Terapi sulih hormon (TSH), memang masih bersifat kontroversi hingga sekarang. Ada yang ingin mendapatkan manfaatnya, yaitu memperkecil risiko serangan jantung, namun ada pula yang takut akan efek sampingnya, yaitu kanker payudara. Jadi, bagaimana sebaiknya?
Estrogen vs progesteron
“Dengan pemberian TSH, jumlah estrogen dalam tubuh akan cenderung tetap,” ujar dr. Frizar Irmansyah, SpOG-KFER. Sebaliknya, kadar estrogen yang berlebihan dapat memicu pertumbuhan terus menerus (proliferasi) pada selaput lendir rahim, yang bisa menyebabkan munculnya kanker rahim (endometrium). Untuk mengimbangi estrogen, perlu diberikan hormon progesteron yang akan meluruhkan penebalan selaput lendir rahim seperti yang terjadi saat menstruasi.
Hal yang sama terjadi pada payudara. Stimulasi hormon estrogen yang terus menerus mengakibatkan proliferasi pada jaringan payudara dan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara sebesar 1,4 kali, dibandingkan wanita yang tidak melakukan TSH.
Karena hanya terkait dengan kondisi rahim, pemberian TSH yang mengandung estrogen dan progesteron hanya dilakukan pada wanita menopause yang masih memiliki rahim. Artinya, jika karena alasan tertentu seorang wanita harus kehilangan rahimnya, maka jenis TSH yang dibutuhkan adalah yang mengandung hormon estrogen saja.
Jika wanita yang sudah tidak memiliki rahim mendapatkan TSH dengan kandungan estrogen dan progesteron, risiko terjadinya kanker payudara lebih besar lagi karena dalam jaringan kelenjar payudara terdapat enzim yang mampu mengubah hormon progesteron tertentu menjadi hormon estrogen.
Hal ini terjadi pada TSH yang menggunakan hormon progesteron sintetis dari turunan hormon testosteron. Menurut dr. Frizar, jenis ini dulu digunakan sebagai pil kontrasepsi. Namun saat ini, yang digunakan adalah progesteron sintetis yang mirip dengan hormon progesteron alami dan tidak meningkatkan risiko kanker payudara. “Tapi jangan lupa, masih ada hormon estrogen dalam pemberian TSH. Jadi, kemungkinan timbulnya kanker payudara tetap ada.”
Sebenarnya, setiap wanita memiliki risiko menderita kanker payudara, karena di dalam tubuhnya terdapat estrogen. Perbandingan penderita kanker payudara yang tidak memakai TSH dan yang memakai TSH adalah 2,3 persen : 2,8 persen per tahun.
Jadi, TSH jenis apapun, yang hanya mengandung estrogen atau mendapat tambahan progesteron, tetap meningkatkan risiko kanker payudara. “Tapi, lebih banyak wanita yang meninggal karena serangan jantung dan stroke –yang terjadi akibat kekurangan hormon estrogen- dibanding akibat kanker payudara,” ungkap dr. Frizar. Pada wanita usia 45-65, penyakit kardiovaskuler terjadi pada 100-150 dari 10.000 wanita. Namun dengan pemberian TSH, angka tersebut turun menjadi 50-80 wanita.
Mamografi dan USG payudara
Namun demikian, tidak berarti TSH tidak dapat diberikan. Hanya saja, sebelum memutuskan melakukan TSH, Anda harus menjalani pemeriksaan mamografi dan USG payudara. Yang diperiksa bukan hanya ada atau tidak ada benjolan, tapi juga densitas (kerapatan) jaringan payudara. Jika ditemukan keganjilan, pastikan dulu apakah itu kanker atau bukan. Kalau bukan kanker, TSH dapat diberikan. Jika sebaliknya, TSH tidak boleh diberikan.
Pemeriksaan mamografi dan USG payudara bersifat saling melengkapi. USG menggunakan gelombang suara sehingga lebih nyaman dibandingkan mamografi yang menggunakan radiasi dan perlu penekanan payudara yang terkadang menimbulkan rasa nyeri. Penekanan itu dilakukan untuk memeriksa densitas payudara. Keunggulan mamografi adalah tingkat kepekaannya yang sedikit lebih tinggi dibanding USG.
Saat ini sudah banyak digunakan USG empat dimensi yang menampilkan gambar lebih akurat. Jika lewat USG ditemukan keganjilan, umumnya dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mamografi.
Pemeriksaan lainnya adalah breast cancer anti-gen. Ini dilakukan jika ada riwayat kanker payudara dalam keluarga Anda. Pada prinsipnya, sepanjang pada payudara tidak ditemukan kanker dalam stadium apapun, Anda dapat menggunakan TSH.
Setelah pemakaian TSH, perlu mamografi ulang setiap dua tahun. Kemudian setelah 5 tahun, perlu dilakukan evaluasi pemberian TSH, karena risiko terjadinya kanker payudara bisa mengalami peningkatan. Bukan berarti pemberian TSH dihentikan, namun perlu dilakukan pengawasan ketat. Misalnya, melakukan mamografi setiap tahun.
Estrogen vs progesteron
“Dengan pemberian TSH, jumlah estrogen dalam tubuh akan cenderung tetap,” ujar dr. Frizar Irmansyah, SpOG-KFER. Sebaliknya, kadar estrogen yang berlebihan dapat memicu pertumbuhan terus menerus (proliferasi) pada selaput lendir rahim, yang bisa menyebabkan munculnya kanker rahim (endometrium). Untuk mengimbangi estrogen, perlu diberikan hormon progesteron yang akan meluruhkan penebalan selaput lendir rahim seperti yang terjadi saat menstruasi.
Hal yang sama terjadi pada payudara. Stimulasi hormon estrogen yang terus menerus mengakibatkan proliferasi pada jaringan payudara dan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara sebesar 1,4 kali, dibandingkan wanita yang tidak melakukan TSH.
Karena hanya terkait dengan kondisi rahim, pemberian TSH yang mengandung estrogen dan progesteron hanya dilakukan pada wanita menopause yang masih memiliki rahim. Artinya, jika karena alasan tertentu seorang wanita harus kehilangan rahimnya, maka jenis TSH yang dibutuhkan adalah yang mengandung hormon estrogen saja.
Jika wanita yang sudah tidak memiliki rahim mendapatkan TSH dengan kandungan estrogen dan progesteron, risiko terjadinya kanker payudara lebih besar lagi karena dalam jaringan kelenjar payudara terdapat enzim yang mampu mengubah hormon progesteron tertentu menjadi hormon estrogen.
Hal ini terjadi pada TSH yang menggunakan hormon progesteron sintetis dari turunan hormon testosteron. Menurut dr. Frizar, jenis ini dulu digunakan sebagai pil kontrasepsi. Namun saat ini, yang digunakan adalah progesteron sintetis yang mirip dengan hormon progesteron alami dan tidak meningkatkan risiko kanker payudara. “Tapi jangan lupa, masih ada hormon estrogen dalam pemberian TSH. Jadi, kemungkinan timbulnya kanker payudara tetap ada.”
Sebenarnya, setiap wanita memiliki risiko menderita kanker payudara, karena di dalam tubuhnya terdapat estrogen. Perbandingan penderita kanker payudara yang tidak memakai TSH dan yang memakai TSH adalah 2,3 persen : 2,8 persen per tahun.
Jadi, TSH jenis apapun, yang hanya mengandung estrogen atau mendapat tambahan progesteron, tetap meningkatkan risiko kanker payudara. “Tapi, lebih banyak wanita yang meninggal karena serangan jantung dan stroke –yang terjadi akibat kekurangan hormon estrogen- dibanding akibat kanker payudara,” ungkap dr. Frizar. Pada wanita usia 45-65, penyakit kardiovaskuler terjadi pada 100-150 dari 10.000 wanita. Namun dengan pemberian TSH, angka tersebut turun menjadi 50-80 wanita.
Mamografi dan USG payudara
Namun demikian, tidak berarti TSH tidak dapat diberikan. Hanya saja, sebelum memutuskan melakukan TSH, Anda harus menjalani pemeriksaan mamografi dan USG payudara. Yang diperiksa bukan hanya ada atau tidak ada benjolan, tapi juga densitas (kerapatan) jaringan payudara. Jika ditemukan keganjilan, pastikan dulu apakah itu kanker atau bukan. Kalau bukan kanker, TSH dapat diberikan. Jika sebaliknya, TSH tidak boleh diberikan.
Pemeriksaan mamografi dan USG payudara bersifat saling melengkapi. USG menggunakan gelombang suara sehingga lebih nyaman dibandingkan mamografi yang menggunakan radiasi dan perlu penekanan payudara yang terkadang menimbulkan rasa nyeri. Penekanan itu dilakukan untuk memeriksa densitas payudara. Keunggulan mamografi adalah tingkat kepekaannya yang sedikit lebih tinggi dibanding USG.
Saat ini sudah banyak digunakan USG empat dimensi yang menampilkan gambar lebih akurat. Jika lewat USG ditemukan keganjilan, umumnya dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mamografi.
Pemeriksaan lainnya adalah breast cancer anti-gen. Ini dilakukan jika ada riwayat kanker payudara dalam keluarga Anda. Pada prinsipnya, sepanjang pada payudara tidak ditemukan kanker dalam stadium apapun, Anda dapat menggunakan TSH.
Setelah pemakaian TSH, perlu mamografi ulang setiap dua tahun. Kemudian setelah 5 tahun, perlu dilakukan evaluasi pemberian TSH, karena risiko terjadinya kanker payudara bisa mengalami peningkatan. Bukan berarti pemberian TSH dihentikan, namun perlu dilakukan pengawasan ketat. Misalnya, melakukan mamografi setiap tahun.