Sama dengan hiperseks?
Seksolog dr. Ryan Thamrin berpendapat, kecanduan seks sebenarnya hanya istilah lain dari hiperseks atau maniak seks yang sudah dikenal sebelumnya. Hiperseks atau hypersex adalah sebutan untuk orang-orang yang memiliki libido di atas rata-rata dan – biasanya -- memiliki dorongan (yang sulit dikendalikan) untuk melampiaskannya dalam bentuk hubungan seksual. “Dengan definisi itu, seorang hiperseks tidak harus tukang gonta-ganti pasangan seksual. Bisa saja ia hanya berhubungan seks dengan istrinya,” papar dr. Ryan.
Ia sendiri tidak yakin kecanduan seks adalah 'penyakit'. “Saya melihatnya hanya sebagai sebuah perilaku berulang-ulang yang sult dikontrol oleh orang yang bersangkutan,seperti halnya perilaku kleptomania. Penyebab pastinya memang belum jelas, tapi bisa jadi karena orang tersebut memang tidak sungguh-sungguh ingin mengubahnya.”
American Psychiatric Assoaciation sejauh ini juga belum mengakui adanya 'penyakit' kecanduan seks. Mereka hanya menggolongkan gejala itu sebagai sekadar gangguan kontrol impulsif, seperti halnya perilaku obsesif-kompulsif atau manic depression (depresi akibat dorongan untuk selalu membuktikan keperkasaan sebagai pria).
Namun, Dr. Jay Spence, psikolog dan spesialis bidang kecanduan dari South Pacific Private Hospital di Sydney, bersikeras mengatakan, pasti ada yang salah pada sistem saraf seorang penderita kecanduan seks. Dalam salah satu penelitian neorologi, disebutkan bahwa ada bagian dari sistem saraf di otak yang berfungsi sebagai 'rem' bagi seseorang untuk tidak melakukan tindakan tertentu. Pada penderita kecanduan (termasuk seks), rem itu tidak berfungsi.
Terapi kecanduan seks
Pasangan Anda seorang sex addicted? Bila Anda masih ingin mempertahankan perkawinan, solusinya adalah mengajak suami menjalani terapi kecanduan seks ke pihak-pihak yang kompeten, misalnya seksolog atau psikiater. Menurut dr. Ryan Thamrin, terapi meliputi fisik dan psikologis. Sebelum diterapi akan dilakukan sejumlah tes, antara lain tes laboratorium untuk mengecek kadar testosteron (apakah produksi hormon testosteronnya memang berlebihan), tes sistem kerja otak atau saraf, serta penelusuran riwayat psikologis.
“Misalnya, seseorang yang dulunya kerap diejek tidak jantan, lantas terobsesi untuk membuktikan bahwa dia sebenarnya jantan, dengan cara berhubungan seks dengan sebanyak-banyaknya wanita,” tutup dr. Ryan.
Tina Savitri