Sebuah penelitian yang dilakukan di Panti Werda Harapan Ibu Ngaliyan di Semarang pada tahun 2013 menunjukan, masalah psikologis yang paling ‘rajin’ melanda para usia lanjut (usila) adalah kesepian. Kesimpulannya: 8 dari 10 usila di panti sepuh itu merasa kesepian.
Psikolog Listya Wahyunarti dari Yayasan Rumah Geriatri di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur mengatakan, para usila biasanya lebih sensitif dan cenderung mudah tersinggung. “Dari segi perilaku, usila mirip anak kecil lagi. Mereka lebih ingin dimengerti dibandingkan berusaha memahami perasaan orang lain.” ungkap Listya. Sikap inilah yang pada akhirnya membuat mereka lebih picky dan rewel dalam memilih teman, apalagi teman baru. Selain itu, semakin tua, kemampuan orang untuk beradaptasi dengan hal-hal baru juga makin menurun.
Rasa sepi ini kalau tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan persoalan, karena pada akhirnya orang tua akan mencari cara untuk ‘membunuh’ waktu mereka – tak peduli caranya sehat atau tidak. Beberapa bulan yang lalu, misalnya, terjadi fenomena catfish di Amerika. Hanya dalam satu bulan, puluhan wanita dan pria usia lanjut terjerat dalam jebakan situs kencan online. Menggunakan foto dan nama palsu, para penipu dari dunia maya ini memanfaatkan rasa kesepian calon korbannya dengan merayu dan meminta sejumlah uang. Salah satu kasus menimpa seorang wanita paruh baya yang ditipu oleh ‘kekasih maya’-nya. Ludeslah sekitar 400 juta rupiah. Padahal keduanya baru sekadar bertukar pesan lewat internet dan telepon selama 3 bulan.
Memasuki masa usila, secara fisik dan emosional seseorang akan berada di keadaan yang rapuh, tidak heran kalau anak-anak mereka sering merasakan kekuatiran berlebih ketika membiarkan orang tua mereka mencari teman dan melakukan kegiatan bersama orang-orang asing. Tapi kita bisa meminimalisasi kekhawatiran itu dengan:
1. Mencari tahu komunitas usila di sekitar tempat tinggal orang tua Anda
Di kota-kota besar, komunitas usila biasanya rajin mengadakan berbagai agenda, mulai dari senam, arisan, pengajian, hingga bakti sosial. Kalau orang tua Anda termasuk tipe yang pasif, temani mereka ke acara komunitas tersebut –sama seperti orang tua Anda dulu menemani Anda masuk sekolah untuk pertama kali. Listya mengatakan, sebaiknya para usila tetap memiliki pergaulan dengan teman sebaya yang bisa nyambung diajak bicara tentang hal-hal tempo dulu, sehingga bisa menambah semangat hidup mereka.
2. Mencari tahu kegiatan yang mereka minati
Lama hidup berpisah atau karena sibuk dengan kegiatan sendiri, kadang kita tidak tahu lagi apa yang disukai orang tua kita. Untuk mencari tahu, bawa mereka ke berbagai acara: nonton film, mengikuti diskusi buku, masak bersama, atau pengajian, yang membuat mereka mau keluar rumah. Dengan begitu, Anda jadi tahu apa saja yang memancing minat mereka. Menurut Listya, dengan mempunyai hobi, akan tumbuh keinginan pada usila untuk terus sehat, bahagia, mandiri, dan bermanfaat.
3. Mengenalkan teknologi baru
Bagi usila, fungsi ponsel biasanya hanya sebatas menerima telepon dan menelepon. Jangankan mempunyai akun sosial media, diajak menggunakan aplikasi WhatsApp saja mereka langsung protes karena dinilai terlalu ribet. Yang harus Anda lakukan (dengan penuh kesabaran) adalah ‘menerjemahkan’ fungsi setiap teknologi atau aplikasi di ponsel dalam bahasa yang sederhana. Atau bisa juga Anda mengajari mereka main games di ponsel untuk membuang rasa sepi.
Psikolog Listya Wahyunarti dari Yayasan Rumah Geriatri di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur mengatakan, para usila biasanya lebih sensitif dan cenderung mudah tersinggung. “Dari segi perilaku, usila mirip anak kecil lagi. Mereka lebih ingin dimengerti dibandingkan berusaha memahami perasaan orang lain.” ungkap Listya. Sikap inilah yang pada akhirnya membuat mereka lebih picky dan rewel dalam memilih teman, apalagi teman baru. Selain itu, semakin tua, kemampuan orang untuk beradaptasi dengan hal-hal baru juga makin menurun.
Rasa sepi ini kalau tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan persoalan, karena pada akhirnya orang tua akan mencari cara untuk ‘membunuh’ waktu mereka – tak peduli caranya sehat atau tidak. Beberapa bulan yang lalu, misalnya, terjadi fenomena catfish di Amerika. Hanya dalam satu bulan, puluhan wanita dan pria usia lanjut terjerat dalam jebakan situs kencan online. Menggunakan foto dan nama palsu, para penipu dari dunia maya ini memanfaatkan rasa kesepian calon korbannya dengan merayu dan meminta sejumlah uang. Salah satu kasus menimpa seorang wanita paruh baya yang ditipu oleh ‘kekasih maya’-nya. Ludeslah sekitar 400 juta rupiah. Padahal keduanya baru sekadar bertukar pesan lewat internet dan telepon selama 3 bulan.
Memasuki masa usila, secara fisik dan emosional seseorang akan berada di keadaan yang rapuh, tidak heran kalau anak-anak mereka sering merasakan kekuatiran berlebih ketika membiarkan orang tua mereka mencari teman dan melakukan kegiatan bersama orang-orang asing. Tapi kita bisa meminimalisasi kekhawatiran itu dengan:
1. Mencari tahu komunitas usila di sekitar tempat tinggal orang tua Anda
Di kota-kota besar, komunitas usila biasanya rajin mengadakan berbagai agenda, mulai dari senam, arisan, pengajian, hingga bakti sosial. Kalau orang tua Anda termasuk tipe yang pasif, temani mereka ke acara komunitas tersebut –sama seperti orang tua Anda dulu menemani Anda masuk sekolah untuk pertama kali. Listya mengatakan, sebaiknya para usila tetap memiliki pergaulan dengan teman sebaya yang bisa nyambung diajak bicara tentang hal-hal tempo dulu, sehingga bisa menambah semangat hidup mereka.
2. Mencari tahu kegiatan yang mereka minati
Lama hidup berpisah atau karena sibuk dengan kegiatan sendiri, kadang kita tidak tahu lagi apa yang disukai orang tua kita. Untuk mencari tahu, bawa mereka ke berbagai acara: nonton film, mengikuti diskusi buku, masak bersama, atau pengajian, yang membuat mereka mau keluar rumah. Dengan begitu, Anda jadi tahu apa saja yang memancing minat mereka. Menurut Listya, dengan mempunyai hobi, akan tumbuh keinginan pada usila untuk terus sehat, bahagia, mandiri, dan bermanfaat.
3. Mengenalkan teknologi baru
Bagi usila, fungsi ponsel biasanya hanya sebatas menerima telepon dan menelepon. Jangankan mempunyai akun sosial media, diajak menggunakan aplikasi WhatsApp saja mereka langsung protes karena dinilai terlalu ribet. Yang harus Anda lakukan (dengan penuh kesabaran) adalah ‘menerjemahkan’ fungsi setiap teknologi atau aplikasi di ponsel dalam bahasa yang sederhana. Atau bisa juga Anda mengajari mereka main games di ponsel untuk membuang rasa sepi.
RG
Foto: Getty Images