang telah Anda peroleh dan apa yang Anda inginkan di kemudian hari.
Cara lain yang dapat Anda coba adalah berbagi cerita dengan sahabat atau saudara yang memiliki pengalaman serupa, sehingga Anda tahu bahwa Anda tak sendirian. Meluangkan waktu bersama sahabat, ngobrol, atau traveling bersama, biasanya membuat mood lebih baik.
Konsultan: dr. Frizar Irmansyah, SpOG
Perhimpunan Menopause Indonesia