Tidak semua orang mengalami trauma berkepanjangan akibat kegagalan perkawinan. Dan tidak semua orang tenggelam dalam kesedihan karena ditinggal suami untuk selamanya. Bagaimanapun, life must go on. Sebelum melangkah, ada beberapa hal yang bisa dipersiapkan.
Lebih realistis
Pandanglah kegagalan perkawinan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Jika dulu Anda punya impian indah tentang perkawinan, mungkin sekarang Anda harus menyusun konsep yang lebih realistis bersama pasangan. Masalah akan muncul bila Anda atau pasangan masih membanding-bandingkan dengan pasangan yang dulu. Apapun yang terjadi di masa lalu, tidak perlu diungkit karena akan menyulitkan langkah Anda di masa sekarang.
Penyesuaian diri
Hal yang cukup berat bagi Anda atau pasangan adalah ketika harus menggabungkan dua keluarga. Memang tidak selalu lancar di awal. Mungkin saja akan ada penolakan, karena anak-anak dari pasangan Anda belum mengenal Anda, atau mereka punya bayangan ibu tiri yang kejam. Di sini Anda harus bekerja sama dengan pasangan. Pendekatan dari hati ke hati dan menjadikan diri Anda sebagai sahabat anak-anak, lebih baik dibandingkan bila Anda memposisikan diri sebagai ibu mereka. Selebihnya, perlu ekstra sabar dan jiwa besar karena tumbuhnya keakraban butuh proses.
Membuat kesepakatan
Kondisi seorang wanita saat menikah pertama kali tentu berbeda dengan yang kedua. Salah satunya adalah kondisi finansial. Saat menjadi single parent, Anda memacu diri untuk bisa menghidupi keluarga. Sehingga, karier atau bisnis menjadi lebih mapan sehingga posisi Anda dan pasangan relatif setara dalam hal finansial.
Setelah menikah, Anda adalah satu kesatuan. Sebaiknya perlu keterbukaan, mulai dari aset pribadi sampai urusan utang-piutang. Bila perlu, buat kesepakatan aturan main dalam pengelolaan keuangan, sehingga Anda tidak perlu curiga kalau suami harus menyisakan sebagian uangnya untuk kepentingan pendidikan anak-anak dari perkawinan sebelumnya. Atau, mungkin sewaktu-waktu Anda ingin memberi santunan kepada keluarga mantan suami. Jadi semuanya jelas, tidak perlu ditutup-tutupi.
Perpisahan karena perceraian atau kematian pasangan bukanlah akhir dari kehidupan. Dan, menikah atau tidak merupakan sebuah pilihan. Jika Anda sedang mempertimbangkan untuk menikah lagi, sebaiknya tidak hanya just married. Tetapi perlu dilandasi niat yang tulus dan kuat untuk memperbaiki diri sehingga perkawinan kedua bisa melengkapi kebahagiaan hidup Anda.
Lebih realistis
Pandanglah kegagalan perkawinan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Jika dulu Anda punya impian indah tentang perkawinan, mungkin sekarang Anda harus menyusun konsep yang lebih realistis bersama pasangan. Masalah akan muncul bila Anda atau pasangan masih membanding-bandingkan dengan pasangan yang dulu. Apapun yang terjadi di masa lalu, tidak perlu diungkit karena akan menyulitkan langkah Anda di masa sekarang.
Penyesuaian diri
Hal yang cukup berat bagi Anda atau pasangan adalah ketika harus menggabungkan dua keluarga. Memang tidak selalu lancar di awal. Mungkin saja akan ada penolakan, karena anak-anak dari pasangan Anda belum mengenal Anda, atau mereka punya bayangan ibu tiri yang kejam. Di sini Anda harus bekerja sama dengan pasangan. Pendekatan dari hati ke hati dan menjadikan diri Anda sebagai sahabat anak-anak, lebih baik dibandingkan bila Anda memposisikan diri sebagai ibu mereka. Selebihnya, perlu ekstra sabar dan jiwa besar karena tumbuhnya keakraban butuh proses.
Membuat kesepakatan
Kondisi seorang wanita saat menikah pertama kali tentu berbeda dengan yang kedua. Salah satunya adalah kondisi finansial. Saat menjadi single parent, Anda memacu diri untuk bisa menghidupi keluarga. Sehingga, karier atau bisnis menjadi lebih mapan sehingga posisi Anda dan pasangan relatif setara dalam hal finansial.
Setelah menikah, Anda adalah satu kesatuan. Sebaiknya perlu keterbukaan, mulai dari aset pribadi sampai urusan utang-piutang. Bila perlu, buat kesepakatan aturan main dalam pengelolaan keuangan, sehingga Anda tidak perlu curiga kalau suami harus menyisakan sebagian uangnya untuk kepentingan pendidikan anak-anak dari perkawinan sebelumnya. Atau, mungkin sewaktu-waktu Anda ingin memberi santunan kepada keluarga mantan suami. Jadi semuanya jelas, tidak perlu ditutup-tutupi.
Perpisahan karena perceraian atau kematian pasangan bukanlah akhir dari kehidupan. Dan, menikah atau tidak merupakan sebuah pilihan. Jika Anda sedang mempertimbangkan untuk menikah lagi, sebaiknya tidak hanya just married. Tetapi perlu dilandasi niat yang tulus dan kuat untuk memperbaiki diri sehingga perkawinan kedua bisa melengkapi kebahagiaan hidup Anda.