
Demikian pendapat penulis buku The Cinderella Complex, Colette Dowling. Menurutnya wanita menatap cermin guna mempertahankan keseimbangan dirinya. Kata Dowling, kebutuhan untuk menjadi yang terbaik sebagai ‘wanita tercantik di seluruh jagat’, sesungguhnya muncul dari perasaan tidak berharga. Perasaan ini dialami oleh banyak wanita. Wanita yang menderita perasaan ‘kosong’ membutuhkan suatu pengakuan. Perasaan semacam ini adalah pertanda bahwa semasa kecil ada suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan karena tidak diperoleh dari ibunya. Bila kebutuhan ini, yang disebutnya sebagai kebutuhan ‘bercermin’ – yakni respon setuju dari ibu -- tidak terpenuhi, sebagai orang dewasa, wanita itu tidak dapat menghargai dirinya sendiri.
Bagi anak perempuan, sikap ibu terhadap dirinya sendiri sebagai wanita sangatlah penting. Pakar psikoanalis, Esther Menaker, Ph.D dari New York University mengatakan, “Apabila seorang ibu tak puas dengan dirinya sendiri, bila dia merasa rendah diri dan menganggap kemampuannya berada di bawah pria, maka perasaan-perasaan ini secara tak sadar akan dikomunikasikan pada anaknya, dan kelak akan menjadi inti identitas keperempuanan si anak tersebut.”
Bila seorang anak perempuan ‘tidak bercermin’ di masa kanak-kanaknya karena tidak mendapat ‘pengakuan’ dari ibunya, ia akan terus-menerus mencari ganti kasih ibu dan rasa nyaman yang tidak diperolehnya. Perasaan nyaman akan datang dari luar: dari prestasi, pengakuan, atau pujian, yang digunakannya untuk mengisi kekosongannya. Bila kebutuhan akan pengakuan ini tidak terpenuhi juga, maka ia akan menyalahkan diri sendiri, menganggap diri sendiri tidak cukup baik, tidak cukup menarik.
Wanita yang semasa kecilnya ‘tidak bercermin’ ini tidak akan merasa puas: hidupnya tidak cukup ‘hangat’, tidak cukup aman. Ia akan mencari rasa aman dari hal-hal yang membuatnya ketagihan, seperti minum minuman keras, tidur berlebihan, shopaholic, nonton televisi sepanjang waktu, atau bahkan menggunakan narkoba. Kegiatan itu bisa memberi kesenangan sementara, tapi tetap tidak meningkatkan citra dirinya. Sebaliknya, kegiatan-kegiatan itu justru menggerogotinya.
(bersambung)