Memilih karier sesuai passion tidak semudah membalikkan tangan. Selama ini sebagai orang yang bekerja kantoran, kita terbiasa menerima gaji setiap bulan, punya kesempatan networking yang luas. Ketika memutuskan untuk menjadi pegiat sosial atau wirabisnis, kita akan mengalami banyak perubahan.
Kita tak lagi mendapat gaji bulanan, harus lebih mobile, dan bertemu dengan orang-orang yang jauh berbeda. Kalau tidak siap mental, bisa-bisa kita akan mengalami 'culture shock' dari suatu comfort zone menjadi unpredictable zone. Dan ini tidak mudah. Tanpa cukup wawasan dan persiapan, banyak orang mengalami kesulitan melewati masa transisi ini. Begitu hasil riset dari MetLife Foundation dan Encore.org
Dikutip dari encore.org, hasil riset di Amerika Serikat terhadap para pensiun yang menjalani karier kedua menunjukkan tiga hal yang paling berat dilakukan pada masa transisi:
Perubahan
Apapun itu, pasti membutuhkan waktu dan usaha. Dari 9 juta orang usia 44-70 yang sudah melakukan karier kedua di usia 50, mengatakan rata-rata membutuhkan masa transisi selama 18 bulan. Mereka kemudian mempersiapkan diri dengan beberapa cara: berpartisipasi dalam program sukarelawan (23%), mengikuti kursus pendidikan perbekalan (20%), dan menjadi tenaga sukarelawan di lingkungan tempat tinggal mereka (13%).
Perubahan finansial
Sebanyak 73% merasa cemas tidak memiliki cukup penghasilan saat pensiun. Karena itu 40% mengaku ragu untuk memulai karier kedua. Dan mereka yang sudah menjalaninya, mengatakan pendapatan mereka menurun dibanding karier pertama mereka (67%), bahkan tidak mendapat uang selama 6 bulan masa transisi (24%). Untuk mengantisipasi perubahan ini, maka 65% menggunakan tabungan pribadi mereka untuk membiayai hidup.
Perubahan rutinitas
Kebanyakan mereka memilih karier kedua karena ingin memiliki kebebasan dan flesibilitas waktu bekerja. Rata-rata mereka hanya ingin bekerja maksimal 23 jam seminggu. Dengan kondisi ini, maka tentu rutinitas mereka berbeda daripada saat mereka bekerja kantoran.
Selain ketiga masalah itu, yang juga perlu diantisipasi adalah perubahan gaya hidup. Dengan perubahan kondisi finansial, Anda perlu menyesuaikan semua pengeluaran bulanan, terutama biaya 'senang-senang'. Perubahan gaya hidup ini juga akan berpengaruh dengan lingkaran pergaulan kita. Kita mungkin akan jarang bertemu dengan teman-teman kantor. Sebaiknya kita harus belajar bersosialisasi dengan para tetangga (kalau tinggal di kompleks) atau ibu-ibu di sekolah anak. Perubahan ini bisa mempengaruhi jati diri kita.
Jadi tak masalah Anda mau memulai karier kedua di usia 40, 50, atau 60. Yang penting adalah bagaimana Anda bisa membekali diri dengan amunisi yang diperlukan untuk menghadapi masa transisi karier kedua Anda.
Kita tak lagi mendapat gaji bulanan, harus lebih mobile, dan bertemu dengan orang-orang yang jauh berbeda. Kalau tidak siap mental, bisa-bisa kita akan mengalami 'culture shock' dari suatu comfort zone menjadi unpredictable zone. Dan ini tidak mudah. Tanpa cukup wawasan dan persiapan, banyak orang mengalami kesulitan melewati masa transisi ini. Begitu hasil riset dari MetLife Foundation dan Encore.org
Dikutip dari encore.org, hasil riset di Amerika Serikat terhadap para pensiun yang menjalani karier kedua menunjukkan tiga hal yang paling berat dilakukan pada masa transisi:
Perubahan
Apapun itu, pasti membutuhkan waktu dan usaha. Dari 9 juta orang usia 44-70 yang sudah melakukan karier kedua di usia 50, mengatakan rata-rata membutuhkan masa transisi selama 18 bulan. Mereka kemudian mempersiapkan diri dengan beberapa cara: berpartisipasi dalam program sukarelawan (23%), mengikuti kursus pendidikan perbekalan (20%), dan menjadi tenaga sukarelawan di lingkungan tempat tinggal mereka (13%).
Perubahan finansial
Sebanyak 73% merasa cemas tidak memiliki cukup penghasilan saat pensiun. Karena itu 40% mengaku ragu untuk memulai karier kedua. Dan mereka yang sudah menjalaninya, mengatakan pendapatan mereka menurun dibanding karier pertama mereka (67%), bahkan tidak mendapat uang selama 6 bulan masa transisi (24%). Untuk mengantisipasi perubahan ini, maka 65% menggunakan tabungan pribadi mereka untuk membiayai hidup.
Perubahan rutinitas
Kebanyakan mereka memilih karier kedua karena ingin memiliki kebebasan dan flesibilitas waktu bekerja. Rata-rata mereka hanya ingin bekerja maksimal 23 jam seminggu. Dengan kondisi ini, maka tentu rutinitas mereka berbeda daripada saat mereka bekerja kantoran.
Selain ketiga masalah itu, yang juga perlu diantisipasi adalah perubahan gaya hidup. Dengan perubahan kondisi finansial, Anda perlu menyesuaikan semua pengeluaran bulanan, terutama biaya 'senang-senang'. Perubahan gaya hidup ini juga akan berpengaruh dengan lingkaran pergaulan kita. Kita mungkin akan jarang bertemu dengan teman-teman kantor. Sebaiknya kita harus belajar bersosialisasi dengan para tetangga (kalau tinggal di kompleks) atau ibu-ibu di sekolah anak. Perubahan ini bisa mempengaruhi jati diri kita.
Jadi tak masalah Anda mau memulai karier kedua di usia 40, 50, atau 60. Yang penting adalah bagaimana Anda bisa membekali diri dengan amunisi yang diperlukan untuk menghadapi masa transisi karier kedua Anda.