Banyak mitos beredar seputar wanita di masa menopause. Agar tak salah membedakan mitos dan fakta, dan tak salah dalam mengambil sikap, simak fakta seputar menopause berikut ini :
Memasuki masa menopause, semua wanita mengalami berbagai gangguan atau merasakan gejala-gejala tertentu.
Fakta :
Sekitar 60 persen wanita mengalami gejala menopause tipe sedang, dan 20 persen mengalami gejala cukup berat yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Gejala menopause yang umum adalah hot flush (serangan rasa panas pada wajah dan tubuh), night sweet (keluar keringat di malam hari), kekeringan pada vagina, gatal-gatal, sakit kepala, susah tidur, mudah lupa, cepat lelah, dan gampang tersinggung. Namun para ahli belum dapat memastikan mengapa sebagian wanita mengalaminya dan sebagian lain tidak. Diduga ada faktor lain yang ikut mempengaruhi timbulnya gejala tersebut, seperti gaya hidup, lingkungan, dan pekerjaan sehari-hari.
Gairah seks menurun.
Fakta :
Ketertarikan wanita terhadap seks bisa menurun antara lain karena kekeringan pada vagina, yang menyebabkan aktivitas seksual tidak nyaman. Namun hal ini bisa diatasi dengan menggunakan ‘pelumas’ yang mengandung hormon estrogen. Misalnya, pemakaian krim atau tablet pada vagina untuk menstimulasi sekresi vagina. Kombinasi beberapa faktor (tak hanya menopause), seperti stres, gangguan kesehatan, atau masalah keluarga juga dapat menurunkan gairah seks.
Berat badan naik, perut membuncit.
Fakta :
Pada kebanyakan wanita, menopause terjadi pada usia 45-55 tahun. Pada masa ini terjadi perubahan metabolisme lemak (kolesterol) akibat menurunnya hormon estrogen, yaitu kolesterol jahat (LDL) meningkat, sedangkan kolesterol baik (HDL) menurun, yang akan berdampak pada perut yang membuncit. Olahraga sekitar 45 menit sehari, 3 kali seminggu, dan makan dengan diet seimbang dapat membantu mengatasi naiknya berat badan.
Semua wanita menopause lebih mudah depresi.
Fakta :
Menopause memicu terjadinya depresi, karena pada masa perimenopause, fluktuasi hormon estrogen
bisa menyebabkan perubahan mood. Wanita yang sering mengalami depresi atau premenstrual
syndrome atau PMS (ketika masih mengalami menstruasi) biasanya lebih sensitif terhadap perubahan
hormon estrogen di dalam tubuhnya. Kesadaran bahwa dirinya tidak produktif lagi bisa menyebabkan
kesedihan, terutama bila wanita tersebut tidak atau belum memiliki anak.
Penting untuk menjalani terapi hormon demi mengatasi gejala menopause.
Fakta :
Terapi hormon hanya dibutuhkan bagi wanita yang mengalami gejala menopause sedang hingga
berat. Banyak wanita yang mengalami gejala ringan tidak membutuhkan terapi ini. Diet ringan
dengan banyak mengonsumsi makanan yang mengandung estrogen, seperti produk dari
kedelai dan kacang-kacangan, dapat mengatasi gejala menopause. Beberapa jenis obat-obatan
juga bisa mengatasi gejala menopause, meski tak sebaik hormon estrogen. Olahraga juga sangat
penting untuk menstabilkan mood, memperbaiki sistem peredaran darah, serta menguatkan tulang.
Kadar hormon harus selalu dihitung.
Fakta :
Pada kebanyakan wanita, kadar hormon berubah secara acak dari hari ke hari. Jadi selama masa
perimenopause, lebih baik Anda memantau perubahan gejala setiap hari.
Menopause datang lebih cepat pada wanita yang menjalani histerektomi.
Fakta :
Uterus memiliki pembuluh arteri yang mengirim darah ke ovarium. Pada operasi histerektomi,
ahli bedah harus menyumbat aliran darah yang ikut merangsang berhentinya fungsi ovarium sehingga
menopause terjadi lebih cepat.
Mengukur kepadatan tulang sangat penting di masa menopause.
Fakta :
Osteoporosis adalah kondisi tulang rapuh dan mudah patah akibat kekurangan kalsium.
Satu dari tiga wanita berusia di atas 65 tahun memiliki risiko ini. Terapi hormon dapat
mengurangi risiko dan menurunkan keretakan sendi. Terapi hormon juga dapat
mengurang keretakan panggul. Wanita bisa menjalani pengujian kepadatan tulang jika mereka
memiliki risiko tinggi osteoporosis, seperti faktor keturunan, gaya hidup, atau diet
rendah kalsium. Setiap wanita sebaiknya menyadari risiko osteoporosis, dan menjalani
pengujian kepadatan tulang.
Konsultan : DE. Frizar Irmansyah, SPOG