
Penulis buku The Cinderella Complex, Colette Dowling, punya pengalaman pribadi yang menarik. Suatu hari putrinya yang berusia 19 tahun memprotesnya, “Kenapa sih, Mama selalu memusingkan penampilanku? Kenapa juga aku harus selalu tampil menarik dan mengenakan baju-baju bagus?”
Ia terhenyak, karena selama ini tak pernah menganggap dirinya ’ibu semacam itu’. Putrinya Rachel menegaskan, “Ingat ketika Mama memberiku topi baret pada hari Natal? Mama berkata, ‘Kamu suka atau tidak suka, aku yakin kamu pasti tampak keren memakai baret itu.’ Mama begitu mencampuri caraku berpakaian, seakan-akan semua itu buat Mama sendiri.”
Dowling pun tersadar, betapa ia selalu ‘memberi pendapat,’ terlibat sepenuhnya dalam ‘bayangan anaknya di cermin’. Ia jadi malu. Wajah putrinya, daya tariknya, dan pakaiannya, selama ini serasa bagian dari dirinya sendiri.
“Belajarlah mendapat perhatian dari penampilanmu dan takkan sukar menerima kurangnya perhatian terhadap hal-hal lain,” seakan-akan inilah pesan yang diterima seorang wanita semenjak kecil. Dowling menyadari bahwa keinginan dipuji ada pada setiap anak, tapi anak-anak perempuan cenderung mendapat pujian karena kecantikannya, sementara anak laki-laki dipuji karena kekuatan atau kemandiriannya.
Selanjutnya ia berteori, bahwa di balik perhatian wanita terhadap kecantikan, sesungguhnya tersimpan suatu kebutuhan akan pengakuan yang jauh lebih besar dari sekadar penampilan. Kita mencari sesuatu yang hebat : kesempatan menjadi bintang, pemimpin, tokoh sejarah. Dowling mengamati, banyak wanita masa kini mendapat pengakuan dari hasil kerjanya – dari usahanya yang kreatif dan intelektual. Tapi tetap saja, ada perhatian khusus terhadap penampilan yang boleh dikatakan universal sifatnya. Ironisnya, semakin banyak energi yang kita fokuskan pada tubuh sebagai objek pujian, semakin kita tak bisa menikmati ‘kontak’ dengan diri sendiri.
Dowling juga mengamati, sikap pemalu dalam diri wanita seringkali berfungsi sebagai tameng dari keinginannya untuk dianggap lebih dari sekadar berwajah cantik. Daripada merasa cemas karena keinginan itu, wanita bersembunyi di balik ‘bayang-bayang’. Contohnya ketika belanja baju menjelang pesta besar, mungkin saja kita mencoba lima buah gaun yang ‘berani’, tapi akhirnya kembali memilih hitam yang aman. Mengapa? Karena kita tidak ingin menarik perhatian orang pada diri kita. Tapi ketika mengenakan hitam pun kita masih saja merasa kurang nyaman. Talinya kerap turunlah, bicara kita kurang berbobotlah . Melakukan satu kesalahan kecil saja, kita merasa malu luar biasa.
(bersambung)