Coba hitung berapa kali sehari Anda memeriksa ponsel. "Seseorang yang mengalami nomophobia memeriksa ponselnya sekitar 34 kali sehari," kata Dr. Elizabeth Waterman, psikiater Morningside Recovery Center, AS, seperti ditulis oleh NY Daily.
Di kliniknya, Dr. Elizabeth sering menangani pasien yang terobsesi dengan ponsel. Ciri utamanya adalah pasien-pasien ini sangat takut dan panik jika harus berjauhan dengan ponsel atau ketika sinyal menghilang. Tak heran bila kesimpulan sang dokter persis seperti apa yang kita perkirakan: kebiasaan konstan memeriksa telepon saat bersama keluarga atau orang lain. "Mereka jadi mengabaikan kehidupan sosial yang nyata dan lebih fokus ke dunia maya di ponselnya," katanya.
Di Inggris, selain riset yang diadakan majalah women&home, ada juga studi yang dilakukan SecurEnvoy terhadap 1.000 orang tentang seberapa besar ketergantungan mereka pada ponsel. Kelompok usia 18-24 tahun merupakan kelompok usia yang paling 'kecanduan' terhadap ponsel mereka. Sebanyak 77 persen dari mereka mengaku tidak bisa berada jauh-jauh (dari ponselnya) lebih dari satu menit.
Sementara untuk kelompok usia 25-34 tahun mencapai 68 persen. Studi itu juga menunjukkan, rata-rata orang mengecek ponselnya 34 kali sehari, dan 75 persen menggunakan ponsel saat berada di kamar mandi. Survei lain dengan tujuan yang sama dilakukan oleh Mobileinsurance.co.uk, dan melibatkan 2.570 responden usia 18-30 tahun. Saat diminta menggambarkan perasaan mereka tentang ponsel yang dimiliki, 65 persen responden menjawab 'tidak bisa hidup tanpanya'. Sekitar 22 persen mengaku sangat tergantung, dan 10 persen mengatakan tidak merelakan ponselnya untuk hal lain. Sisanya? Satu persen responden memerlukan ponsel hanya pada waktu-waktu tertentu dan cuma dua persen yakin bisa hidup tanpa punya ponsel.
Tapi rupanya nomophobia, berasal dari no mobile phobia, istilah untuk sindrom tak bisa hidup tanpa ponsel, tidak termasuk dalam gangguan klinis. Namun bila semakin parah, tentu saja dapat menganggu kehidupan sehari-hari.
Waspada gejalanya:
1. Tidak sanggup mematikan atau menon-aktifkan ponsel.
2. Secara obsesif terus mengecek apakah ada panggilan tak terjawab, surel, atau pesan teks yang masuk.
3. Mengisi ulang baterai dalam jangka waktu yang berdekatan.
4. Tidak bisa meninggalkan ponsel bahkan saat ke kamar mandi.
Untuk mengatasinya, menurut Cary Cooper, pakar psikologi di Lancester University, Inggris, adalah dengan mengurangi pemakaian ponsel cerdas secara bertahap, tahu dan sadar kapan tidak harus menggunakan ponsel, memperbanyak tatap muka, berolahraga (supaya tidak terlalu berdekatan dengan ponsel terus), dan mengukur penggunaan waktu untuk berponsel ria.
Di kliniknya, Dr. Elizabeth sering menangani pasien yang terobsesi dengan ponsel. Ciri utamanya adalah pasien-pasien ini sangat takut dan panik jika harus berjauhan dengan ponsel atau ketika sinyal menghilang. Tak heran bila kesimpulan sang dokter persis seperti apa yang kita perkirakan: kebiasaan konstan memeriksa telepon saat bersama keluarga atau orang lain. "Mereka jadi mengabaikan kehidupan sosial yang nyata dan lebih fokus ke dunia maya di ponselnya," katanya.
Di Inggris, selain riset yang diadakan majalah women&home, ada juga studi yang dilakukan SecurEnvoy terhadap 1.000 orang tentang seberapa besar ketergantungan mereka pada ponsel. Kelompok usia 18-24 tahun merupakan kelompok usia yang paling 'kecanduan' terhadap ponsel mereka. Sebanyak 77 persen dari mereka mengaku tidak bisa berada jauh-jauh (dari ponselnya) lebih dari satu menit.
Sementara untuk kelompok usia 25-34 tahun mencapai 68 persen. Studi itu juga menunjukkan, rata-rata orang mengecek ponselnya 34 kali sehari, dan 75 persen menggunakan ponsel saat berada di kamar mandi. Survei lain dengan tujuan yang sama dilakukan oleh Mobileinsurance.co.uk, dan melibatkan 2.570 responden usia 18-30 tahun. Saat diminta menggambarkan perasaan mereka tentang ponsel yang dimiliki, 65 persen responden menjawab 'tidak bisa hidup tanpanya'. Sekitar 22 persen mengaku sangat tergantung, dan 10 persen mengatakan tidak merelakan ponselnya untuk hal lain. Sisanya? Satu persen responden memerlukan ponsel hanya pada waktu-waktu tertentu dan cuma dua persen yakin bisa hidup tanpa punya ponsel.
Tapi rupanya nomophobia, berasal dari no mobile phobia, istilah untuk sindrom tak bisa hidup tanpa ponsel, tidak termasuk dalam gangguan klinis. Namun bila semakin parah, tentu saja dapat menganggu kehidupan sehari-hari.
Waspada gejalanya:
1. Tidak sanggup mematikan atau menon-aktifkan ponsel.
2. Secara obsesif terus mengecek apakah ada panggilan tak terjawab, surel, atau pesan teks yang masuk.
3. Mengisi ulang baterai dalam jangka waktu yang berdekatan.
4. Tidak bisa meninggalkan ponsel bahkan saat ke kamar mandi.
Untuk mengatasinya, menurut Cary Cooper, pakar psikologi di Lancester University, Inggris, adalah dengan mengurangi pemakaian ponsel cerdas secara bertahap, tahu dan sadar kapan tidak harus menggunakan ponsel, memperbanyak tatap muka, berolahraga (supaya tidak terlalu berdekatan dengan ponsel terus), dan mengukur penggunaan waktu untuk berponsel ria.
Hannie Kusuma