Sejak awal membangun rumah, Dendy berkreasi membuat ruangan-ruangan sesuai kebutuhan kliennya. Kebiasaan Astrid dan Bayu menjamu teman-teman yang main ke rumah mereka jadi terasa lebih nyaman tanpa ruang tamu. Sebagai gantinya, dibuatlah teras ala pendopo yang menyatu dengan dapur dan ruang keluarga.
Warna hijau pada interior dapur membuat area favorit Astrid tersebut menjadi center of attention dari Apa Namanya House—begitu mereka menyebut rumah ini. Hijau yang segar, namun tetap menyejukkan untuk dipandang. Inilah area ‘jajahan’ Astrid, tempat ia bekerja membuat kue untuk dijual.
Bukan tanpa cerita warna hijau akhirnya direstui oleh Astrid untuk menjadi warna di dapurnya. Bermodal pasrah dengan ide-ide di luar dugaan dari Dendy, dapur ini sebenarnya di luar ekspektasi Astrid. Ia pun makin senang berakhir pekan sambil memasak bersama pasangan—apalagi ia jadi lebih mudah mengikuti resep di YouTube karena area dapur menyatu dengan ruang keluarga.
Menyusuri lantai dua, saya masuk ke area privat. Ada kamar utama serta kamar anak. Kamar utama tidak begitu besar, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan Astrid dan Bayu. Ada kamar mandi, tempat tidur, meja kerja, dan area tambahan mezanin dengan walking closet.
Sebagai seorang desainer, sang suami sering membawa pekerjaannya ke rumah. Area mezanin menjadi tempat ia bekerja tanpa perlu meninggalkan sang istri. Tangga menuju mezanin juga unik—tangga ini berfungsi sebagai rak buku sekaligus meja kerja.
Memiliki rumah sesuai impian tidak hanya membuat Astrid dan Bayu bahagia, namun juga membuat orang-orang terdekat ikut merasakan euforia. “Ada teman kami yang melihat Apa Namanya House jadi memiliki keyakinan untuk dapat memiliki rumah sendiri, walau dengan tanah yang tidak begitu luas dan bujet yang tidak begitu mahal,” ujar Astrid.
Akhirnya... ‘liburan’ singkat saya berakhir, setelah menyantap rendang yang dihidangkan Astrid siang itu. Sepertinya hati saya tertinggal di ‘vila’ itu.…
Foto: Shinta Meliza
Pengarah visual: Erin Metasari