Teriknya sinar matahari tidak memadamkan semangat saya dan Tim PESONA pada siang hari itu untuk berkunjung ke kediaman Bayu Sugito dan Astrid Herwinda. Terletak di Rempoa, Jakarta Selatan, kediaman mereka terasa jauh dari hiruk-pikuk polusi Ibu Kota.
Memasuki halaman, saya melewati area parkir mobil yang cukup untuk dua mobil. Ada pintu warna abu-abu dari kayu dan besi dengan corak chevron yang terlihat futuristik. Melangkahkan kaki ke dalam area rumah membuat perasaan saya seperti sedang membuka bungkus kado di hari ulang tahun, excited! Saya merasa menemukan sebuah vila di pinggir pantai yang sejuk.
Matahari terik siang itu mampu dibendung oleh beberapa pohon di halaman rumah. Ada satu pohon beringin Jepang yang berdiri kokoh, serta beberapa pohon palem raja. Diakui Astrid, pohon beringin Jepang cukup membuat pembantu rumah tangganya kerepotan ketika daun berguguran.
Melihat sekeliling, saya tertarik pada paviliun yang terletak dekat pintu masuk. “Ini musala, sekaligus kamar tamu,” jelas Astrid. Mezanin yang dibangun di dalam musala menjadi kamar tamu yang cukup untuk dua orang. Sebelum membangun rumah tersebut, paviliun merupakan salah satu bangunan tambahan yang ia dan suaminya impikan di kediaman mereka.
Astrid bercerita, ketika membangun rumah ini, ia dan Bayu mencari arsitek yang tepat karena luas tanah yang hanya 237 m2 itu ingin mereka isi pula dengan paviliun, dapur yang cukup luas, serta rooftop. Bujet yang tak fantastis sempat membuat mereka ragu, apakah rumah impian itu bisa terwujud. Untungnya mereka bertemu Dendy Darman. Pria asal Bandung ini adalah otak di balik compact house tersebut.
Dari tengah area taman tempat saya berdiri, saya melihat bean bags oranye dan abu-abu di area teras yang sepertinya enak sekali untuk duduk-duduk. Saya duduk di salah satunya, menikmati siang hari yang begitu sejuk di bawah rindangnya pepohonan. Sulit rasanya untuk beranjak. “Di sini tempat saya menerima tamu, bisa sampai jam dua pagi nongkrongnya,” cerita Astrid.